Pages

Thursday, January 22, 2009

13 November 2008

Sepeda pak djoko kempes di bagian ban depan. Selalu merasa was-was setiap kali mengendarai itu sepeda, karena sedikit bagian dari ban depan, hampir lepas dari rangka roda sepeda. Yah namanya juga barang pinjaman, jadi harus dan kudu dijaga sebaik-baiknya.

Seingat saya, saya belum baik-baik amat jadi manusia, bila dibandingkan kamu dan kalian semua yang ada di dunia, bisa jadi saya berada diurutan paling belakang dari kategori manusia paling baik sedunia dalam hal agama (lebay). Tapi, di sini subhanallah, pertolongan Allah itu selalu saja ada untuk saya hamba-Nya. Ya seperti sepeda tua yang pak djoko pinjamkan pada saya ini, padahal beliau tidak begitu mengenal saya, tapi katanya ‘kasihan kalau kamu jalan kaki, jauh’, duhhhh, jadi merasa gimana gitu ya, tapi memang benar, antara kantor pusat dengan tempat saya ditempatkan, lumayan juga jaraknya. Ya kira-kira 15-20 menit kalau ditempuh dengan berjalan kaki. Pak djoko baik sekali.

Saya sudah katakan bahwa saya belum baik-baik amat selama hidup di dunia bukan, tapi lagi-lagi Allah begitu baiknya memberikan karunia-Nya pada saya. Percaya dengan rezekinya orang berpuasa? Nah itu dia, setiap mau berbuka, seorang ummi, ummi zaid namanya. Kalau kamu tebak zaid itu nama suaminya, maka ‘totet’ kamu salah, zaid itu nama anaknya, ‘100’ buat kamu yang bisa menebak dengan benar. Si ummi ini, selalu mengirim sms yang isinya seperti ini kira-kira ‘mbak lagi ngapain? Puasa kan? Nanti buka di tempat saya ya’, selalu begitu setiap waktu.

Pucuk di cinta ulam tiba (ha...3x), perut sedang lapar-laparnya, eh ada yang menawarkan. Kalau ditolak, ‘tidak baik menolak rezeki’ begitu kata orang tua. Jadilah saya dijamu setiap kali berbuka puasa di rumahnya. Tapi tidak hanya sampai di situ saja, terkadang ummi masih juga membekali saya dengan makanan, ‘duh saya jadi tambah ke-Enakkan’. Sekali, dua kali, sampai tiga kali, naluri mahasiswa saya yang senangnya sama gratisan, merasa begitu dimanjakan, tapi keempat kali dan seterusnya, naluri manusiawi saya mulai muncul ke permukaan.

Saya mulai merasa tidak enak, malu karena sekarang hampir setiap malam ummi meminta saya datang ke kamarnya, ‘makan malam’ begitu katanya. Karena merasa tidak enak, saya tolak saja, tapi si ummi mengeluarkan jurus andalannya, mengancam, kadang dia mengeluarkan dalil-dalil, dan terakhir ‘kalau ndak mau ke kamar, besok-besok jangan main ke sini lagi mbak’ gdubbrakkk.

Hmmh, mau tidak mau, suka tidak suka, saya munculkan juga wajah ini di depan kamarnya. Kadang, dengan sengaja menghilang pada saat mendekati senja, kadang, dengan sengaja me-non-aktifkan handphone sampai mendekati waktu isya, tapi tetap saja, si ummi memerintahkan prajurit kecilnya yang bernama zaid untuk menjemput saya, memanggil-manggil nama saya sembari berteriak ‘embak, di suruh ummi ke kamar’, mau tidak mau, saya akhirnya angkat kaki juga, karena teriakan si prajurit kencangnya luar biasa.

Kembali saya katakan, saya belum baik-baik amat jadi manusia, berpikir ternyata ummi zaid begitu baiknya?

-bersambung-