Pages

Thursday, September 25, 2008

Zaman yang melahirkan

Fenomena, saya hanya ingin sekedar menuliskan. Zaman banyak melahirkan manusia-manusia yang terlihat berbeda namun sebenarnya terdapat beberapa kesamaan di dalamnya.


Zaman melahirkan fir’aun, haman, qarun masa kini, abu jahal, abu lahab dan abu-abu yang lainnya. Semua nampak berbeda dalam rupa namun tetap sama dalam hal karakter dan sifat yang dihasilkan oleh zaman itu sendiri, mereka masing-masing menyesuaikan diri dengan zamannya.


Menemui manusia-manusia yang mengabaikan faktor x dalam hal ini keberadaan Sang Maha pada proses penciptaannya hingga ajal menjemputnya. Ada yang katakan bahwa Tuhan itu akal budi, ada pula yang katakan Tuhan itu adalah buatan manusia itu sendiri.


What ever lah, manusia itu memang begitu, dari dulu selalu begitu. Ketika layar terkembang, berlayarlah ia, ada beberapa manusia yang lupa bahwasannya Allah lah yang menggerakkan kapal hingga ia bisa berlayar dan itu Allah firmankan dalam Al Qur’an.


Pernah berpikir bagaimana kiranya kapal tiba-tiba berhenti di tengah lautan? Dan ketika kapal diguncangkan sedemikian sehingga, manusia dengan sepenuh hati, dengan penyesalan yang mendalam, berseru memohon keselamatan diri kepada Tuhannya.

Maka ketika Allah selamatkan ia, ia sampai di daratan penuh sukacita dan tepat saat itu juga, ia lupa pada Tuhannya yang sudah menyelamatkannya.


Beginilah manusia, begitulah manusia, tidak salahkan kamu yang mencintai tahta dan kuasamu, tidak juga salahkan kamu yang cintai wanitamu lebih dari Rabb yang sudah menciptakan kamu, tidak juga salahkan kamu yang begitu mengagumi hartamu, tidak sama sekali tidak.


Sederhana, sederhana apa yang membuat kita manusia menjadi begitu, semua yang ada di dunia, kasat mata adanya, sedangkan Dia, Dia tak kasat mata, Dia tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat oleh mata secara harafiah dalam pengertiannya, namun dapat dirasa, Dia dapat dilihat oleh mata, mata hati manusia.

Wednesday, September 24, 2008

Radiasi Ponsel Vs Sperma

Jakarta - Setelah studi yang menyebutkan penggunaan ponsel membuat anak rentan kanker, kini sebuah studi yang digagas oleh Cleveland Clinic kembali memperkuat bahwa radiasi ponsel juga bikin sperma loyo.

Sebelumnya, Cleveland Clinic juga pernah melakukan studi serupa yang menyatakan kaum lelaki yang menghabiskan waktu berjam-jam melakukan panggilan via ponsel memiliki resiko penurunan jumlah sperma.

Kini studi lanjutan mencoba mengambil sampel sperma dari 32 subjek dan didekatkan 2,5cm dengan ponsel yang mengeluarkan sinyal. Jarak tersebut disimulasikan berdasarkan kebiasaan pria yang mengantongi ponselnya dimana jaraknya dekat alat kelamin mereka.

"Karena banyak orang menggunakan handsfree untuk karena isu kesehatan dan radiasi, namun kini lebih penting lagi untuk dipelajari dan memberikan pengertian bahwa sinyal radiasi yang paling besar adalah sumbernya yang diletakkan menempel dengan anggota tubuh mereka yang lain," ujar Dr Edmund Sabanegh, salah satu tim periset seperti dikutip detikINET dari Vnunet, Rabu (24/9/2008).

Tuesday, September 23, 2008

Ini tentang KEBENARAN

Tentang 4JJI

Dalam diskusi, komentar, dan posting di search engine, hampir seluruhnya sepakat tidak menemukan relasi antara Judas, Jesus dan Isa Al Masih, sehubungan dengan ancaman akidah umat muslim yang menggunakan singkatan 4JJI. Dalam keyakinan agama Kristen, Jesus adalah Isa Al Masih itu sendiri, sedangkan Judas adalah murid yang berkhianat pada Isa Al Masih. Untuk mendampingkan ketiga nama ini menjadi arti untuk Judas, Jesus, Isa AlMasih adalah sebuah ‘pemaksaan’ yang lahir dari iseng-iseng, atau mungkin ada kepercayaan baru yang mengagungkan ketiga nama ini ya?

Tentang MOH’D


Tidak ditemukan arti lain dari kata ini dalam Wikipedia selain penggunaannya untuk menyingkat kata Muhammad. Untuk dog with big mouth..Allah Maha Mengetahui. Semoga siapapun yang memulai menyebarkan arti Moh’d ini, not a dog with big mouth!


