Pages

Friday, July 1, 2011

Keep away from Facebook


......... itu yang seseorang pesankan pada saya, sore itu, kemarin, tanggal 30 Juni 2011.

Sore yang indah, ketika langit digelayuti awan-awan kelabu nampaknya akan turun hujan hari itu. Dan memang tidak berapa lama, hujan pun turun. Sedang senang mengunjungi bumi rupanya, hingga hampir setiap hari hujan menyirami tanah-tanah kering di tempat ini.

Wajah bertekuk itu kembali terlihat dari ibu muda itu. Kesenangannya membersihkan segala sesuatu, membuatnya terkurung di dalam sebuah keterbatasan, dimana jiwanya alam pikirannya tidak lagi merasa bebas. Kesenangannya berubah menjadi beban yang menggelayutinya setiap harinya. Ditambah dengan tingkat kedewasaan yang belum berada pada tingkat matang, beban tersebut berimbas pada semua orang yang berada di sekelilingnya. 

Angry woman just illustration
Maka, mulailah wajahnya berubah menjadi sesuatu yang tidak sedap dipandang mata, bahkan yang melihat pun menjadi malas dibuatnya. Pekerjaannya terkesan dipaksakan, tidak ada keikhlasan, tidak ditemukan kesenangan di dalamnya. Tidak, tidak lagi. Dampak yang lain adalah segala sesuatu yang bisa dibuat efektif, hemat dari segi biaya dan waktu, berubah menjadi hal yang mubazir, membuang tenaga dan waktu dengan sia-sia. Untuk hasil yang tidak seberapa atau bahkan buruk sebenarnya.

Tetapi, menurut dia, si pelaksana, si ibu muda yang berusia seperempat abad lebih beberapa tahun. Pekerjaan yang ia lakukan, dilakukannya dengan sepenuh hati, dengan penuh keikhlasan. Tetapi, sayangnya yang menilai pekerjaan itu bukan kita yang mengerjakannya, tetapi individu lain yang melihatnya.

Baiklah, mari kita membuka hari ini dengan cerita kemarin, tentang saran dari seorang kawan lama, tentang -menjauhlah dari Facebook-.

Entah kenapa, lama saya memang tidak pernah bercakap-cakap lagi dengannya. Lelaki yang usianya beberapa tahun jauh lebih tua dari saya. Dia sudah menikah dengan wanita yang jauh lebih baik dan lebih cantik dari saya. Dahulu perasaan saya mengatakan bahwa dia menyimpan rasa terhadap saya, tetapi dari cara saya bertindak, bertingkah laku, saya menolaknya. Dia lelaki yang baik, lucu, tetapi baru kemarin sore saya menyadari mengapa saya melewatkan dia, mengapa saya menghindari perasaannya, mengapa saya menolaknya. Karena, setiap kali dia meminta saya bercerita tentang hari-hari saya, dia tidak pernah membiarkan saya menyelesaikannya. Dia tidak pernah memposisikan diri sebagai pendengar setia, bahkan hingga kemarin sore.

"Jarang online ya?"
"Jarang lihat di Facebook?"

"Oh ya kak, saya memang jarang membuka Facebook. Tidak menemukan manfaat lagi di sana, banyak status-status yang tidak penting menurut saya". Dan di dalam hati saya berkata, -aku sudah muak melihat status-status tidak penting dan tidak berguna-, yang mereka publikasikan di sana, Facebook.

"ya, baguslah, memang gak ada manfaatnya. Baguslah kalau kamu sudah tahu".

"Ya memang sudah tahu dari dulu"
"status-status seperti -huuft lapar-, -mengeluh sakit-, atau -suami istri yang saling balas membalas status- padahal bisa dikirim lewat pesan singkat, atau bahkan si suami/istri bisa menelpon langsung tanpa mempublikasikannya melalui account Facebook nya.

"Sebenarnya saya sudah pernah menasehati seorang teman saya kak, tapi ya sudah sepertinya nasehat saya kurang diterima, dianggap angin lalu". Tidak bisa dan tidak akan pernah bisa memaksakan pendapat, kehendak, bahkan pada orang terdekat kita sekalipun. Itu yang saya tahu, yang saya pelajari dari manusia tentang psikologi mereka.

"oke lah kalau begitu, sukses ya dengan rencananya"

"yup, salam untuk istri dan anaknya kak"

selesai, percakapan terhenti begitu dia mengucap salam dan saya membalasnya. 'Click' telepon terputus.

