Cahaya putih yang tadinya nampak hanya seperti sebuah titik dari kejauhan di tengah dia, bayangan yang hitam, semakin nampak jelas. Semakin lama semakin membesar, semakin terlihat.
Masa lalu, masa kini dan nanti. Berbahagialah, berjalanlah dengan ikhlas, bernafaslah dengan penuh syukur, berserah dirilah. Ujian terberat, terbesar itu ada pada diri, pada hati.
Sunday, November 20, 2011
"aku dan bayang hitam itu" dalam seberapa penting
Cahaya putih yang tadinya nampak hanya seperti sebuah titik dari kejauhan di tengah dia, bayangan yang hitam, semakin nampak jelas. Semakin lama semakin membesar, semakin terlihat.
Sunday, October 30, 2011
Time to say goodbye, denting penggorengan
Tuesday, October 25, 2011
Bulan, terangi malam
kalau aku tak dapat mendengar suaramu
akan kembali aku perdengarkan, putarkan harmoni kehidupan itu di telingaku
kalau aku tak dapat melihatmu
akan aku ajak kedua mataku berkeliling dunia dengan imajinasiku
akan aku ajak mereka untuk memejamkan mata, menemukan kembali duniaku
aku bahagia
kamu pun harus begitu, siapapun kamu
bahagia dengan caramu sendiri
karena hidup ini hanya satu kali
karena hari tidak akan manunggumu untuk berganti
karena waktu tidak akan manantimu untuk berlari
Sunday, October 16, 2011
short conversation with Cred the lizard
Thursday, October 13, 2011
Heart this is hard to be hurt
Tuesday, October 11, 2011
Karena ia tidak akan pernah sama
Saya, salah satu dari sekian banyak hamba yang berada di bumi ini, yang terkadang membuat gelap mata dan melenakan manusia yang menghuni di dalamnya, termasuk saya.
Sore itu, wanita paling cantik, paling memesona di dunia itu menelepon saya. Katanya “de tadi ibu kirim uang” yah, lagi-lagi soal uang. Lagi-lagi kiriman uang. Lalu “minggu ini pulang gak?”, hah pulang waduh gimana ini, “jeb…jeb…jeb” dirasa pisau kata-kata itu menghujam dalam, hingga membekas di dalam hati dan alam pikiran.
Bingung, bagaimana harus menjawabnya. Entahlah, setahu saya beberapa tahun yang lalu saya merupakan satu dari sekian banyak anak manusia yang ahli dalam membuat alasan. Dan sekarang, sedikit demi sedikit keahlian itu mulai hilang, mungkin, saya juga tidak tahu pasti.
“gak bisa bu, kalau pulang gimana dengan Tugas Akhirnya” begitu jawab saya sekenanya, wanita cantik paruh baya itu diam, kemudian “oh, ya sudah kalau nggak pulang”, telekomunikasi pun terputus setelah wanita cantik itu menutupnya dengan salam.
Saya tidak lagi pandai memberi alasan, setelah ibu saya itu selalu berkata “…nanti kalau sudah menikah, bisa tambah jarang pulang de”, begitu selalu beliau berkata pada saya. Saya hanya terdiam, memejamkan mata, ibu selalu begitu, menjelang kepulangan saya, serta merta ia menyelinap masuk ke kamar belakang, atau lebih tepatnya kamar belakang plus gudang, gudang barang-barang hasil kreatifitas wanita paruh baya itu.
Beliau berbaring, antara tertidur dengan tersadar. Mulai bercerita, berkisah, terkadang mengurai isak tangisnya pada akhirnya. Dan saya kembali hanya bisa terdiam, mendengarkan. Dari wanita yang satu ini, saya banyak belajar, bagaimana wanita bisa menjadi begitu kuat, bagaimana tiba-tiba ia bisa menjadi begitu lemah, dan saya hanya bisa terdiam.
Mengapa manusia harus menikah? Karena itu sunnah, sudah ditentukan di dalam Al Qur’an manusia diciptakan berpasang-pasangan. Mengapa tidak lelaki semua? Atau wanita semua yang menghuni dunia? Tidak bisa seperti itu agaknya. Mengapa harus menikah? Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di kepala sejak beberapa tahun yang lalu.
