Saya tidak lahir dari keluarga yang berada, ayah saya seorang polisi dengan pangkat yang tidak seberapa, hanya karena ketekunan dan keuletannya, beliau bisa sampai di posisinya yang sekarang, dan alhamdulillah menurut saya. Ibu saya seorang guru SD di sebuah sekolah kecil di kabupaten lampung utara, entah mengajar di kelas berapa, saya tidak tahu pastinya. Ibu hanya sering berkata bahwa ia terkadang harus mengajar dari kelas pertama, kelas 1 hingga kelas 6, karena rekan-rekan sejawatnya sering menghilang. Tanggung jawab, begitu kata ibu pada saya suatu waktu. Jangan ditanya soal berapa gaji mereka setiap bulannya, tidak akan cukup untuk membiayai kuliah saya dan kedua saudara saya ditambah lagi seorang adik lelaki saya, yang dengan setia menemani ibu kemana saja.
Tapi tak apa, kebahagiaan tidak selalu bisa dinilai dengan uang, Alhamdulillah berkali-kali saya ucapkan karena Allah lahirkan saya ditengah-tengah mereka.
Berhenti bercerita tentang ayah dan ibu, meskipun hingga saat ini keinginan untuk menjadikan mereka cerita di dalam skenario hidup saya, selalu saja ada, tetapi selalu terhenti, kepala dan jari jemari ini tidak bisa tersinkronisasi, seakan-akan kisah mereka begitu sulit untuk dibahasakan dengan kata-kata. Walhasil, seperti halnya hanya Allah yang tahu seberapa besar rasa cinta saya, seorang hamba pada Nya, maka hanya Allah pula lah yang tahu seperti apa kiranya rasa cinta saya pada kedua orang manusia yang sudah begitu berjasa di dalam hidup saya.
Hujan masih mengguyur bumi bontang yang tak gersang tetapi terkadang panas meradang, membuat keringat bercucuran. Seorang teman berkata ‘di sini sering terjadi hujan lokal’ sedikit bertanya-tanya di dalam hati, seolah bisa membaca apa yang ada di kepala saya, ia kembali melanjutkan ‘ya, kan banyak asap pabrik, terjadi kondensasi, bla…bla..bla..’, oh pantas hujan dengan intensnya sering turun di kota ini, banyaknya asap, turut mempercepat proses terjadinya hujan, ditambah lagi, kota ini berada di dekat pantai, dimana-mana terdapat pelabuhan.
Matahari semakin malu untuk menampakkan diri, entah kenapa saya ingin berada di sini, menyebrangi 2 pulau, berada berkilo-kilometer jauhnya dari ayah dan ibu yang membesarkan saya. Saya pun tidak tahu bagaimana mulanya, hanya, inilah jalan yang Allah tunjukkan pada saya, hanya mencoba menjalankan skenario yang Dia berikan dengan sebaik-baiknya, agar Ia tidak kecewa pada saya hamba Nya.
-bersambung-