-Keep away from Facebook-

Beberapa orang menganggap FB adalah hal yang positif, ya tentu saja apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Tetapi, dari sekian banyak mereka yang masuk ke dalam jaringan saya, status yang saya baca terkadang membuat geli indera penglihatan saya, membuat jengah, membuat saya enggan membacanya. Bahkan sempat membuat muak, hingga saya pernah memutuskan untuk tidak -contact- dengan account FB saya untuk beberapa bulan lamanya.

Memaki, scolded in illustration
-Sakit-, mereka tumbuh menjadi manusia yang jiwanya sakit. Mengeluh tentang -lapar- hingga -putus cinta-, padahal FB tidak akan bisa menyelesaikan masalah -lapar- mereka, anda masih tetap harus makan untuk mengobati rasa lapar yang mendera. Atau ada yang memaki-maki temannya, konsumennya, melalui account FB nya. Dan ketika saya coba beri saran, mereka memberi alasan -saya sudah antisipasi dia, orang yang saya maki, tidak akan membaca status saya ini- atau, -konsumen saya tidak mengerti FB-. Baiklah, nasehat saya memang terkesan -ikut campur-, tidak berharga, tetapi jauh dari apa yang mereka pikirkan. Tindakan mereka berbahaya bagi kesehatan jiwa mereka sendiri. Pribadi yang kekanak-kanakan, tidak matang dalam berpikir, tua dalam usia tetapi tidak dewasa di dalam tindakannya.

Atau kebiasaan memposting photo pribadi yang seksi, atau kebiasaan memposting status -sayang- antara lelaki dan perempuan, atau kebiasaan mempublikasikan -kemesraan- di wall Facebook, hingga beratus-ratus orang yang menjadi teman di LINK Facebook nya membaca, what for ???. Saya muak, benar-benar muak. Analisa saya, mereka yang setiap hari memposting status tidak pentingnya, merupakan orang-orang yang bermasalah dengan dunia nyata. Mereka merupakan individu kesepian yang tidak dapat eksis di dunia nyata. Hingga memutuskan dunia maya sebagai tempat untuk mengeskpresikan diri mereka.

Menyedihkan, ketika manusia kehilangan tempat sandaran untuk membagi ceritanya. Bukan dengan Tuhannya, Allah Yang Menciptakannya, tetapi Facebook yang di -created- oleh manusia, melenakan mereka. Analisa lain adalah, mereka yang terbiasa memposting status -tidak penting-, -memposting photo diri sendiri secara berlebihan-, memposting status mesra suami istri atau dengan pacar-, memiliki keinginan untuk diakui. Sadar atau tidak, entahlah tetapi sepertinya para pelaku tidak sadar dengan dampak dari apa yang mereka lakukan setiap hari. Tidak sadar dengan akibat dari kebiasaan mereka mem-post-ing status di wall Facebook mereka, bahkan tentang berita bahwa -suami lagi dinas keluar kota, sendirian nih- tidak sadar bahwa dia sedang mengundang bahaya untuk datang ke rumahnya.

Atau tentang seseorang yang memposting kata-kata yang bijak, tetapi secara tidak sadar percayalah perasaan mu akan senang ketika banyak -jempol i like this- yang menempel di Wall mu. Di kata-kata yang kamu tampilkan pada account Facebook mu. Hingga membuat si pembuat status, ketagihan untuk mem -posting- status yang kurang lebih sama bijaknya.

Keep away from facebook

yes i am, yes i did. Saya mengupayakan jiwa, hati, alam dan pikiran untuk membuat sesuatu yang terpampang di sana, merupakan sesuatu yang bermakna, yang ketika orang lain membacanya. Menjadi sadar ia, terbelalak matanya, terbuka hatinya, tersingkap tabir gelap yang berada didalam indera pendengarannya. Agar menjadi sadar ia, terbangun dari mimpinya. Mengurangi atau bahkan berhenti dari aktifitas tak bermaknanya di dunia maya. Aktifitas yang membuat untung dan kaya seseorang yang sudah meng -created- Facebook dan rekan-rekannya yang memasang iklan di sana. 

Yang kaya makin kaya, kita? tetap memilih menjadi konsumen yang dibutakan, yang kecanduan, yang dicuci dan tercuci otak, hati dan alam pikirannya. Kemudian terlahir kembali menjadi manusia yang tidak tahu apa-apa
Dan meskipun saya tidak bisa membuat mereka sadar dan terbangun untuk kembali ke dunia nyata. Setidaknya, saya menjaga hati, akal, jiwa, pikiran dan psikologi saya untuk tetap terbangun. Tidak tenggelam ke dalam dunia maya dengan menjadi pesakitan yang berkeliaran di account Facebook saya.