Saya tidak ingin menikah, begitu awalnya, sampai mencari-cari alasan agar keinginan saya bisa terkabulkan. Tapi tak bisa, tapi tak dapat, manusia yang genap diennya saja belum tentu masuk surga Nya, bagaimana dengan yang diennya masih separuh seperti saya. Dan keduaorang tua saya, tidak ada setuju-setujunya dengan ide gila yang ada di kepala saya.
Akhirnya, beberapa tahun berikutnya, dengan berat hati, bertarung dengan apa yang ada di dalam diri, kemudian berkata, di atas sejadah tua “saya akan menikah ya Rabb, saya akan menikah, tetapi, dengan hamba Mu yang mencintai Mu, yang mematuhi perintah Mu dan menjauhi larangan Mu”. Dengan berat hati, dengan berat hati.
Dan beberapa bulan belakangan ini, ibu selalu berkata seperti itu, terkadang ayah pun begitu “kalau sudah nikah, nanti pasti susah kalau mau pulang de”, begitu selalu. “Arrrgggghhhhhhhh” saya masih ingin bersama ibu, masih ingin menjahili ayah, masih ingin menggoda ibu. “Memang kalau sudah nikah gak bisa cep? Bisa kali cep” begitu teman-teman, orang-orang di sekeliling saya berkata . Berbeda, tidak akan sama, berbeda.
Mengapa harus menikah ya Allah, kenapa harus menikah?
Friday, March 25, 2011
Inilah aku di suatu hari, 25 Maret, Jumat di tahun ini, 2011
"19.23, adza isya pun berkumandang, rasa sakit dari salah satu titik syaraf dirasa mulai mengganggu. Bodohnya aku, sebentuk butiran di wajahku yang ku rasa mengganggu, sudah ku usik keberadaannya dengan menekannya sekuat tenaga. -Jerawat- itu mulai memprotes tindakannya, ia meradang, hingga rasa sakit itu muncul ke permukaan. Mari kita rehat sejenak, sholat, karena kita tidak pernah tahu, kapan Dia akan meminta malaikat mautnya menjemput kita untuk selamanya
Tuesday, March 15, 2011
Earthquake, Tsunami, Nuclear disaster in Japan 2011
Tuesday, March 8, 2011
I still can barely remember my past
Everything seems to disappear so fast
But I recall being jealous and alone
Gazing at the dreams going by
I started my life when you knocked on the door
Found something inside I didn't dare to ignore
Now I do believe in flowers on the moon
I'll swim beside the golden tide
You crashed by the gate
Captured my fate
Salvation
My eyes couldn't see
I hardly breathed
I was diving so deep
Salvation
I'm down in the study holding on to my luck
Will you still love me when I call you up?
I gave you my body, the power over me
Come on, bring out the best in me
You crashed by the gate
Captured my fate
Salvation
My eyes couldn't see
I hardly breathed
My heart was asleep
Salvation
Some will get broken
Others will get lucky like me meeting you
Don't pass me by
You crashed by the gate
Captured my fate
Salvation
My eyes couldn't see
I hardly breathed
I was down on my knees
Salvation
Some will get broken
Others will get lucky like me meeting you
Don't pass me by
Spending My Time
I see the sky, it's so beautiful and blue
The TV's on, but the only thing showing
Is a picture of you
Oh I get up and make myself some coffee
I try to read a bit but the story's too thin
I thank the lord above that you're not here to see me
In this shape I'm in
Spending my time watching the days go by
Feeling so small I stare at the wall
Hoping that you think of me too
I'm spending my time
I try to call but I don't know what to tell you
I leave a kiss on your answering machine
Oh help me please, is there someone who can make me
Wake up from this dream?
Spending my time watching the days go by
Feeling so small I stare at the wall
Hoping that you think of me too
I'm spending my time (spending my time)
Watching the sun go down
I fall asleep to the sound of "Tears of a clown"
A prayer gone blind
I'm spending my time
My friends keep telling me
"Hey life will go on"
Time will make sure I get over you oh
This silly game of love
You play, you win, only to lose
Spending my time watching the days go by
Feeling so small I stare at the wall
Hoping that you think of me too
I'm spending my time (spending my time)
Watching the sun go down
I fall asleep to the sound of "Tears of a clown"
A prayer gone blind
I'm spending my time
Thursday, September 2, 2010
Ada apa dengan negeri ini
Friday, August 27, 2010
Ini tentang jaman Dulu, saya belum kalah
Dulu, pikir-pikir puasa itu ya menahan lapar dan dahaga. Tahapan paling berat menahan lidah, mata, hati dan telinga dari mengomentari orang-orang yang agak-agak aneh. Hingga akhirnya itu manusia-manusia ciptaan Allah, menjadi bahan berita layaknya selebrita.
