Pages

Monday, August 11, 2008

bagaimana berserah diri itu sebenarnya

Tahu bagaimana rasanya berserah diri?

Seorang muslim dikatakan baik agamanya bukan hanya berdasarkan atribut yang dipakainya. Banyak kriteria yang harus dipenuhi, meskipun tidak memakan biaya dalam hal materi untuk dapat memenuhi semua kriteria itu, tetapi butuh pengorbanan dalam hal mengalahkan hawa nafsu hingga seorang anak manusia bisa mencapai taraf dimana ia akan dikatakan "baik agamanya"

Bagaimana rasanya berserah diri?
Nampak begitu mudah mengatakan, tapi seperti biasa belumlah dapat dikatakan mudah bila mana teori tersebut diimplementasikan. Anggap saja ketika secara 'iseng' kita melayangkan sebuah surat untuk melakukan Praktik kerja Lapangan di sebuah perusahaan negeri ternama. Surat tersebut mendapatkan balasan, padahal sejatinya kita memakai istilah "iseng-iseng berhadiah". Marilah kita anggap kembali, bahwa pada awalnya kita tidak begitu berharap namun sedikit demi sedikit harapan itu ada.

Menjelang hari-hari keberangkatan, sebuah dokumen harus dikirimkan yang menandakan bahwa kita bersedia mengikuti pelatihan yang perusahaan itu adakan. Baiklah, kita katakan semua fasilitas perusahaan yang sediakan, mulai dari transpotrasi yah akomodasi semua ditanggung, bahkan hingga uang saku selama pelatihan, perusahaan yang tanggungkan. 'Iseng-iseng' mulai berhadiah rupanya.

Bagaimana rasanya berserah diri?
Kembali ke permasalahan dokumen yang harus dikirimkan via post. Tanpa dinyana, dokumen yang dikirimkan belum juga sampai ketujuan, padahal sejatinya dokumen dikirimkan dengan via post kilat atau mungkin super kilat. Mencoba bertanya pada pihak perusahaan, hal apakah dokumen yang dikirimkan sudah tiba atau belum di sana. Dan ternyata, anggaplah dokumen belum juga sampai, padahal sudah hampir seminggu dokumen tersebut dikirimkan.

'Iseng-iseng' berbuah harapan, rasa khawatir mulai menghampir, bertanya-tanya 'mengapa kiranya dokumen belum juga sampai ditujuan'. Dilema, begitu berharap dokumen sampai dan beberapa bulan kedepan sudah mengikuti pelatihan dengan semua yang serba gratis, tetapi bila dokumen tidak sampai, 'iseng-iseng' yang berubah menjadi harapan, mulai membuahkan kegelisahan, sampai-sampai berkata 'bagaimana pun caranya harus sampai ketujuannya'.......

Kembali, bagaimana rasanya berserah diri. Akhirnya, dalam diam adzan berkumandang, menemui Nya, sembari pikiran melayang-layang dalam tumpukan harapan yang kiranya membahagiakan. Lama, ternyata begitu sulitnya untuk berkata pada Nya 'ku serahkan semua keputusan yang terbaik menurut Mu yang akan Engkau berikan pada ku'.........

Berserah diri ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan.