Pages

Wednesday, August 13, 2008

Buitenzorg to Batavia, untuk sebuah rencana

chapter -11

Kapan nyusul ’dasar NAIF’

Di antara vidi, fida, ratif dan yanti, saya bisa dikatakan paling tua. Maka ketika akan berpamitan dengan si empunya kondangan, mereka mulai menghujani saya dengan pertanyaan, ”Teteh kapan nyusul?” dengan naif saya berkata ”Nyusul apa? Wisuda ya? Insya Allah September tahun depan” begitu jelas saya.

Kemudian ”Bukan, kapan nyusul?” masih dengan pertanyaan yang sama. Lalu ”Nyusul apa? Penelitian? Insya Allah bulan Oktober ini berangkat penelitian” begitu jawab saya masih dengan naifnya.

Lalu ”Bukan lho teh, maksudnya kapan nyusul nikahnya?”. Gdubrakk, seperti tertimpa batu besar rasanya, seperti terdengar suara petir menggelegar dan saya mulai nampak berlebihan agaknya.

”Oh itu, masih belum kepikiran” begitu jawab saya sekenanya, tidak mungkin saya katakan saya tidak ingin menikah, bisa panjang urusannya.

Bergemuruh di dalam hati ini, terjadi badai tornado di dalam kepala ini ’saya kan masih 22 tahun, masih muda, masih banyak yang lebih tua dari saya yang belum menikah’, fyuuuhh begitu kata hati dan kepala yang tersinkronisasi dengan bibir dan lidah ini.

to be continued...