Tahapan lain adalah sabar dan menahan amarah. Ketika memang ada sudut-sudut kosong yang dimanfaatkan oleh si setan untuk memancing titik kesabaran untuk sampai di ambang batas. Lalu berusaha menggeser-geser paradigma, agar akal pikiran saya berkata bahwa 'kesabaran ada batasnya', hingga rasa amarah itu tiba dan muncul ke muka. Tapi, nampaknya masih bisa lulus, meskipun tersendat-sendat, tergopoh-gopoh sembari terengah-engah
Tahun ini
Semakin bertambah usia, bahan uji mengenai apa dan seperti apa inti dari berpuasa, semakin berat dirasa
Mungkin saya tidak lulus untuk ujian tahun ini, dan harus mengulang di tahun depan
Tapi, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah saya diberikan untuk mengulang ujian tahun depan????
Belum tentu, definetly not sure
Seorang teman
tahun lalu, dia masih bersama dengan saya dan rekan-rekan yang lainnya
merasakan buka puasa bersama, di rumahnya
tapi tahun ini, dia sudah mendahului kami semua
kita memang tidak pernah tahu akan usia
bisa jadi, puasa tahun ini menjadi yang terakhir bagi saya atau kamu atau kalian atau manusia yang lainnya
bahan uji tahun ini memang luar biasa, semua dirasa menyerang dari segala sudut kosong yang ada
Setan-setan itu nampak berpesta pora ketika saya sedang berusaha
tidak dengan terengah-engah, tetapi saya mulai merangkak, saya merasa kewalahan, saya hampir kalah
Dulu saya berada pada kursi penonton, hanya memperhatikan, menjadi komentator yang berlagak bijak dengan bahasa-bahasa tidak jelas dan seolah-olah saya mengerti tentang panggung kehidupan yang saya tonton
Sekarang, beberapa bulan terakhir ini
saya menjadi pemainnya
saya merasakan cemoohan penonton akan peran yang saya lakoni
mencoba memperbaiki, saya hampir tenggelam dalam gelap
Tahun ini
Puasa yang sesungguhnya
Harusnya saya bisa bertahan di tengah terjangan setan-setan yang berusaha mendobrak dinding-dinding keimanan saya
Tahun ini saya baru tahu puasa yang sebenarnya itu seperti apa, tepat ketika semua bahan uji itu dihadapkan pada saya
Inilah ujian yang sesungguhnya bagi saya
Inilah tentang menahan nafsu yang sebenarnya
Mungkin inilah hakikat yang sebenarnya dari menahan nafsu itu
Saya tidak mau kalah
Tapi, bila memang saya kalah, biarkan saya kalah dengan terhormat
Biarkan saya kalah setelah saya berusaha dengan semua energi dari keimanan yang tersisa
Tapi saya belum kalah
Setidaknya ya Rabb
Berikan saya kesempatan untuk kembali
Sebelum malaikat maut Mu menjemput saya suatu hari nanti
Wednesday, August 25, 2010
Aku mau ke masjid pak, mau sholat di masjid bu
Tuesday, July 27, 2010
ketika Mas Dyan pergi
Sore itu di 3 Januari 2010, sepulang dari kerja. Seorang teman menghubungi saya "cup, sabar ya. Dyan kecelakaan". Oh, kecelakaan, pikir saya saat itu, tak apa mungkin saya akan ambil izin beberapa hari untuk menjaganya di rumah sakit, yang berada tidak jauh dari mes tempat saya tinggal.
Sesampainya di rumah sakit, bapak angkat saya keluar, menjemput saya. Beliau membawa saya ke ruang Instalasi gawat darurat, lalu seorang perawat wanita berkata "kuat kan mbak?", saya yang tidak tahu apa-apa saat itu menjawab "iya, insya Allah saya kuat". Perawat itu membawa saya ke sebuah ruangan dengan pintu terbuka, lalu ia meninggalkan saya bersama bapak angkat saya.
saya terdiam, mematung, lelaki muda itu terbaring, kaku. saya tidak tahu ia siapa, perawat sedang menjahit bagian kanan kepalanya. Satu-satunya yang membuat saya mengenali dia, ketika saya melihat telapak kakinya, pucat pasi, meninggalkan bekas terbakar matahari. Dia Mas Dyan, dia benar-benar Mas Dyan, Dyan Isworo, teman satu angkatan, satu Jurusan Fisika Universitas Lampung, satu konsentrasi Instrumentasi.
