Pages

Tuesday, November 29, 2011

KETIKA

Ketika, lelaki itu serta merta mengatakan -tidak suka- ketika aku berandai-andai dengan kata ketika yang tersirat dalam kata lainnya -bagaimana-.

"Mas, gimana yang kalau kamu enggak ada? aku gimana?" 
Begitu aku lontarkan pertanyaan pada suamiku hari itu

"hush, gak boleh ngomong gitu ah, mas gak suka"
Jawaban singkat sebelum kemudian ia kembali sibuk dengan setumpuk pekerjaannya yang ia bawa ke rumah.

"Ya sudah deh, aku tidur duluan ya, gak apa ya mas? nanti kalau perlu apa-apa bangunin aja ya"
"Iya" begitu jawabnya

Aku tidak tahu suamiku itu tidur pukul berapa, yang jelas pagi itu dia membangunkan aku seperti biasa untuk sholat tahajud kemudian menanti shubuh bersamanya, sampai pagi tiba.

Air keran pagi itu terasa begitu dingin menyentuh pori-pori kulitku yang tipis. Setiap basuhan air wudhu yang menyentuh terasa membangunkan setiap direktori-direktori syaraf yang tersebar di seluruh tubuhku. Melihat dia membentangkan sajadahnya di musholla kecil yang kami punya, musholla yang menjadi bagian dari rumah sederhana aku dan dia, yang sama mungilnya dengan musholla yang juga sama kecilnya dengan jumlah keluargaku, hanya aku dan dia.

Sunday, November 20, 2011

"aku dan bayang hitam itu" dalam seberapa penting

pernah bertanya seberapa pentingkah kita bagi orang lain? 
pernah bertanya, seberapa penting diri kamu bagi teman mu? 

jangan bertanya seberapa penting dirimu, bagi orang tuamu
jangan juga bertanya seberapa penting diri kamu bagi keluargamu

tapi, bertanya seberapa penting orang tuamu di dalam kehidupanmu
penting, ya hanya ketika kamu membutuhkan tempat bersandar yang kuat, tangguh,  dan tetap. Tidak berpindah tempat seperti teman-teman yang hilir mudik datang dan pergi. Ada teman yang karena ketulusan, kesamaan nasib dan cerita awal, ada teman yang sejalan karena kesamaan dalam kepentingan.

Orang tua dan keluarga memiliki kesan yang berbeda, memiliki guratan di dalam kain kanvas pelukis dengan garis-garis tegas, yang kadang hitam bila kita melihat dari sisi ego sentris kita sebagai manusia. Memiliki garis lembut, cerah, mengharukan, luar biasa memiliki makna, bila kita melihat dari sudut pandang yang berbeda, sisi manusia yang menghargai bahwa apa-apa yang keluarga, orang tua kita lakukan, semua karena mereka mengetahui pasti tentang kita.

Sebesar apapun kebaikan orang, manusia yang lalu lalang di hadapanmu, semua memiliki kepentingan yang jelas dari dirimu sebagai individu.

Lalu seberapa pentingkah dirimu bagi temanumu

Berdasarkan hasil pemikiran, mengamati, menganalisa, mencoba menarik sebuah kesimpulan. Ketika kita berada dalam satu karakter, bisa jadi kira dekat dengan dia. Ketika kita berada dalam satu kepentingan bisa menjadi kedekatan yang dipaksakan. Ketika itu berdasarkan agama, suku, ras dan golongan, rasa senasib dan sepenanggungan, maka keterikatan emosional antara kita dengan dia, akan semakin besar dirasa.

Tetapi, ketika semua sudah terpenuhi, cerita tidak lagi seperti awal mula dia terjadinya. Maka keterikatan itu bisa terkikis secara simultan sampai mungkin dia habis.

Aku dan bayangan hitam itu

"Apakah kamu merindukan kedua orang tuamu"
bayangan hitam itu menunjuk kepada ku
"aku? ya aku merindukan keduanya"
dia mendekat, bergerak menjauh dari tempat dia terbentuk. Bahasa tubuhnya mengisyaratkan -kenapa kamu tidak menelepon mereka-
"aku? ya, kamu benar, aku terlalu lemah mengakui bahwa aku terlalu keras kepala untuk memulai semua itu"

Bayangan hitam itu semakin mendekat
Berdiri di sebelahku
Tepat di samping telingaku
Rasa dingin yang tiba-tiba datang, membuat seluruh rambut-rambut di tubuhku meremang. 

Secara tiba-tiba ia meniupkan angin yang sejuk ke telinga sebelah kananku

Cahaya putih yang tadinya nampak hanya seperti sebuah titik dari kejauhan di tengah dia, bayangan yang hitam, semakin nampak jelas. Semakin lama semakin membesar, semakin terlihat.

Bayangan itu menggambarkan tentang sesuatu yang aku masih mencoba menelaah ada apa di balik cahaya yang dia tunjukkan. 

Banyak orang yang hilir mudik, tanpa menghiraukan aku yang melihat tidak jauh dari keramaian yang terbentuk, terlihat secara tiba-tiba di depan mata. Ada ketiga orang saudara ku di sana, duduk diam. Melihat kakak perempuan ku memeluk satu-satunya keponakanku, yang selalu tidak bisa diam. Lucunya dia "hafizh diem ya, liat itu bakas sama kajutnya......" aku tak lagi mendengar apa yang kakak perempuanku katakan kepada anak lelakinya itu. Bayangan hitam itu menutup kedua telingaku, aku melihat ke arahnya, 

"kenapa?"
Ia meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya -sssst- ia ingin aku diam
"baiklah, aku diam" aneh, pikirku
Masih berdiri melihat dari kejauhan, sebuah drama yang aku masih tidak mengerti maksudnya.
Bayangan itu mengarahkan telunjuknya ke depan, ke arah seorang anak perempuan yang lain, adik perempuan ku, dia membaca Al qur'an
"kamu tahu, diantara kami berempat, aku merasa dia yang akan berada di surga yang paling atas" begitu aku memamerkan adik perempuanku kepada bayangan hitam itu.
Sembari tersenyum memandang adik perempuanku aku berkata
"dia paling rajin membaca Al quran. Hey, kenapa dia menangis?" 
Aku segera menggerakkan kedua kakiku, sampai bayangan itu menahan ku, dengan menarik lengan kananku.
Dingin, tangan bayangan hitam itu begitu dingin

Dia kembali memintaku untuk diam, melihat.
semakin ramai saja yang datang, kakak perempuan ku masih duduk dalam diam. Dia memberikan keponakanku kepada ayahnya, kakak iparku. Mengikuti apa yang adik perempuanku lakukan, membaca Al Quran. 

Kali ini, bayangan itu menunjuk ke satu sudut ruang dimana aku melihat seorang pemuda tanggung. Diam, -terbengong-bengong-, dia nampak bingung atas apa yang terjadi saat ini. Dia nampak melihat ke sana- ke mari, ingin bertanya, tapi nampak bingung untuk bertanya pada siapa.

Air mataku jatuh
lemas, dia adik lelaki ku, satu-satunya adik lelakiku. Tak pelak itu membuat hatiku berteriak, dengan mata berkaca-kaca
"ada apa dengan ini semua?"
Bayangan itu membuka tabir yang nampak buram sebelumnya di depan mataku. Dia menarik tirai putih yang sedari tadi menutupi penglihatanku.

Ada tubuh yang terbujur kaku di depan kakak dan adik perempuanku. Terbungkus kain putih, dengan kapas di sana-sini, menutup hidung dan telinga.

Aku lemas, meremang, ingin menjerit, ya aku menjerit, aku berteriak
mereka adalah kedua orang tuaku, ayah dan ibuku. Aku berlari, mencoba mendekati tubuh kaku kedua orang tuaku yang sudah tak lagi bernyawa itu.
Aku tak mampu, aku tak dapat.
Aku melihat ke arah bayangan itu
"kenapa? kenapa aku tidak bisa menghampiri mereka"
Bayangan itu hanya diam, tak bergeming

Sekuat tenaga aku berusaha
Mengeluarkan segala kemapuanku
Tangis ku semakin pecah, tak tertahankan
Melihat adik lelakiku yang diam, tak mengerti akan apa yang terjadi

Melihat saudara perempuanku menangis dalam isak tertahan, melihat keponakanku menyentuh kakek dan neneknya dengan kedua tangan kecilnya, tetapi tak ada yang ia dapat selain kebekuan, bisu, diam, tak bergerak.