MECCA

Kata mecca (dengan huruf kecil) sendiri, dalam wikipedia berarti: (1) A place that is regarded as the center of an activity or interest; (2) A goal to which adherents of a religious faith or practice fervently aspire; dan (3) Is borrowed from Mecca. Dalam komentar yang ditulis Aimal, mengatakan bahwa tidak ada hubungan arti kata antara mecca dengan house of wine, namun ada sebuah bar di San Fransisco yang bernama mecca, dan beliau berkesimpulan bahwa mungkin saja karena nama dari bar ini maka beberapa saudara2 muslim membuat pesan ini, “not tospell it mecca but makkah.


Tentang MOSQUE

Kata “Mosque” dalam bahasa Inggris yang artinya adalah “Masjid” berasal dari bahasa Spanyol “Mezquita” (BUKAN Mosquito) dari abad ke 15, 16 dan 17 untuk sebutan tempat beribadah kedua terbesar saat itu di Eropa, Mezquita de Córdoba peninggalan Umayyad dynasty of Cordoba.

Kata Mezquita pun merupakan serapan dari bahasa Arab : Masjid, kata tersebut dibawa oleh Umayyad Dynasty ke Cordoba ( Bukan oleh Raja Ferdinand pada waktu perang salib ). Kata Mezquita kemudian diserap oleh orang2 Eropa menjadi berbagai sebutan, antara lain : “Moseak”, “muskey”, “moschy”, and “mos’keh”, yang pada akhirnya berangsur-angsur menjadi standard baku di Perancis dgn sebutan : “Mosquee” ( Inggris : “Mosque” )


Penjelasan untuk yang salah mengerti, ada sedikit info dari kamus :

Bhs Indonesia : Nyamuk
Bhs Inggris : Mosquito
Bhs Spanyol : (juga) Mosquito, cínife, zancudo

Bhs Indonesia/Arab : Masjid
Bhs Inggris : Mosque
Bhs Spanyol : Mezquita

Jadi kalo dibilang asal - usul kata Mosque itu dari bhs Spanyol (Mosquito = nyamuk) INI SALAH BESAR.... karena bahasa Spanyolnya Mesjid itu Mezquita yang terlafalkan mirip dgn bhs Arab “Masjid”, bukan “Mosquito”

  1. sumber http://move-nisa.blog.friendster.com/
  2. sumber http://syamsyah.wordpress.com
  3. sumber http://en.wikipedia.org/wiki/Mezquita

Poinnya sih, cuma agak sedikit ingin mencerahkan pandangan teman-teman, ingin sedikit berbagi ilmu pengtahuan agar kiranya kita tidak menjadi manusia yang asal ikut-ikutan saya, asal forward-forward sms saja.

Asal mula artikel ini cep keluarkan, karena agak sedikit merasa jengah dengan teman-teman yang sms-sms setiap malam, yang isinya tentang pelarangan penggunaan kata-kata di atas, dan ketika saya bertanya apa sudah dicek kebenarannya, yang ada hanya kalimat 'kata teman saya', atau 'harusnya bersyukur, ada teman-teman yang mau memberitahukan hal-hal kecil yang suka terlewatkan oleh kita...bla..bla..'.

Jadi, karena kesal dengan alasan yang mereka kemukakan, maka hati dan kepala ini tersinkronisasi untuk segera mencari kebenaran dari semua berita atau lebih tepatnya isu yang setiap malam bertebaran dan dirasa semakin membingungkan. Alhamdulillah, ternyata tidak begitu sulit mendapatkan kebenaran kalau sekiranya mau mencari, akhirnya tidak sampai 5 menit apa yang saya cari, saya dapatkan. Silahkan membaca, buka mata, buka hati, ini tentang fakta, bukan sekedar katanya.


"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." Qs Al Isra (36)

Thursday, September 18, 2008

fiksi -Sang Dewi-

Bismillahirrahmanirrahim


Sebuah fiksi sebagai pengantar kisah dewi kali ini….

‘tidurlah ‘Wi, tidak banyak yang bisa kuberikan hari ini, seperti hari-hari sebelumnya. Aku sudah tua, hampir sebaya dengan umur orang tua yang melahirkanmu’. Wahai dewi istri ku, entah untuk alasan apa aku memintamu menemaniku menghabiskan sisa-sisa hidup ku, entahlah aku tak tahu.

Hmmh maafkan aku, tidak ada emas dan seperangkat alat sholat sebagai mas kawin untuk mu, maafkan tidak ada gaun pengantin, tidak pula pesta yang meriah, yang mampu membuat sinar matamu berbinar seperti sinar mata wanita-wanita yang dipersunting oleh lelaki pujaan hatinya.

Aku sudah tua, tepatnya renta. Tidak menyesalkah kau menikah dengan ku wi?’ menjadi istriku akan sengsara dirimu, aku hanya seorang yang bekerja serabutan” begitu ucapku padamu beberapa tahun yang lalu.