Lalu "Pak, mas dyan kenapa pak?" saya bertanya pada bapak angkat saya. Saya keluar, tak tahu harus bagaimana, duduk diam sembari memukul wajah saya, apakah benar yang saya lihat? apa saya tidak bermimpi?
Tak lama kemudian, saya lemas tak berdaya "ya Allah, dia sudah meninggal, Mas Dyan sudah meninggal. Dia lelaki yang katanya akan melamar saya dan menikahi saya bulan Juni tahun 2010 ini.
Noted : catatan ini terhenti, saya ternyata belum cukup kuat untuk menuliskan cerita tentang dia, lelaki yang sempat menawarkan diri untuk menjadi pendamping hidup saya nantinya
Wednesday, November 11, 2009
Hidup itu melelahkan
Ada saat dimana hidup itu bisa menjadi sesuatu yang sangat melelahkan akal dan pikiran, beberapa manusia memilih untuk meninggalkan kehidupan itu dengan cara perlahan, melalui apa yang namanya, stress, kemudian mengalami gangguan kejiwaan, hingga mengidap apa yang kita sebut dengan penyakit gila. Pada tingkatan terparah, manusia yang merasa tidak lagi mampu menghadapi persoalan di dalam hidupnya, yang merasa tidak mampu menyelesaikan persoalan yang diberikan oleh Sang Maha Pemberi Kehidupan, kemudian dengan serta merta merasa menjaid manusia paling menderita di dunia, hingga akhirnya ia memilih mengakhiri hidupnya dengan cara paksa, “membunuh dirinya”
Pada situasi dan pada manusia yang berbeda, ketidak mampuan menghadapi persoalan tentang kehidupan, tidak hanya berdampak negative pada dirinya pribadi seorang, tetapi kemudian mengikut sertakan orang-orang yang berada di sekitarnya. Hingga ada dari mereka yang memilih mengakhiri hidup salah satu atau bahkan beberapa anggota keluarganya dengan alasan “rasa iba”. Dengan asumsi, bila anggota keluarganya tersebut hidup untuk waktu yang lama, maka pastilah akan menderita. Hal itu timbul sebagai akibat dari rasa khawatir berlebihan akan ketidakmampuan sang ayah tentang memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Padahal, setiap manusia memiliki rezekinya tersendiri, setiap makhluk di dunia sudah Allah jamin tentang rezekinya dan segala hal lainnya yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh akal pikiran manusia, termasuk saya.
Masih ingat dengan seorang ibu muda yang berdomisili di bandung jawa barat, yang sedemikian rupa sehingga menghabisi nyawa ketiga anaknya, dengan alasan khawatir dengan masa depan mereka. Bila dilihat dari latar belakang pendidikan, sangatlah tidak mungkin ia mampu memiliki pikiran untuk menghabisi nyawa ketiga putra/I nya. Terlebih lagi bila mengingat tempat di mana suaminya bekerja. Tapi persoalan kehidupan tidak hanya melulu tentang latar belakang pendidikan, bukan juga tentang tempat dimana manusia itu bekerja, menghabiskan waktu setiap harinya. Tetapi lebih kepada sejauh mana ia memahami hakekat kehidupan itu sesungguhnya, sejauh mana ia yakin dan percaya kepada Rabb Yang Maha Menjamin setiap kebutuhan hamba Nya.
Nampaknya, untuk beberapa saat hal itu luput dari pandangan si ibu, dan nampaknya si ibu pun sempat luput dari pengamatan si ayah. Beberapa kasus berakhir sama, berujung pada mengakhiri hidup dengan cara paksa. Ada ibu yang meminum racun bersama anaknya, atau mengikut sertakan anak agar turut terbakar bersama dirinya. Sebagian besar untuk alasan yang sama, yaitu mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Ada yang merasa kesal pada suaminya, hingga membakar diri lalu meninggalkan anaknya seorang diri.
Pria dan wanita tidak jauh berbeda, ada yang menyakiti diri sendiri, ada juga yang menyiksa anggota keluarganya, hingga meletakkan buah hatinya pada lintasan kereta api.
