Pages

Monday, June 27, 2011

Nyanyian selamat datang

Aku senang, hari ini aku senang, benar-benar senang

Menarik nafas panjang, mendengarkan lantunan ayat suci Al Qur'an berkumandang dari tempat yang jauh di sana, meskipun tidak sampai berkilo-kilometer jaraknya. Adzan ashar pun berkumandang, kicauan burung turut meramaikan suasana petang yang sejuk dan temaram.

Hujan, hujan itu turun membasahi bumi. Sudah lama mereka tidak datang mengunjungi, dan hari ini beberapa saat Allah menurunkan rahmat Nya melalui air hujan yang mengguyur kota ini, kotabumi dan sekitarnya. Tidak seberapa tetapi penuh makna. Tidak banyak, tetapi cukup mengobati rasa rindu sang bumi kepada air hujan, kepada kesejukan. Tidak melimpah, tetapi cukup membuat manusia tersenyum gembira akan datangnya rahmat dari Sang Pencipta, Pencipta air hujan itu sendiri tentunya.

Aku tumpu kan wajah pada jeruji besi jendela kamar ku, merasakan setiap jengkal kesejukan itu. Aku tumpu kan wajah ku pada hembusan angin di sore hari ini, merasakan lembutnya belaian, terpaan angin di penghujung sore hari ini. Gembira, senang hati, aku bahagia, seperti merasa jatuh cinta, tetapi jatuh cinta pada apa ? pada siapa ? Hati ini bertanya-tanya akan perasaan di dalam hati yang berbunga-bunga, meletup-letup seperti loncatan-loncatan elektron dan proton di dalam alam raya. Seperti apa rupanya? aku tidak tahu, aku tidak pernah melihatnya, hanya dapat merasakannya, rasa gembira itu hanya dapat dirasakan oleh alam pikiran dan alam imajinasi ku. Tidak dengan akal sehat ku.

Aku jatuh cinta, pada sore hari yang bahagia ini. Aku jatuh cinta menumpukan hati pada angin yang menerpa wajahku dengan lembutnya. Aku jatuh cinta pada kicauan burung yang melengkapi hatiku dalam menjelajahi perasaan yang meletup-letup di dalam sini, di dalam kalbu ku ini. Aku merasa jatuh cinta pada kumandang adzan di sore hari yang sejuk ini. Dan aku merasa semakin jatuh cinta kepada Dia, Tuhan ku, Allah Yang sudah menganugerahkan rahmat Nya di sore hari yang indah ini.

Aku masih lah tetap aku, terkadang penggunaan kata aku begitu terasa mengganggu. Seperti rasa ego yang ingin diakui ke aku an ku. Kata saya itu lebih menarik hati, dirasa lebih menggugah jiwa, menyentuh rasa bersalah ku sebagai seorang hamba, anak manusia, hamba sahaya, yang tak mampu berbuat apa-apa, yang hanya bisa meminta belas kasih pada Nya.

Ini tentang cinta, tentang perasaan yang begitu lama terpendam, teredam sebagai akibat dari kebodohan ku sebagai anak manusia, cucu adam yang sempat terhempas jauh ke dalam ruang gelap yang lembab dan menakutkan. Ini tentang jiwa, jiwa yang gersang, yang kembali merasakan haus akan titik-titik cahaya yang menenangkan jiwa. Ini tentang rasa haus, rasa haus akal sehat dan alam pikiran, rasa haus tentang kebenaran, rasa haus tentang kesadaran, rasa haus tentang kenyataan bahwa sebagai manusia seharusnya aku bisa menempatkan dimana posisi ku berada kini.

Kumpulan partikel-partikel seperti aku ini, yang mudah tercerai berai dengan satu kalimat -kun fa yakun-. Sebuah individu yang sempat lupa, kemudian mencoba kembali ke jalurnya, meskipun secara tak sadar aku mencoba menafikannya. 

Sore hari ini, bumi aku mencintai mu, apa adanya kamu. Rindu di dalam hati ini akan hembusan angin mu, rindu di dalam jiwa ini akan ketenangan di sore hari mu. Bahkan beberapa dari manusia, ada yang terlena, terlelap di dalam tidurnya, terlena dengan angin petang mu yang menyejukkan raga, yang mengobati gersang selama beberapa hari lamanya.

Selamat datang hujan yang menyejukkan, selamat datang angin petang yang melenakan bagi mereka yang terlena yang sempat lupa. Dan selamat datang kepada burung-burung yang berkicau di sore hari yang menyejukkan jiwa, di hari ini. Akan aku nyanyikan lagu selamat datang untuk mu wahai hujan, ku persembahkan pada mu wahai bumi, ku berikan pada mu wahai petang.