Engkau hanya tersipu malu, aku semakin ‘ah menikahi mu bukan karena cinta seperti pemuda-pemuda itu, yang menikahi gadisnya karena cinta yang membuncah di dalam dada. Aku menikahimu karena sayang ku padamu. Apa memang begitu? Entahlah, aku tak tahu


Aku melamarmu pada orang tua mu, mereka katakana engkau gila, aku tak peduli ‘wi, aku cinta, tapi bukan cinta yang seperti mereka punya. Malam semakin larut, angina-angin dingin menusuk itu, masuk menelusup. Sudah lelap engkau rupanya, masih dapat tertidur nyenyak engkau istriku, kekasihku yang lugu.


Kita tidak pernah berbicara melalui kata, karena tak pernah ku mengerti ketika kau bicara. Kita, kau dan aku hanya berbicara melalui isyarat mata, begitulah kita berkata-kata, begitulah kita berbicara, bahasa yang hanya kau dan aku saja yang tahu dan mengerti akan maknanya.

Pikiran ini menerawang, bersyukur aku memiliki mu istriku. Angin malam semakin menusuk, menembus sampai ke tulang, ku dekap erat engkau dewi, istriku sayang. Engkau semakin gemuk saja wi, berisi, perut mu semakin membuncit, mungkin bila suatu hari nanti aku ada rezeki, ku bawa kau ke dokter yang mahal itu wi, harapan ku pak dokter akan berkata bahwa engkau sedang mengandung anak ku, atau mungkin bapak dokter yang mahal itu akan berkata ”istri bapak cacingan....” hmmh mungkin menurut sebagian orang itu penyakit kampungan.


Malam semakin larut, angin malam yang dingin semakin menusuk, tak ada selimut. Dalam gelap ku kenali wajahmu dengan lekat, dekat, istriku, aroma tubuhmu, tak pernah dapat ku belikan minyak wangi yang mahal itu, tak pernah. Tapi engkau adalah wanita yang paling wangi di indera penciumanku.


Maafkan aku sayang, tak ada uang untuk membiarkan mu memanjakan diri untuk sekedar berdandan, bersolek, merias diri. Tapi, kau tetaplah wanita yang paling cantik dan menawan di mata ku.


Aku mengantuk,. Ku belai rambut mu wahai dewi istriku, ku pejamkan mata mencoba melelapkan diri dan pikiran ini, mendekapmu erat, tak akubiarkan angin malam itu mengganggu tidurmu. Selamat malam istriku, tidurlah, mimpikanlah hal-hal yang indah, karena bisa jadi sampai ajal menjemput nanti, mimpi-mimpi mu takkan pernah dapat ku wujudkan, meskipun barang sebentar, meskipun hanya sekejap mata memandang.


Dalam diam, riang suara jangkrik-jangkrik, harmoni manakala malam menjelang. Suara hilir mudik kendaraan, semakin meramaikan orkestra yang alam ciptakan.


langkah-langkah kaki dirasa begitu berat menjejak bumi, mereka sedang menuju kemari, ke arah gubug ini. Istriku terbangun, ia mulai berbicara entah tentang apa. Kami yang berada di dalam hanya saling memandang dalam diam.


Mereka meminta kami keluar, ”keluar !!!” dengan paksa, semberi memukul tiang penyangga gubug yang hanya terbuat dari bambu yang tak seberapa kokohnya.


Aku pun keluar, matahari sudah mulai menyapa hari, ”kalian semua harus pergi dari sini”, salah seorang dari mereka bertubuh besar, berkumis bampang, dengan seragam bertuliskan ”SATPAM UNILA” angkat bicara.

Darahku mendidih, tidak sopan. Ia berkata dengan begitu angkuh, tanpa permisi, tidak juga dengan mengetuk pintu, karena memang gubug ini tidak memiliki pintu selain kain yang alih fungsi sebagai pengganti pintu dari kayu. Beberapa anak buahnya mengayun-ayunkan tongkat sembari memandang liar ke sana ke mari, sinis, dari pancaran sorot matanya menyiratkan ”kalian tidak pergi dengan cara halus, kami pakai kekerasan’


Aku mencoba bicara, ”kami salah apa pak? Kami Cuma numpang tidur”. Istriku, dua orang wanita tua yang beberapa hari ini bersama kami, berdiri di belakang ku ”istri bapak mencuri handphone milik warga sini, jadi kalian harus pergi pagi ini juga. Kalau tidak juga mau pergi, kami panggilkan polisi, biar istri bapak di penjara” begitu ujar lelaki itu.


Kupandangi wajah istri ku, ia kembali bergumam. Ku perintahkan dua orang wanita tua dan anak ku, untuk mengemasi barang-barang yang ada. Tak banyak, karena memang kami tak punya apa-apa.