Aku menyerah
Aku lelah, sekuat apapun aku mencoba tetap tak dapat mendekati tubuh kaku ayah dan ibuku.

"Setidaknya, biarkan aku mendekati adik lelakiku, biarkan aku memeluknya"
Aku menangis berteriak
"biarkan aku menjelaskan kepada adik lelaki ku, tentang apa yang terjadi"
"tidak tahukah kamu, dia begitu dekat dengan ibu dan ayah ku"
"tidakkah kamu merasa iba pada dia, adik ku itu tidak normal, tidak seperti anak-anak yang lainnya"
"Tolonglah, aku mohon"
Aku mengiba-mengiba pada bayang-bayang hitam itu

Dia mendekat kepadaku, angin dingin itu kembali menghampiriku
Dia meniupkan angin itu kembali ke telingaku, semua hilang, pergi entah kemana. Semua yang ada di depan mataku, saudara perempuanku, adik lelakiku, semua pergi.

"kemana, orang-orang yang tadi lalu lalang"
"kemana kakak dan adikku?"
"kemana jasad ayah dan ibuku?"

Bayangan hitam itu, masih diam, tak bergeming. Kali ini yang dia lakukan hanya menutup kedua mataku beberapa saat, untuk kemudian membukanya kembali.

Nampak nyata, semua orang orang yang secara tiba-tiba kembali berada di depanku. Mereka menangis terisak, aku berlari, bertanya mendekat kepada mereka. Tapi tampak tak ada satupun yang dapat melihatku. Dan siapakah itu, yang sedang dimasukkan ke dalam lubang itu, liang lahat itu.

Aku menoleh kepada bayangan hitam itu, ia mempersilahkan aku mendekat, melihat dari dekat.

Aku terdiam, tersungkur di atas gundukan tanah galian yang merah. Aku begitu mengenal dia, wajah yang terbungkus kain putih itu, seluruh persendianku, tulang-tulangku tak dapat menopang tubuh ringkih ku. Jasad itu, itu adalah aku, itu aku, seperti itu kah rupaku, begitu kurus, tirus, pucat.

Aku melihat ke sekelilingku, ayah dan ibuku. Terlebih ibuku, menangis terisak ia, sesekali membenamkan wajahnya di tubuh lelaki itu, dia adalah ayahku. Guratan tua itu semakin nampak jelas di wajah mereka, nampak ayahku menahankan rasa sedihnya. Adik perempuan dan kakak perempuan ku menangis terisak-isak tak dapat menahankan, dan adik lelakiku, ia hanya diam dalam kebingungan.

Aku berlari, mendekat ke arah ibuku, mencoba memeluknya, mencium tangannya, tapi tak dapat, aku kini hanya bayang-bayang, seperti bayangan hitam itu.
"ibu, aku di sini, ade' di sini bu"
"ayah ade' di sini" 
Aku mencoba memeluk ayah ku, aku tak mampu

Aku berlari ke sana, ke mari, mencari bayangan hitam itu. Aku ingin bertanya apa arti dari semua ini, apakah Aku sudah mati? dimanakah aku kini? 

Bayangan hitam itu pergi, yang nampak hanya jubah hitamnya dari kejauhan, sesuatu berbisik kepadaku, kata-kata itu membuatku lemas, merinding, dan aku tahu selama beberapa waktu ini aku berteman dengan siapa. Suara itu berkata "dialah malaikat maut itu".

"Astaghfirullah"
hanya itu yang dapat aku ucapkan

Dari kejauhan, dia melepaskan penutup kepalanya, malaikat maut itu tersenyum kepadaku. Senyum yang lembut, tetapi membuat aku semakin takut.

aku tak ingat lagi akan apa yang terjadi pada diriku setelah itu, yang aku tahu aku sudah berada tepat di dalam kamar kostan ku di jalan pelesiran no 28. Aku masih hidup, kedua orang tuaku, mereka berdua pun masih ada, alhamdulillah, semua hanya halusinasi dari sebuah cerita.

