===========
Diam, saya hanya diam. Waktu sholat dzuhur pun lewat sudah, imah meminta izin pada kakek untuk keluar sebentar, dengan suara yang keras 'ah si kakek sudah kurang pendengaran' begitu kata hati kala itu, kakek pun mengizinkan.
Masih dalam diam, waktu pun berlalu menjelang ashar imah belum juga datang. Bukan jadi soal pada awalnya, pun ketika imah memang berjanji pada kakek bahwa ia tidak akan berlama-lama di luar. Hingga adzan ashar berkumandang, bel pun lonceng dari kamar kakek pun berbunyi lagi, saya mulai geragapan, gusar, si kakek terus saja membunyikan loncengnya.
Melihat saya yang muncul, seyogyanya kakek bertanya "imah mana?" begitu tanya dia pada saya. "Lagi keluar mbah" dengan nada yang keras, karena kakek memang benar-benar kurang pendengaran. "Mau sholat ya mbah" begitu tanya saya padanya, "iya" jawab si kakek. "Sini mbah, biar saya saja" saya mencoba menawarkan bantuan "memang anak bisa?" kakek agak ragu pada saya, ya wajar saja, dia baru saja melihat saya, dan itupun hari ini. "Insya Allah bisa mbah" saya mencoba menenangkannya.
Alhamdulillahnya tadi saya sedikit mengamati apa yang imah lakukan pada si kakek. Agak gugup pada awalnya, khawatir membuat kakek tersinggung. Memulai dari membasuh kedua tangan, berkumur, yah layaknya berwudhu seperti biasanya, hanya saja ini dilakukan di atas ranjang. Kakek berwudhu sembari bertanya nama saya "sefta mbah" dan saya harus mengulangi beberapa kali sampai ia berkata "ooo sefta" kira-kira begitu jawabnya.
Gugup yang awalnya hinggap, lambat laun mulai sirna, hingga sampai pada membasuh kedua kaki, tidak sengaja tangan saya menyentuh kakinya. Lalu, si kakek berkata "ya batal", dengan lugunya saya berkata "oh batal ya mbah? kalau gitu ulang dari awal lagi ya?", "iya, ulang dari awal" begitu tambah kakek pada saya.
Selesai, berwudhu pun selesai. Kakek mengenakan koko dan songkok putihnya, "terima kasih ya nak" begitu kata kakek. Saya bergegas pergi, tak ingin mengganggu kekhusyukan sholatnya.
Keluar dari kamar, saya hanya diam. Tergugu, termangu, saya hanya bisa berkata-kata di dalam dada "subhanallah". Entahlah, begitu sulit menggambarkannya dengan kata-kata.
Mengetahui kakek masih menunaikan sholat, ibadah yang paling utama, itu saja sudah cukup membuat saya terpana. Apalagi ketika ia meminta saya untuk mengulangi wudhunya, yang karena secara tidak sengaja saya menyentuhnya.
Padahal sejatinya ia lumpuh, benar-benar lumpuh, sehari-harinya ia habiskan di atas tempat tidur saja.
Masih dalam entahlah.
Banyak yang muda, tidak sholat ia. Padahal masihlah kuat fisiknya.
Banyak yang muda, tapi menunda sholatnya.
Ada juga yang sudah tua, belum juga mau menyadari ketuaannya, malah semakin menjadi saja.
Ada juga yang tua, malah semakin lupa pada Tuhannya.
Kakek, balada seorang lelaki tua....
Allah panjangkan usianya dan berkuranglah nikmat Nya
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa."
Ar Ruum (30:54)
Dan ia masih tekun di dalam sholatnya. Saya tak ingin pikirkan apakah diterima atau tidak amalan sholat itu di sisi Nya. Tak peduli akan itu semua, hanya berpikir bilamana saya menginjak usia-usia seperti si kakek tua, apakah saya akan seperti dia?
Kakek memang tua dalam hal usia tapi tidak di dalam ibadahnya
Diam, saya hanya diam. Waktu sholat dzuhur pun lewat sudah, imah meminta izin pada kakek untuk keluar sebentar, dengan suara yang keras 'ah si kakek sudah kurang pendengaran' begitu kata hati kala itu, kakek pun mengizinkan.
Masih dalam diam, waktu pun berlalu menjelang ashar imah belum juga datang. Bukan jadi soal pada awalnya, pun ketika imah memang berjanji pada kakek bahwa ia tidak akan berlama-lama di luar. Hingga adzan ashar berkumandang, bel pun lonceng dari kamar kakek pun berbunyi lagi, saya mulai geragapan, gusar, si kakek terus saja membunyikan loncengnya.
Melihat saya yang muncul, seyogyanya kakek bertanya "imah mana?" begitu tanya dia pada saya. "Lagi keluar mbah" dengan nada yang keras, karena kakek memang benar-benar kurang pendengaran. "Mau sholat ya mbah" begitu tanya saya padanya, "iya" jawab si kakek. "Sini mbah, biar saya saja" saya mencoba menawarkan bantuan "memang anak bisa?" kakek agak ragu pada saya, ya wajar saja, dia baru saja melihat saya, dan itupun hari ini. "Insya Allah bisa mbah" saya mencoba menenangkannya.
Alhamdulillahnya tadi saya sedikit mengamati apa yang imah lakukan pada si kakek. Agak gugup pada awalnya, khawatir membuat kakek tersinggung. Memulai dari membasuh kedua tangan, berkumur, yah layaknya berwudhu seperti biasanya, hanya saja ini dilakukan di atas ranjang. Kakek berwudhu sembari bertanya nama saya "sefta mbah" dan saya harus mengulangi beberapa kali sampai ia berkata "ooo sefta" kira-kira begitu jawabnya.
Gugup yang awalnya hinggap, lambat laun mulai sirna, hingga sampai pada membasuh kedua kaki, tidak sengaja tangan saya menyentuh kakinya. Lalu, si kakek berkata "ya batal", dengan lugunya saya berkata "oh batal ya mbah? kalau gitu ulang dari awal lagi ya?", "iya, ulang dari awal" begitu tambah kakek pada saya.
Selesai, berwudhu pun selesai. Kakek mengenakan koko dan songkok putihnya, "terima kasih ya nak" begitu kata kakek. Saya bergegas pergi, tak ingin mengganggu kekhusyukan sholatnya.
Keluar dari kamar, saya hanya diam. Tergugu, termangu, saya hanya bisa berkata-kata di dalam dada "subhanallah". Entahlah, begitu sulit menggambarkannya dengan kata-kata.
Mengetahui kakek masih menunaikan sholat, ibadah yang paling utama, itu saja sudah cukup membuat saya terpana. Apalagi ketika ia meminta saya untuk mengulangi wudhunya, yang karena secara tidak sengaja saya menyentuhnya.
Padahal sejatinya ia lumpuh, benar-benar lumpuh, sehari-harinya ia habiskan di atas tempat tidur saja.
Masih dalam entahlah.
Banyak yang muda, tidak sholat ia. Padahal masihlah kuat fisiknya.
Banyak yang muda, tapi menunda sholatnya.
Ada juga yang sudah tua, belum juga mau menyadari ketuaannya, malah semakin menjadi saja.
Ada juga yang tua, malah semakin lupa pada Tuhannya.
Kakek, balada seorang lelaki tua....
Allah panjangkan usianya dan berkuranglah nikmat Nya
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa."
Ar Ruum (30:54)
Dan ia masih tekun di dalam sholatnya. Saya tak ingin pikirkan apakah diterima atau tidak amalan sholat itu di sisi Nya. Tak peduli akan itu semua, hanya berpikir bilamana saya menginjak usia-usia seperti si kakek tua, apakah saya akan seperti dia?
Kakek memang tua dalam hal usia tapi tidak di dalam ibadahnya
--tamat--