Pages

Sunday, January 18, 2009

Saya? Biasa saja

Saya biasa-biasa saja, namun nampaknya tidak bagi mereka. Pabrik ini luas, ada 5 buah pabrik yang bekerja, belum lagi ditambah anak-anak perusahaannya. Karena luasnya, masuk ke pabrik ditempuh dengan bis perusahaan atau dengan sepeda, dan karena begitu luasnya, pegawainya pun berjumlah lebih dari 2000 orang, bisa dipastikan bahwa tidak semua saling mengenal.

Saya sefta, mahasiswi UNILA, universitas Lampung, semester 9. Nampak biasa bukan, tapi tidak menurut mereka yang bekerja di sini. Pertanyaan-pertanyaan itu kembali berdatangan, mulai dari ‘darimana de?’ dari lampung pak, ‘wah jauh ya, kuliah di jawa?’, bukan pak di Lampung juga, ‘oh UNLAM?’ bukan pak, itu Lambung Mangkurat, di Kalimantan barat, ‘Oh UNLA ya’ bukan pak itu Langlang buana, di bandung, tapi UNILA pak’, ‘oh UNILA, biasanya di sini bla..bla..bla’ si bapak menyebutkan universitas-universitas ternama di pulau jawa. Lalu ‘ada saudara di sini?’ ndak ada pak, ‘lho sendirian di sini, kok berani’.

Pertanyaan-pertanyaan itu pada awalnya biasa saja, namun lama-kelamaan menjadi dirasa membosankan jiwa. Bahkan ada yang sampai berkata ‘kasihan ya, berarti kamu sebatang kara di sini’. Ada yang sampai menitikkan air mata, terharu katanya, karena saya seorang anak perempuan, kenapa begitu beraninya untuk berada sendirian di kota ini. Ada juga yang bernada kontra tentang keberadaan saya, tidak apa, tidak mengapa, namanya juga manusia, ada banyak pikiran di dalam kepala manusia yang berbeda-beda.

Kembali kepada pembimbing yang membuat kadang membuat spot jantung dengan aksinya. Beliau berkata ‘ada komputer kan? Kalau ndak ada susah’, begitu ujar beliau pada saya. Hmmh, beginilah, saya sudah katakan tidak ada warnet bukan, maka tempat merental komputer pun menjadi barang langka, sulit ditemukan kecuali beberapa kilometer jauhnya. Kadang hanya bisa merenung dalam diam, sempat terpikir untuk meminjam laptop seorang teman, awalnya ia mengizinkan, tetapi manakala berbicara melalui telepon genggam, dirasa begitu berat melepaskannya pada saya, dan sudah bisa ditebak, saya tidak jadi meminjamnya.

-bersambung-