Betapa kejam dunia, begitu beberapa manusia berkata. Tetapi tidak ada yang salah dengan dunia, semua bergantung pada manusianya. Perlu waktu panjang untuk memahami kalimat bahwasannya “dunia itu tempat sementara bagi manusia untuk mengumpulkan apa yang namanya amal ibadah sebagai bekal untuk kehidupan yang sesungguhnya”.
Hidup itu indah, amat sangat indah dengan segala persoalan, permasalahan yang ada di dalamnya. Kesadaran manusia akan kebutuhan mereka pada Tuhan yang menciptakan mereka, menjadi tolak ukur sejauh mana ia akan bertahan menghadapi segala persoalan, permasalahan, ujian yang diberikan padanya.
Semakin tipis tingkat kesadaran, semakin besar kecintaan pada dunia, semakin dalam meletakkan dunia di dalam hatinya, maka akan semakin sulit bagi manusia itu sendiri untuk mencari solusi, jawaban dari persoalan, permasalahan, yang Dia ujikan pada dirinya. Sebagian dari kita, menitik beratkan kebahagian, kesejahteraan, kebesaran, pada kuantitas, pada sebanyak apa kita mampu mengumpulkan, menumpuk harta. Pada sejauh mana kita sanggup memenuhi pundi-pundi harta, setinggi apa tahta yang mampu kita capai dan sehebat apa kita mampu memikat wanita dengan harta dan tahta yang kita punya.
Wajar, pada batas kewajaran karena manusia dibekali dengan nafsu, salah satunya adalah nafsu untuk berkompetisi dengan manusia yang lainnya. Tetapi, segala sesuatu yang berlebihan tidak akan baik pada akhirnya. Ambisi akan dunia yang melampaui batasnya, maka akan menimbulkan kehancuran pada si empunya ambisi pada akhirnya.
Akhir dari sebuah catatan panjang adalah bahwasannya hidup itu indah dengan segala apa yang ada, dengan segala apa yang disertakan di dalamnya. Menerima yang satu, maka haruslah dapat menerima yang lainnya. Menerima indahnya dunia, maka terimalah dunia pada bagian tergelap yang ada di dalamnya. Karena memang seperti itulah dunia sesungguhnya, indah dengan segala apa yang ada di dalamnya.
Hidup itu indah, bisa merasakan hidup itu indah, dan pada akhirnya, hidup itu indah dengan segala apa yang Allah sertakan di dalamnya.
Tuesday, October 27, 2009
KoNTempLasi, belajar dari kontemplasi tak berarti
Menunggu yang berkata "misalkan...." itu
Menunggu dalam diam dalam temaram dalam sesuatu yang serba tidak pasti
Menunggu yang memang nampaknya tidak ingin 'ditunggu' oleh siapapun itu.
Sampai akhirnya "apa lagi yang harus ditunggu?"
Sampai akhirnya "untuk apa menunggu yang tidak pernah berkata 'ingin ditunggu' itu"
Sampai akhirnya beberapa bulan kedepan "akan tetap menunggu"
Sampai tiba masa berkata "sesuatu itu memang tidak perlu ditunggu"
Sampai tiba masa angkat bicara "sesuatu itu memang tidak ingin ditunggu"
Sampai tiba masa yang lain berkata "mari pergi melangkahkan kaki bersamaku, tinggalkan yang itu, tinggalkan masa lalu itu"
Sampai akhirnya, dengan berat pada saat itu mau tidak mau harus berkata "baiklah, mari bantu aku untuk meninggalkan sesuatu yang pernah membekas untuk beberapa waktu itu"
Wahai sesuatu itu apakah kamu membaca jalan pikiranku
Apakah kamu mengetahui apa yang sedang bergemuruh di dalam pikiranku
Apakah kamu tahu perdebatan yang sedang terjadi di dalam kepalaku
Bila kamu mengetahui itu, beritahu aku
Bila kamu menyadari itu, katakanlah sesuatu
Tapi, kembali yang ada hanya diam
Kembali yang tersisa hanya desir angin malam
Kembali yang tersisa hanya riak-riak daun bambu.
Hanya gemuruh dedaunan yang terhempas kesana kemari diombang-ambingkan oleh angin kehidupan
Kamu memang begitu
Kamu memang seperti itu
Kamu memang selalu begitu
Thursday, October 22, 2009
aku-kontemplasi-berdamai dengan diri
Kadang mereka tak ubahnya menjadi sebuah koleksi pribadi di dalam diary, kadang menjadi alat penghibur ketika hati memang benar-benar butuh untuk dihibur meskipun diary itu sendiri mati, tak bernyawa tak juga dapat berkata-kata.