Satpam-satpam itu mengawasi kami, seolah-olah kami memang benar-benar mencuri. Istri ku tidak mencuri, ia bukan pencuri dan aku tahu pasti. Mereka gunakan itu hanya sebagai alasan agar kami angkat kaki dari sini. Burung-burung itu berkicau, indah, di pagi hari ini. Dan di pagi ini pula aku harus membaca keluargaku untuk segera angkat kaki dari tempat ini. Sebelum beranjak pergi, kupandangi mereka satu persatu, lalu ”istri saya bukan pencuri pak” dengan penuh amarah ku katakan itu.


Mereka, satpam-satpam itu tetap berdiri tegak dalam diam. Kami pun berjalan beriringan, meninggalkan gubug yang sudah kami dirikan, diami seperti halnya rumah kami sendiri.


Dari kejauhan nampak satpam-satpam itu menarik paksa, mencabut paksa tonggak-tonggak gubug yang terpancang. Mereka menghancurkan, merusak, gubug yang kami dirikan beberapa waktu yang lalu. Bukan tak mau membelamu wahai istri ku, bukan tak mau mempertahankan gubug itu.


Aku tahu, menuduh mu mencuri hanya sebagai alasan agar kita angkat kaki. Mereka ingin kita pergi dan bila aku bertahan mereka mengancam dengan kata-kata ”POLISI”, aku terpaksa, maafkan aku ’Wi, maafkan aku istriku. Kami terus berjalan, sesekali aku menoleh ke belakang. Gubug itu kini tinggal tumpukan-tumpukan bambu. Dinding-dindingnya koyak dan hancurlah sama sekali istana yang aku bangunkan untuk mu istriku, hancur dalam sekejap.


Tak lama, dua orang wanita paruh baya yang selama ini ikut menumpangi aku dan dewi pamit untuk pulang ke kotabumi. Niat semula untuk pulang ke kampung halaman menjelang lebaran, diurungkan. Mereka akan pulang hari ini, pagi ini juga.


Dalam bahasa ibu mereka berkata ”terima kasih banyak” begitu ujar ibu parni. Aku hanya tersenyum menggigit, malu, tak dapat memuliakan tamu. Mereka bertiga saling menatap dalam haru, istri ku dan dua orang wanita paruh baya itu. Hanya bisa memandang mereka berdua yang semakin lama semakin menghilang dari pandangan.


Tak tahu lagi harus tinggal dimana, kampus hijau yang ridang ini, tidak lagi menerima kami sebagai penghuni. Mau menggelandang? ’ah tidak’ tak kan ku biarkan istri ku menggelandang bersama ku. Pada akhirnya, dengan menahan malu, aku dan istriku kembali menumpang di rumah mertuaku. Maafkan aku istriku


Kembali, cerita di atas sekedar cerita fiksi berasal dari alam mimpi. Entah bagaimana kebenaran ceritanya, namun secara garis besar, apa yang terjadi dalam kisah fiksi Sang Dewi, ada yang mendekati kebenaran, berdasarkan kenyataan

Wednesday, September 17, 2008

Bird and Love

Tentang Cinta




Apa makna yang tersirat dari potongan-potongan gambar yang kamu lihat? Bisa memaknainya? atau hanya sekedar dapat berkata "bagus ya" atau "itu maksudnya apa ya ?" atau hanya sekedar sekelebat mata saja kamu menatapnya.

Terserah tentang apa dan bagaimana kamu memaknainya, tetapi menurut si empunya photo, yang meng-capture photo ini, sedikit banyak, potongan-potongan gambar itu berkisah tentang cinta, bukan melalui kata-kata bukan pula melalui tatapan mata.

(halah, melankolienya kumat)

Monday, September 15, 2008

Wanita Vs Parfum

Sudah lama tidak menunaikan sholat di masjid ini, masjid Al wasi’i.


Hari sabtu, hmmh sebenarnya mau menghabiskan waktu di laboratorium hingga sore menjelang, tetapi malang saat adzan dzuhur berkumandang, kunci kmar mandi di laboratorium ini entah kemana, hilang, tidak keruan.


Hasilnya, yah saya putuskan untuk pulang.


Masjid ini, masih seperti dulu. Tidak ada perubahan yang cukup signifikan (cieee.. bahasanya). Mata ini memandang kemana saja ia suka, senang berada di masjid ini, ada pembatas tinggi antara shaf pria dan shaf wanita. Tidak seperti hijab yang ada di masjid disebuah institut yang pernah saya kunjungi beberapa waktu yang lalu.


Hijab antara pria dan wanita, terkesan sekedarnya saja. Mungkin hanya setinggi lutut orang dewasa. Masih melayangkan padangan mata kemana saja, hingga ketika mata menumpu pada sebuah tulisan berupa peringatan yang tidaklazim menurut saya. Kira-kira seperti ini bunyinya


’wanita dilarang menggunakan parfum atau minyak wangi, kecuali di rumah”


Geli hati, mau tertawa saya rasanya. Mungkin menurut kamu hal ini tidak lah lucu, tapi tidak bagi saya.


