Si penulis katakan, cinta, lalu cinta lagi, kemudian cinta lagi. Whuahhh cinta-cinta melulu, cinta pada siapa? Nampaknya, kalau tidak salah terka, masihlah cinta pada kekasihnya. Kekasihnya? Siapakah ia? Tentu saja kekasihnya itu si manusia.
Tidak akan membahas lebih jauh tentang si dia yang menulis buletin tentang cinta, tidak akan pula mencoba mengkritik tulisannya. Biarlah, biarkan ia berekspresi sesukanya, semaunya, toh dunia ini milik semua anak manusia, toh sudah bukan zamannya membungkam apa yang namanya beda.
Kembali ke pokoknya, bahwa saya tidak akan membahas tentang dia, tapi lebih jauh tentang saya, bukan hendak bernarcis-narcis ria, hanya ingin mengenangkan memori yang sudah lama tersimpa, sudah usang, berdebu bahkan mungkin menjadi remah-remah dimakan binatang setia kertas-kertas tua (kembali hiperbolik).
"MAKAN ITU CINTA", ya kata-kata itu selalu meluncur dengan cepat, lancar, tepat, dan tanpa hambatan dari alat bicara saya, manakala ada teman saya yang membahas tentang cinta. Itu masa-masa SMA, sekarang? yah sudah melunak, tak lagi saya katakan "MAKAN ITU CINTA", bila ada wanita yang berkisah tentang romantisme cinta (hah, sok puitis agaknya).
Lucu mengenangkannya, mengingat betapa teman-teman wanita selalu bersembunyi dari saya bila sedang membahas tentang apa yang namanya CINTA. "Jangan bilang-bilang sama cecep, ntar kalau dia denger, dia bisa marah"..... Whuahhh, begitulah yang sampai di telinga. Ohhh, wanita-wanita itu takut bila saya mengetahui mereka memiliki rasa pada lelaki pujaan hati mereka.
Alhasil, banyak yang pacaran backstreet, tapi bukan backstreet dari kakak lelakinya, bukan pula backstreet dari orangtuanya, tapi backstreet dari saya. Masya Allah, mereka sebegitu takutnya pada saya, sayang sekali.
Padahal, saya hanya ingin melindungi mereka. Dan ketika hubungan cinta itu putus entah karena alasan apa, mereka baru bercerita pada saya dan "kamu bener cep".