Pages

Friday, January 23, 2009

ini tentang 3 org anak dan ibunya

Sudah dua hari ini, anak pertama ummi sakit demam, dan hari ini salah satu dari anak kembarnya ‘syahidah namanya’ turut menyusul sakit pula. Saya hanya diminta menemani ummi seharian menjaga ketiga anaknya, yah tak apa lagi pula hari itu hari minggu.

Ummi tidak memasak, kecuali hanya sedikit saja untuk ketiga anaknya. Tidak dapat berpanjang lebar bercerita, hampir kehabisan kata-kata 23 November 2008, entah rasa apa yang menghinggap di dalam dada. Siang itu abi sedang tidak ada di rumah, seperti biasa, abi menghabiskan waktu di masjid Al Mubarakah, karena memang abi bekerja di sana. Menemani ummi bermain bersama ketiga anaknya, kata ummi ‘kalau sakit bawaannya mau menyusu terus mbak, ndak mau berhenti’ begitu jelas ummi, ya sejauh pengamatan saya, syahidah tidak pernah mau berhenti menyusu pada ibunya.

Lain syahidah, lain pula zaid, anak itu hanya diam, sesekali saya goda, mencoba mengajaknya bermain seperti hari-hari biasa. Biasanya, dia selalu minta dipangku, kadang memeluk sampai menciumi saya berkali-kali. Agak geli sebenarnya, karena lelaki yang menciumi saya hanya ayah saya, dan itu pun entah kapan saya sudah lupa. Dua hari ini, zaid hanya diam, tidak ada celotehnya, tidak pula teriakannya yang memanggil saya dengan kerasnya manakala ia ingin bermain dengan saya, tidak juga jerit tangisnya terdengar manakala saya hendak pulang meninggalkan rumahnya ‘mbak gak boleh pulang’ begitu ujarnya dengan santai, sampai-sampai ummi harus memegang tangannya agar ia tidak berlari mengejar saya yang sudah meninggalkan rumahnya.

Sebenarnya saya sedang lapar, benar-benar lapar. Terlebih lagi hujan mengguyur selama beberapa hari ini, pakaian yang saya jemur pun, harus mengiba-iba pada sang mentari agar ia mau sedikit berbagi, tapi tidak juga, matahari masih enggan unjuk gigi, meskipun jam sudah menunjukkan pkl 10.00 pagi WITA.

Tidak ada yang tertidur, saya hanya bermain-main dengan shalihah, kembaran syahidah. Zaid hanya terbaring lesu di atas tempat tidurnya sedang syahidah menyusu pada ibunya. Sembari bercerita, ya seperti biasa ummi kembali bercerita, bercerita tentang apa? Ah saya sudah lupa, padahal baru kemarin rasanya. Tidak menyenangkan hanya bermain dengan shalihah seorang, padahal biasanya syahidah pun tidak bisa diam.

Lama, duduk tenang di atas pangkuan sembari menyusu pada ibunya, tiba-tiba syahidah mulai merengek, menangis, saya hanya menyaksikan, sesekali saya menoleh kepada dua anak beranak itu tanpa melepaskan perhatian dari shalihah yang terus bermain dengan saya. Biasa kalau bayi sedang sakit, begitu kata umi, maunya menyusu saja. Begitu juga yang terjadi pada syahidah, ia menjadi bayi yang begitu manja, sampai ketika asi tidak lagi menarik baginya, ia hanya menangis saja, entah bagaimana rasa yang diderita anak seumuran dia bila demam itu hinggap di tubuhnya. Saya tidak tahu, padahal saya juga pernah melewati masa-masa itu.

Mau apa sayang’ begitu kata ummi pada salah satu anak kembarnya itu, ummi mencoba menawarkan asinya ’o ndak mau, ya sudah’ lalu ’kita nyanyi aja ya? Mau lagu apa?’ ummi pun memulai dendangan lagunya, ’ana hidah, farhan jidan, ana lihah, farhan jidan, na na na.... ana zaid farhan jidan’ hmmmh saya menghela nafas panjang, ketiga anaknya tertawa, senang mendengarkan ibunya bernyanyi meskipun dengan suara yang tidak seberapa, dengan nada dan irama yang sekenanya saja.

Ummi terus bernyanyi, semua lagu-lagu islami yang ia tahu, yang biasa ia perdengarkan pada anak-anaknya. Saya hanya duduk diam di sudut, terpana menyaksikan (berlebihan? Tidak ini tidak berlebihan). Sesekali ummi kembali bercerita dan itu berarti terpotonglah lagu yang ia nyanyikan, saya agak terkejut rasanya, ketika syahidah menangis mengetahui ibunya tidak lagi bernyanyi, sembari mendekap anaknya ummi kembali melanjutkan dendang lagunya.

Kembali, ketiga anaknya tertawa. Shalihah menggeleng-gelengkan kepalanya, entah apa yang ada di dalam kepalanya, ia hanya nampak senang mendengarkan suara ibunya dan syahidah tetap duduk diam dalam dekapan, kata ummi ’anak-anak itu kalau lagi sakit, merasa nyaman kalau di dekat ibunya’, begitu ternyata.

Tidak ada yang istimewa yang ummi berikan, hanya bernyanyi, ya bernyanyi sembari menampakan wajah gembira, padahal lelah sudah ummi rasa sedari pagi dini hari tadi. Bangun pkl 03.00 pagi, merendam pakaian lalu mencuci, terkadang bila sudah terlalu lelah, abi yang menggantikan ummi untuk mencuci sampai menjemur pakaian. Mau hujan mau panas, anak-anak selalu dimandikan pkl 05.30 pagi, keluarga itu selalu melakukannya setiap hari, setiap pagi.

Saya, hanya seseorang yang mengenal mereka selama dua bulan saja, tidak lebih tidak juga kurang. Mencoba menuliskan sedikit cerita tentang keluarga yang menurut saya subhanallah rasanya.

Masya Allah saya jadi teringat pada ibu saya di rumah, ibu itu yang selalu bangun di tengah malam meladeni saya yang mengerjainya karena jerit tangis yang kadang tak henti-hentinya. Ibu itu pula yang belakangan saya tahu selalu berdoa agar saya berjumpa dengan orang-orang yang baik di setiap perjalanan saya. Ibu itu juga yang belakangan ini sering kali menitikkan air mata ketika mencurahkan isi hatinya pada saya, ibu itu pula, ibu itu pula yang membuat saya kehabisan kata-kata dan ibu itu adalah ibu saya.

Dan rasa melankolie itu kembali merayapi hati perlahan tapi pasti.

-bersambung-