Apa itu parfum? Siap pula pencetus pertamanya? Apa pula yang terkandung di dalamnya, hingga kadang dalam kadar tertentu bisa membuat hidung ini terbatuk-batuk, dan kepala ini pusing dibuatnya


Beberapa fakta tentang parfum


Parfum adalah campuran minyak esensial dan senyawa aroma (aroma compound), fiksatif, dan pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, atau ruangan. Jumlah dan tipe pelarut yang bercampur dengan minyak wangi menentukan apakah suatu parfum dianggap sebagai ekstrak parfum, Eau de parfum, Eau de toilette, atau Eau de Cologne.


Dalam perspektif islam


Nabi Shalallahu alaihi wassalam bersabda:


”Siapa saja perempuan yang memakai harum-haruman (parfum) maka janganlah ia menghadiri shalat isya (dimasjid) bersama kami” {Shahih riwayat Imam Ahmad,Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i dari jalan Abu Hurairah, juga lihat kitab Ash-shahihah hadits no.1094)



Selebihnya klik di sini


Lalu bagaimana dengan yang memiliki masalah bau badan?


Jangan khawatir kan sudah banyak produk yang dijual dipasaran untuk mengatasi masalah tersebut. Mulai dari yang berbentuk bubuk sampai yang cair dijual bebas. Pilihlah yang tidak memakai wewangian, apalagi kalau kamu-kamu rajin minum jamu maka bisa dikatakan nggak begitu sulit untuk mengatasi masalah “bau badan ini” ditambah lagi dengan rajin mandi, minum jamu dan memakai produk khusus untuk mengatasi “bau badan” maka insya Allah kita-kita akan terhindar dari bau yang tidak menyenangkan itu. So kita tidak akan bergantung lagi dengan parfum.


Masih tidak dapat berkata-kata, nampaknya kebiasaan wanita-wanita yang menggunakan parfum selepas menunaikan sholat, dirasa cukup menganggu indera penciuman pria-pria yang menunaikan sholat di masjid Al wasi’i ini.


Hmm masih diam dalam kegelian yang mendalam dan pada saat saya menuliskan kisah ini, tepat di sebelah saya, ada seorang wanita muslimah yang bersendawa ’Ohhhhh, ia sudah kenyang rupanya’ tapi sayang sungguh saya, untung tak dapat diraih malang tak dapat di tolak (hiperbolik kembali). Si wanita muslimah mengubah suasana dengan sendawanya, lama tertegun dalam diam, hingga akhirnya saya tertawa dalam tertahan, hhhh beginilah dunia, sejatinya Rasulullah SAW, menganjurkan untuk tidak bersendawa dengan bersuara demi menjaga kesopanan.



Malam Pertama

Semua pasti ada awal mulanya bukan.

Hari ini indah, membuka hari dengan meregangkan semua persendian diri ini. Mari sedikit membuka memori ke beberapa tahun yang lalu, tahun pertama, di malam pertama.

Malam itu akhirnya tiba juga, deg-deg-an? tidak juga. Berdebar-debar? ah berlebihan agaknya jadi pada intinya adalah biasa-biasa saja. Selepas membersihkan diri, menyegerakan berbuka selepas adzan maghrib menggema, karena menganut pemikiran bahwa akan mengantuk bila makan terlalu banyak sebelum sholat tarawih, maka saya hanya mengisi perut saya seadanya atau lebih tepatnya tidak diisi, karena hanya menenggak segelas air putih saja.

Lama, akhirnya adzan isya berkumandang, menyegerakan membasuh diri dengan air wudhu meskipun sebenarnya belum ada yang membatalkan wudhu saya. Bergegas menuju masjid yang berada tidak jauh dari asrama Annisa no 20 A, berjalan kaki beberapa meter, beramai-ramai dengan anak-anak asrama. Ini kali pertama saya sholat tarawih di bulan ramadhan di tahun ini, karena di hari malam pertama ramadhan, saya menunaikan sholat tarawih di kamar saja.

Singkat saja dalam berkata-kata di dalam bercerita, akhirnya saya dan teman-teman asrama sampailah di masjid Darul Fatah. Nama masjid ini, sama dengan nama ponpes yang mengasuhnya. Ramai, seperti biasa ada anak-anak kecil yang berlarian kesana-kemari, ada remaja-remaja putri yang sama mahasiswanya dengan saya, tak ketinggalan warga sekitar masjid yang tak luput dari pandangan mata.

Ibadah sholat isya pun dimulai, malam pertama bagi saya, benar-benar menentramkan. Sampai salam diucapkan, sholat isya selesai ditegakkan. Anak-anak kecil itu masih saja ramai, seorang pak ustadz terdengar setengah berteriak, memanggil atau lebih tepatnya memarahi anak-anak lelaki yang menyulut petasan pada saat sholat isya dilaksanakan, jantung ini pun sempat berdegup kencang manakalan itu petasan, melolong kencang tanpa permisi, tanpa kompromi, Alhamdulillahnya pada saat itu petasan berbunyi, bibir ini terkatup, kalau tidak, bisa-bisa latah saya merusak sholat isya yang saya jalankan.