Monday, November 7, 2011

Gaun seharga 600ribu, worthed or not worthed

Consumer behavior, bicara tentang leadership opinion, influencer, dan worthed or not worthed

Bicara mengenai gaun seharga Rp. 600.000, menurut saya yang tipikal -cuek-, sebenarnya gaun itu tidak menarik, tidak seberapa menarik. Tetapi, menjadi menarik, ketika si penjual berkata "dicoba saja mbak", lalu diikuti dengan -leadership opinion- dari seorang ibu yang usianya kira-kira 50 tahun, yang berkata "baju itu bagus kok untuk mbak, kalau buat saya gak enak, karena saya terlalu gemuk".

Begitu cerita awalnya

Alih-alih, karena ternyata saya masih-lah wanita, dan mudah dipengaruhi, saya pun mencobanya. Dan -walla-, penjual dan ibu yang pembeli, yang juga secara tidak langsung berperan ganda sebagai si-leadership opinion- plus -influencer-, berkata "cocok".

Sebagai calon pembeli yang sekaligus seorang wanita, saya terpengaruh, saya pun mulai bertanya tentang harganya. Kemudian penjual berkata "Rp. 675.000 mbak". -Wow- saya langsung mengernyitkan -hati-, karena kalau saya mengernyitkan dahi, si penjual tentu langsung bisa mengenali bahwa saya begitu keberatan dengan harga itu. 

Penawaran pun dimulai, karena saya terus terang menjadi terpengaruh oleh si pembeli yang berperan ganda tersebut, dan  terpengaruh oleh kata-kata manis pedagang. Pas nya berapa mbak "600.000" begitu katanya. Menimbang, saya terus menimbang, saya menjadi berpikir bahwa harga itu pantas untuk gaun yang memang dibuat "khusus - hanya satu" begitu informasi pedagang. 

Apakah saya jadi membelinya? 

Saya menundanya, kemudian beranjak pergi setelah sebelumnya saya meminta brosur yang sudah tertera no kontak yang bisa saya hubungi. 

Lama, setelah berada agak jauh dari tempat gaun itu dijual, seperti tersadar dari hipnotis si pedagang "hahahaha". Jadi inilah yang dinamakan dunia marketing, saya jadi teringat dengan apa yang dosen marketing saya sampaikan tentang kekuatan "leadership opinion" tentang peran "influencer" yang bisa memberi pengaruh besar kepada calon pembeli. Kalau saya tidak segera pergi dari tempat itu, mungkin saya sudah menjadi pembeli yang membeli karena "leadership opinion dan influencer", bukan membeli karena hasil observasi, yang saat ini sudah jarang ditemui.

Kembali mengenai mata kuliah marketing yang sedang saya ambil semester ini, alasan lain mengapa saya tidak jadi membeli "gaun Rp 600.000 itu", karena dosen Marketing saya berkali-kali berkata "biaya produksi T-shirt yang paling bagus, bisa berkisar antara Rp. 100.000 sampai Rp.150.000 rupiah". Sepanjang jalan saya semakin jadi tersenyum-senyum, sembari mencoba menganalisa berapa biaya produksi yang dikeluarkan oleh si produsen. Dan silahkan baca kutipan berikut ini
Ada 3 lokasi yang biasanya dijadikan tempat berburu bahan pakaian di Jakarta. Pasar Tanah Abang, Pasar Mayestik, dan Pasar Baru.


Harga kain chiffon (polos) biasanya dijual mulai harga Rp10.000,00 per meter . Tapi biasanya kalau kamu mencari yang benar-benar chiffon agak sulit. Mereka lebih banyak menjual "high count" atau "double high count" (terutama di Tanah Abang dan Mayestik). Kedua kain ini mirip dengan chiffon. Pedagang akan mulai membuka harga dari Rp15.000,00 sampai Rp17.500,00. Terus tawar serendah mungkin, bahkan sebetulnya bisa mencapai sedikit di bawah Rp10.000,00.


Harga kain satin biasanya dijual mulai Rp17.500,00. Jenisnya pun bermacam-macam. Yang cukup populer satin biasa dan satin "jeruk" (karena teksturnya mirip kulit jeruk). Di beberapa toko satin biasanya dijual dengan harga Rp20.000,00 per meter bahkan lebih. Tapi seperti biasa, tawarlah hingga harga yang diinginkan.