Ada yang katakan hebat, entah darimana letak hebatnya, aku tak tahu. Mungkinkah karena permainan kata-kata itu? Aku pun tak tahu. Aku manusia semua tahu akan hal itu, tidak lebih hebat dari manusia yang lainnya, tidak juga mulia karena memang aku bukan manusia yang pantas dimuliakan oleh manusia yang lainnya. Pada dasarnya, aku hanya manusia biasa dengan sekelumit kisah, dengan segunung atau mungkin lebih, aib yang Dia simpankan, yang Dia sembunyikan dari manusia yang lainnya. Tetapi inilah aku, maka jangan sekali-sekali menganggap lebih tentang aku.
Dahulu, sebelumnya mari kenali diriku, aku adalah wanita. Sebut saja aku begitu, karena memang begitu jarang aku meminta manusia yang lainnya untuk menyebut aku dengan sebutan “Wanita”.
Wanita biasa, memahami cita-cita dahulu. Dengan seabrek aktifitas, sempat aku berpikir bahwasannya aku akan menjadi orang besar, berpengaruh yang kemudian dengan pengaruh itu aku bisa mengubah apa-apa yang ada di sekelilingku. Bisa membuat sesuatu yang biasa menjadi nampak berbeda, bisa membuat sesuatu yang bukan apa-apa menjadi sesuatu yang bermakna. Dan pada puncaknya, aku ingin menjadi manusia yang hebat di mata manusia yang lainnya, bodohnya, sombongnya.
Beberapa tahun berlalu, ada beberapa hal yang semula kaku, seperti beku, mulai memuai, mencair, mulai mengalir seiring dengan perjalanan waktu, seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam diri dan aku menyebutnya dengan “proses pendewasaan diri”. Idealisme-idealisme yang kadang membuat buntu, falsafah-falsafah yang kadang kaku hingga membuat diri sendiri terganggu, hingga membuat bagian terdalam di dalam diri berteriak “AArrrgghhh aku tak tahan lagi dengan segala ke-perfeksionis-an yang kamu pertahankan itu”.
Meledak, hampir meledak, perlu waktu untuk berdamai kemudian meredamnya hingga memunculkan berbagai resolusi-resolusi bahwa diri tidak bisa terus begini. Berputar-putar, berpikir, berkutat di dalam ruang berpikir untuk mendapatkan hasil dari pemikiran yang mendekati kematangan sebagai akibat dari sebuah kontemplasi yang panjang. Hingga akhirnya, semua berubah ketika niat untuk merubah itu berubah dari yang besar menjadi mendasar. Dari yang fenomenal menjadi fundamental.
Aku pikir, saat ini aku dan wanita itu berpikir. Mungkin aku tidak bisa menjadi manusia yang hebat di mata manusia yang lainnya. Mungkin juga aku tidak bisa menjadi wanita yang hebat di mata wanita yang lainnya.
Baiklah, mari berdamai dengan sisi ego yang bersemayam di dalam diri. Mari mengubah sudut pandang hingga yang negative dapat berubah menjadi positif, hingga yang nampak tak bermakna bisa berubah menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi semua. Mungkin aku bukanlah apa-apa di mata manusia yang lainnya, tapi aku akan menjadi apa-apa di mata keluarga. Mungkin aku wanita biasa di mata wanita dan manusia yang lainnya, tapi aku akan menjadi wanita luar biasa di hadapan dia yang Dia tunjukkan, yang Dia tuliskan bahwa dia yang akan menjadi teman hidupku nantinya.
Mungkin aku adalah wanita-wanita pada umumnya, tapi aku akan menjadi wanita yang penuh dengan sesuatu yang bermakna ketika berjumpa dengannya teman hidup yang Allah berikan padaku nantinya. Mungkin aku bukan wanita hebat di mata mereka, tapi aku akan berusaha menjadi wanita yang hebat di mata suami dan anak-anaknya.
Kadang, berpikir, akan kubuat dia yang Dia berikan padaku menjadi manusia, hamba Allah yang paling beruntung di dunia karena bisa menjadi teman hidupku, karena dia yang Dia pilihkan untukku, sudah mencintaiku karena besarnya cintanya pada Nya.