Tidak ada ceramah hari ini, entah mengapa, menurut sang imam, akan dilanjutkan langsung dengan sholat tarawih, sekali sholat 2 rakaat.

Saya tidak tahu benar-benar tidak tahu menahu, kalau pun saya tahu, tentu tidak seminim itu persiapan saya untuk menghadapinya.

Rakaat pertama, sholat tarawih dimulai, awal tenang dirasa, merasa nyaman, 'beginilah kiranya nuansa ramadhan seharusnya'. Hmm, lama mulai tidak khusyuk dirasa, kepala ini mulai berkunang-kunang, kaki ini tidak mampu lagi menopang, lalu 'gdubrakkk', hhh saya terjatuh, tidak sadarkan diri untuk beberapa saatnya dan saya baru sadar bahwa saat itu saya 'pingsan'.

Kali pertama seumur hidup saya, saya pingsan karena sholat tarawih yang baru mulai dua rakaat saja. Usut punya usut, mengapa sholat tarawih begitu lama, ternyata ponpes ada rencana menghatamkan satu juz setiap malamnya, dan malam pertama itu adalah malam uji coba. Beberapa detik terduduk dalam diam, saya pun langsung bangkit meneruskan sholat yang sempat saya tinggalkan dalam ketidaksadaran dan dalam kekeliruan.

Sholat tarawih pun selesai, salah seorang dari anak asrama angkatan 2000 jurusan kimia, menemui si umi yang notabenenya suaminya adalah pemimpin ponpes yang juga ikut menunaikan sholat tarawih bersama kami. Si mbak bertanya mengapa 1 juz semalam, si mbak berkata pula , bahwa 'banyak warga yang awam dan orang-orang tua yang ikut sholat di masjid ini', si mbak juga berkata bahwa ada yang pingsan.

Si Umi memberikan pernyataan, bahwa yang tidak kuat ya jangan sholat di sini, si umi pun berkata bahwa yang pingsan pasti jilbabnya pendek. Si mbak menjawab 'justru yang pingsan yang jilbabnya lebar umi, malah mengajar di TPA sini' begitu ujar si mbak pada si umi. Si umi tetap kukuh pada jawaban, si mbak meradang dalam kesal dan mengutarakannya pada kami selepas sholat tarawih dijalankan.

Hmmh, tinggalkan si mbak yang masih protes dengan jawaban si umi. Berpikir, ya saat itu saya berpikir, 'kalau tau bakal 1 juz, pastilah saya sudah isi perut saya dengan amunisi, bukan hanya dengan segelas air'. Saya tidak ingat pasti seperti apa rasanya pingsan, yang pasti malunya hingga hari ini masih saya rasakan, pasalnya esok harinya di kampus, teman-teman pada bertanya 'apa benar saya pingsan pada saat sholat tarawih dijalankan'.... 'ohh tidak', siapa pula yang membantu dengan sukarela menyebarkan itu berita hingga anak-anak kampus pada tahu semua, entah yang satu jurusan entah pula yang berbeda jurusan, entah yang satu fakultas entah pula yang beda fakultas, mereka pada tahu semua.

11 September 2008, tadi malam, kembali saya jalankan sholat tarawih di masjid itu, masih dengan 1 Juz nya, dengan jamaah seadanya, santri-santri dan jamaah-jamaah yang entah darimana datangnya. Sepi, ya tentu sepi, karena warga sekitar lebih memilih pindah ke masjid lain yang tak berjauhan letaknya dengan masjid Darul Fatah.

Dan saat menuliskan kisah ini, saya baru ingat bahwasannya salah satu yang membatalkan wudhu adalah bila seorang itu dalam keadaan pingsan. Konyol, kenapa? karena pada hari dimana saya pingsan, saya tidak kembali mengambil wudhu, tetapi sekonyong-konyong langsung mengikuti sholat tarawih untuk rakaat yang berikutnya.

Mau tertawa rasanya, katanya 'cecep? pingsan?', begitu kata mereka bila melihat saya.

Sunday, September 14, 2008

Sang Dewi - 9

Berjumpa dengannya kembali


Pagi di tanggal 26 Agustus 2008, terus mencoba menyusuri papping-papping menuju laboratorium fisika. Sampai di sebuah tikungan, saya berjumpa kembali denganya, ya saya berjumpa lagi dengan dewi yang selama ini cari.


“Dewi !!!” saya terkejut melihatnya, entah bagaimana rasa di dalam dada. Pada kenyataannya, saya begitu merindukannya. ”Eh embak”, saya mengulurkan tangan, ingin bersalaman. Tiba-tiba, dia menempelkan telapak tangan saya di pipi kiri, lalu di pipi kanannya.


”Dari mana aja Wi, sekarang tinggal dimana?” begitu saya bertanya padanya ”Sekarang di teluk mbak”. Lama tak berjumpa, ”Sudah makan?” rambutnya semakin pendek, dengan cat berwarna kuning tua, yang nampak dicat asal-asalan saja.


’Semakin gendut kamu wi’ entahlah, saya tidak tahu, tak juga ingin bertanya, karena tak mau menyinggung perasaannya. Melihatnya saja sudah cukup membuat saya senang bukan kepalang.


Selepas memberinya sedikit bekal, bakal membeli sarapan saya pun bergegas pergi setelah sebelumnya mengucap salam. Saya tak lagi menoleh ke belakang, entah kemana Dewi melangkahkan kaki, saya tak tahu. Hmmh, entahlah. Kembali hanya dapat berkata entahlah, melihatnya saja sudah mampu membuat senyum saya mengembang sepanjang perjalanan.


Ternyata saya memang benar-benar merindukannya dan dewi saat itu sudah menanggalkan hijabnya.



Saturday, September 13, 2008

Sang Dewi - 8


Masih ingat dengan kisah Sang dewi? Pernah membacanya? kalau belum klik link di bawah ini,


Sang Dewi 1

Sang Dewi 2

Sang Dewi 3

Sang Dewi 4

Sang Dewi 5

Sang Dewi 6

Sang Dewi 7


Terakhir kali saya berjumpa dengannya.


Lama tak melihatnya, akhirnya dari kejauhan, nampak saya begitu mengenal dia yang berjalan. Seorang wanita muda berkerudung putih, 'ah dia nampak masih bertahan dengan pakaian takwanya' begitu kata hati kala itu.


Sebelumnya, beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan dua orang lelaki yang sangka saya suami dan anaknya. Anak lelaki tanggung itu mengenali saya, lalu tersenyum sekenanya. Senyumnya membuat saya menghampirinya unutuk sekedar bertanya dimana dewi berada.


Ya, dewi masihlah menarik bagi saya. Menurutnya, dewi sudah tidak lagi berada di seputar kampus unila, semenjak peristiwa pengusiran itu, ia tidak lagi nampak oleh mata. ”Dewi sekarang di teluk mbak” begitu ujar anak lelaki itu. ”Terima kasih ” dalam senyum saya meninggalkan dia dan lelaki tua, dia suami Dewi.


Entah hari itu, entah beberapa lama kemudian, saya bertemu dengan Dewi di pusat keramaian kota, pasar. Tepatnya di dalam sebuah warung bakso dan mie ayam saya bertemu dengannya dan seperti biasa, dia mencoba menjual suaranya, suara yang tidak seberapa.


Si empunya warung berusaha mengusirnya, ”Dewi !!!”, begitu saya memanggilnya dengan setengah berteriak. Ia melihat saya, lalu ”Eh embak, ngapain mbak di sini?” saya masih diam terpana ”Dewi sudah makan?” dia menggeleng. ”Ikutan makan ya” begitu kata saya, lalu ”Mas satu mangkok lagi” saya pesan kan dia. ”Mie ayam aja mbak, saya gak suka daging” begitu kata Dewi.


Masih dalam diam ”Dewi sekarang dimana?” saya bertanya, dia duduk tepat di depan saya. ”Di teluk mbak” lalu dia mulai bercerita, hal ikhwal mengapa sekarang dia tidak lagi mau berada di seputar kampus UNILA.


Ia nampak gelisah, menyadari banyak pasang mata yang tertuju pada kami bertiga, Dewi pun beranjak lalu mondar-mandir di warung yang sempit ini. Saya tidak begitu mengamati, hingga ia menghampiri si pedagang bakso dan mie ayam yang sedang membuatkan pesanan.


Saya hanya menatap, mendengarkan percakapan Dewi dan ibu penjaga meja kasir yang berada di depan. ”Dia dibayarin sama mbak itu” begitu ujar si abang pelayan pada si ibu yang berada di meja kasir.


Pesanan Dewi selesai, ia luput dari pandangan kemudian menghilang. ’Ah wi, padahal saya masih ingin bercakap-cakap. Mendengarkan kamu bercerita, kita sudah lama tidak berjumpa’.


Saya tahu, ia tidak merasa nyaman dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, yang memandangnya. ’memang kenapa? Apa yang salah dengan dia? Saya pikir tidak ada’. Hanya saja, pandangan mata manusia-manusia yang berada di warung bakso dan mie ayam ini, mungkin serasa menghujam di dadanya ’ah wi’.


Setelah kejadian itu, saya tidak lagi berjumpa dengannya untuk beberapa bulan lamanya.


-to be continued-

Friday, September 12, 2008

Seorang kenalan yang bertanya

Kamu hidup untuk apa

Kembali teringat dengan seorang kenalan yang bertanya ”kamu hidup untuk apa? Kenapa kamu bertahan hidup di dunia? ”Saya hidup untuk yang Maha hidup, dulu sejatinya saya ingin meninggalkan dunia ini dalam usia muda. Berhari-hari menunggu, ternyata Allah belum juga kan ambil nyawa saya.