Mudah-mudahan informasi ini cukup membantu. Rekan lain mungkin punya informasi yang lebih lengkap.
Dan bahan gaun yang saat itu hampir saja saya beli adalah, chiffon. Bayangkan kalau saya jadi membeli gaun itu, dan kemudian saya membaca artikel di atas, bisa menyesal berlipat-lipat saya "Hahaha". Tapi baiklah, kita melihat dari sisi marketing management tentang "leadership opinion dan peran influencer" kemudian semakin mendalam dengan melihat sisi "consumer behavior" yang saat itu saya sebagai consumer-nya.

Gaun yang seharga "Setengah juta lebih Rp. 100.000" itu, 

Positioning dari gaun tersebut kira-kira sebagai pakaian muslimah

Memiliki segment yang kira-kira seperti ini
  1. Gender : Female
  2. Age : 17 tahun - 55 tahun
  3. Occupation : career women, student, housewife
  4. Salary : > 3.000.000 IDR
  5. Social state : Middle class
  6. Education : start from senior high school
  7. Living area : city, urban
Sedangkan target mereka adalah wanita yang usianya 17 tahun - 55 tahun, muslimah,  dengan main target female working or not working from middle class, Secondary target is student from middle class family with income > Rp. 3.000.000.

Terlepas dari harga gaun tersebut, beserta biaya produksinya yang menurut saya jauh "gdubrak" dengan harga jualnya. Mari kita melihat dari sisi tentang bagaimana sebuah kreatifitas dan inovasi, tentang bagaimana sesuatu yang berbeda bisa dihargai dengan nilai tinggi. Selain itu, kalau melihat dari target mereka dan nampak jelas sekali mereka menyasar "niche market", dengan value dari produk yang ditawarkan berupa ke-eksklusif-an. Kenapa? karena menurut info penjual, gaun itu hanya dibuat satu atau dua. Dalam arti, mereka tidak memproduksi massal, make to order.

9 November 2011

Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, bahwa semester ini saya sedang mengambil mata kuliah marketing dengan Mr. Satya Wibowo sebagai dosen pengajarnya. Serta alasan bahwa saya kadang seperti mengalami in-konsistensi mengenai Segmenting, targeting dan positioning. Maka, saya meminta dosen saya tersebut untuk mengoreksi ulasan saya di atas. Berikut koreksi yang beliau berikan pada saya melalui emailnya (dengan edit seperlunya),
Ada beberapa input yang dapat dijadikan perhatian. Opinion leadership pada artikel tersebut tidak tepat, karena apabila anda datang ke toko tersebut, beserta seseorang yg anda kenal, yang selama ini anda anggap sebagai orang yang mengerti tentang dunia fashion atau penampilannya fashionable, kemudian bisa diandalkan untuk memberikan advise mengenai pakaian, maka dia adalah opinion leader. Atau di toko tersebut anda bertemu seseorang yang terkenal dan anda percaya bahwa dia ahli untuk masalah fashion.
Mengenai target, target adalah segmen yang diambil dari segmentasi. Pada bagian segmentasi dapat ditambahkan muslim, middle and middle up. Maka target marketnya lebih spesifik lagi muslimah yang memperhatikan penampilan, middle up, sebaiknya usia dibuat lebih spesifik disesuaikan dengan gaun tersebut, misalnya 25 -35. 
Untuk harga jual agar dipertimbangkan / dibahas juga; ongkos buat, ongkos distribusi dan added value karena Design dan Brand.
Maka, segmenting  dari gaun tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Gender : Female
  2. Age : 17 tahun - 55 tahun
  3. Occupation : career women, student, housewife
  4. Salary : > 3.000.000 IDR
  5. Social state : Middle, middle up
  6. Education : start from senior high school
  7. Living area : city, urban
  8. For : muslim
Sedangkan target mereka adalah wanita yang usianya 25 tahun - 40 tahun, muslimah yang mementingkan penampilan,  dengan main target female working or not working from middle up class. Secondary target is student from middle up family with income > Rp. 3.000.000.

------------------------------------------------------END-------------------------------------------------
Demikian ulasan mengenai Segmenting, Targeting, positioning serta Leadership Opinion. Semoga bisa bermanfaat 

Sunday, November 6, 2011

Idul adha, dimanche 3 novembre 2011

pantas atau tidak, hari yang cerah. Sungguh hari yang indah, yang luar biasa, diwarnai dengan cerita yang luar biasa pula.

dimanche 3 novembre atau minggu di 3 november 2011.