Lama akhirnya, saya berpikir bahwa belum saatnya saya meninggalkan dunia, baiklah selama masa itu belum tiba, saya akan lakukan apa yang saya bisa. Allah amanahkan pada saya, hmmh ingin menangis rasanya.

Ah, entahlah. Setiap kali menatap matahari, setiap kali menatap luasnya langit ini, setiap kali menikmati apa yang Ia berikan hingga kini, mengapa semakin dirasa berat, mengapa semakin dirasa begitu hati seharusnya mencintai.

Tak pernah sebanding apa yang dilakukan diri hingga saat ini, dengan apa yang telah dan akan Dia berikan setiap hari, setiap waktu, setiap desah nafas, setiap..setiap...setiap, saya diam dalam bungkam.

Kembali kepada dia yang bertanya ‘saya hidup untuk apa?’, yah sampai saat ini, di usia 22 ini, saya hanya berusaha melakukan yang terbaik agar Dia tidak kecewa pada saya yang sudah sekian lama memegang amanah yang Ia berikan untuk hidup di dunia.
Sampai tiba saatnya saya harus berjumpa dengan Nya.

Thursday, September 11, 2008

koyunlarzo3xz5.jpg hosted at ImageShack.us

Free Image Hosting at www.ImageShack.us

QuickPost Quickpost this image to Myspace, Digg, Facebook, and others!

Pagi di Kampus Hijau Tercinta

Pagi itu, 26 Agustus 2008

Terima kasih pada-Nya, terima kasih untuk semuanya. Terima
kasih telah memberi kesempatan untuk kembali menikmati iman dan islam di pagi ini.

Berjalan menyusuri papping-papping trotoar, pagi yang indah, apa yang tidak ada dikampus mu, ada di kampus ku... ah entahlah ini sekedar asumsi dari seorang anak manusia yang begitu mengagumi
keindahan alam kampus hijau yang Allah ciptakan ini.

Mengapa dada ini dirasa begitu lapang, mencoba mengintip Sang mentari dari sela-sela dedaunan. Memperhatikan dinamika kehidupan, menatap langit sembari terbenam dalam senyuman yang kadang membuat mereka yang melihat bertanya ’ada apa dengan dia? Apa dia gila?’. Hari ini indah, ya setiap hari dirasa begitu indah.

Menyenangkan berada di sini, di kampus ini. Saya mencintai setiap pepohonan yang ada di dalamnya. Saya mencintai setiap kicauan burung yang dengan setia menemani dari pagi hingga petang menjelang. Saya mencintai suara serangga-serangga yang mengerik di siang hari menciptakan harmoni. Seperti berada jauh di dalam hutan, tenang.


Saya mencintai keindahan yang Dia berikan pada tiap kali saya memandang matahari yang setiap pagi merangkak, meninggi, hingga membuat saya membasahi diri dengan peluh keringat di pagi hari karena berjalan kaki.


Saya mencintai setiap manusia yang saya temui di kampus ini, hingga Dia beri saya kesempatan untuk belajar, untuk mengerti akan hiruk pikik kehidupan ini. Banyak hal manis dan pahit yang berawal dari kampus ini. Entahlah, betapa Ia penuh dengan segala. Betapa begitu sulit bagi saya untuk sekedar melukiskannya ke dalam kata-kata.


Mengapa berada di sini

Seorang kawan pernah bertanya, mengapa dahulu saya tidak memilih
untuk belajar di institusi tempat dimanadia belajar saat ini. Tidak ada jawaban pasti saat itu, karena memang saya tidak tahu mengapa saya memilih berada di kampus hijau sampai saat ini. Lama, hingga akhirnya saya berkata pada diri saya.

Bahwasannya saya mulai memahami mengapa Allah tempatkan saya di sini. Ini memang salah satu dari sekian banyak skenario yang harus saya jalani, dari kampus ini saya belajar tentang apa itu kehidupan, saya belajar tentang bagaimana mengamati manusia dan hiruk pikuk yang ada di dalamnya.

Hhhh mencoba menghela nafas panjang, entahlah. Hati ini dirasa begitu berat, dirasa titik-titik air itu mulai ingin membasahi.

Rasa begitu enggan untuk meninggalkan, tak terasa sudah 4 tahun, banyak hal yang sudah saya
pelajari di sini, yang mungkin belum tentu akan saya jumpai bila saya berada di kampus lain yang ada di negeri ini.



Setiap manusia lahir ke dunia dengan mengemban tugas yang Allah berikan padanya. Tak sama, antara tugas yang Allah berikan padamu dan tugas yang Allah berikan pada saya. Dan pada kenyataannya, Allah memberikan pada saya amanah untuk berada di kampus hijau UNILA.

Dan mentari senja mulai menyapa disela-sela daun pohon kelapa