Idul adha, untuk kedua kalinya merayakan idul adha di negeri orang, yang sebenarnya cuma berjarak beberapa ribu kilometer saja dari rumah tinggal kedua orang tua saya. Atau 12 jam bila ditempuh dengan jalur darat, dan kurang lebih 1 jam via udara.

Sholat ied, saya tidak tahu menahu kalau sholat ied di sini, taman sari, plesiran, bandung. Dimulai pkl 6.30 pagi dan tidak tahu juga kalau ternyata, tempat sholat pun bisa berbeda antara sholat ied fitri dengan ied adha setiap tahunnya. Jadi, dengan mukena putih pemberian ibu angkat dari almarhum Dyan Isworo, yang tidak lagi putih, karena terkena luntur selendang merahku, sebagai akibat dari kecerobohanku.

Berjalan tergesa-gesa bersama ibu kost, nenek lebih tepatnya. Menghindari jalan yang tergenang, becek, berwarna kecokelatan. Melalui gang-gang sempit antara bangun satu dengan bangunan yang lainnya. Dan sampailah di tempat sholat ied berjamaah.

Sendal tabur di sana dan di sini, berserakan di samping dan di belakang masjid. Pikir saya saat itu "ini masjid?" yang benar saja, tidak lebih besar dari rumah ibu kost, nenek lebih tepatnya. Terdiri dari dua lantai, lantai bawah diisi oleh jemaah lelaki dan lantai atas diisi jemaah wanita. Bersempal-sempalan, berjejal, kalau dihitung, masjid itu mungkin hanya menampung sekitar 50 sampai 70 orang, atau bahkan kurang.

Saya terlambat dan saya belum pernah terlambat sholat ied. Maka, dalam rasa tawakal saya serahkan pada Allah apakah ied saya yang di-masbuk diterima oleh Nya atau tidak.

Ied selesai, tak sempat mendengarkan khotbah sampai selesai, pikir lebih baik saya dengarkan dari kamar kostan saya saja. Terus terang, saya segera beranjak pergi karena tidak merasa nyaman dengan masjid yang saya jadikan tempat sholat itu. Sajadahnya kaku, mengeras karena debu yang melekat, dan entah kapan terakhir kali pengurus masjid mencuci sajadah yang ada di masjid itu. 

Tempat yang sempit, bahkan ketika saya sholat pun, terpaksa memiringkan tubuh saya ketika harus ruku', "Oh Tuhan, benar-benar"

saya segera pulang, sembari mengingat-ingat dari arah mana saya datang. Karena banyak sekali gang-gang kecil yang belum pernah saya lalui dan baru kali ini saya temui. Bertanya ke sana dan ke mari, saya pun berhasil keluar dari jalan tikus yang sempat membuat saya bingung untuk beberapa saat.

"Nenek gak sholat" begitu todong saya
"Habis, nenek cuma bawa bagian bawah mukena, yang atasnya enggak"
sembari menunjukkan dua buah bawahan mukena yang terselip di dalam sajadah miliknya.

saya pun  tertawa

Pelajaran hari ini

  1. dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Artinya, gak lantas karena sholat ied di daerah asal kamu mulai pukul 7 lantas menyamaratakan dengan daerah tempat kamu merantau, itu salah besar.
  2. kalau gak tau, ya tanya, supaya gak telat seperti saya sholat ied nya
  3. pastikan di dalam gulungan sajadah mu itu "mukena lengkap bagian yang atas dan bawahnya" supaya gak seperti nenek hahahha. Kasihan nenek, sudah jauh-jauh datang, mukenanya salah pula.
  4. Bangun pagi, langsung mandi. Jangan seperti saya, sudah tau mau sholat ied, pakai acara "menggeliat ke sana ke mari seperti kucing. Padahal gak tau, tempat sholatnya dimana.

Tadinya, saya begitu percaya diri bahwa sholat ied dilaksanakan di masjid dekat saya tinggal, hanya beberapa meter dari rumah nenek. Tapi ternyata, ya seperti yang saya ceritakan di atas, saya salah.

Anyway ini idul adha, semoga Allah menerima ibadah kita semua