Pages

Thursday, October 22, 2009

aku-kontemplasi-berdamai dengan diri

Diary itu sudah lama ditinggalkan, hanya sesekali menjumpainya untuk mencatat sesuatu, untuk merekamnya sebagai sebuah kebanggaan kemudian menjadi sombong diri merasa itu sebagai sebuah prestasi.

Kadang mereka tak ubahnya menjadi sebuah koleksi pribadi di dalam diary, kadang menjadi alat penghibur ketika hati memang benar-benar butuh untuk dihibur meskipun diary itu sendiri mati, tak bernyawa tak juga dapat berkata-kata.

Ada yang katakan hebat, entah darimana letak hebatnya, aku tak tahu. Mungkinkah karena permainan kata-kata itu? Aku pun tak tahu. Aku manusia semua tahu akan hal itu, tidak lebih hebat dari manusia yang lainnya, tidak juga mulia karena memang aku bukan manusia yang pantas dimuliakan oleh manusia yang lainnya. Pada dasarnya, aku hanya manusia biasa dengan sekelumit kisah, dengan segunung atau mungkin lebih, aib yang Dia simpankan, yang Dia sembunyikan dari manusia yang lainnya. Tetapi inilah aku, maka jangan sekali-sekali menganggap lebih tentang aku.

Dahulu, sebelumnya mari kenali diriku, aku adalah wanita. Sebut saja aku begitu, karena memang begitu jarang aku meminta manusia yang lainnya untuk menyebut aku dengan sebutan “Wanita”.

Wanita biasa, memahami cita-cita dahulu. Dengan seabrek aktifitas, sempat aku berpikir bahwasannya aku akan menjadi orang besar, berpengaruh yang kemudian dengan pengaruh itu aku bisa mengubah apa-apa yang ada di sekelilingku. Bisa membuat sesuatu yang biasa menjadi nampak berbeda, bisa membuat sesuatu yang bukan apa-apa menjadi sesuatu yang bermakna. Dan pada puncaknya, aku ingin menjadi manusia yang hebat di mata manusia yang lainnya, bodohnya, sombongnya.

Beberapa tahun berlalu, ada beberapa hal yang semula kaku, seperti beku, mulai memuai, mencair, mulai mengalir seiring dengan perjalanan waktu, seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam diri dan aku menyebutnya dengan “proses pendewasaan diri”. Idealisme-idealisme yang kadang membuat buntu, falsafah-falsafah yang kadang kaku hingga membuat diri sendiri terganggu, hingga membuat bagian terdalam di dalam diri berteriak “AArrrgghhh aku tak tahan lagi dengan segala ke-perfeksionis-an yang kamu pertahankan itu”.

Meledak, hampir meledak, perlu waktu untuk berdamai kemudian meredamnya hingga memunculkan berbagai resolusi-resolusi bahwa diri tidak bisa terus begini. Berputar-putar, berpikir, berkutat di dalam ruang berpikir untuk mendapatkan hasil dari pemikiran yang mendekati kematangan sebagai akibat dari sebuah kontemplasi yang panjang. Hingga akhirnya, semua berubah ketika niat untuk merubah itu berubah dari yang besar menjadi mendasar. Dari yang fenomenal menjadi fundamental.

Aku pikir, saat ini aku dan wanita itu berpikir. Mungkin aku tidak bisa menjadi manusia yang hebat di mata manusia yang lainnya. Mungkin juga aku tidak bisa menjadi wanita yang hebat di mata wanita yang lainnya.

Baiklah, mari berdamai dengan sisi ego yang bersemayam di dalam diri. Mari mengubah sudut pandang hingga yang negative dapat berubah menjadi positif, hingga yang nampak tak bermakna bisa berubah menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi semua. Mungkin aku bukanlah apa-apa di mata manusia yang lainnya, tapi aku akan menjadi apa-apa di mata keluarga. Mungkin aku wanita biasa di mata wanita dan manusia yang lainnya, tapi aku akan menjadi wanita luar biasa di hadapan dia yang Dia tunjukkan, yang Dia tuliskan bahwa dia yang akan menjadi teman hidupku nantinya.

Mungkin aku adalah wanita-wanita pada umumnya, tapi aku akan menjadi wanita yang penuh dengan sesuatu yang bermakna ketika berjumpa dengannya teman hidup yang Allah berikan padaku nantinya. Mungkin aku bukan wanita hebat di mata mereka, tapi aku akan berusaha menjadi wanita yang hebat di mata suami dan anak-anaknya.

Kadang, berpikir, akan kubuat dia yang Dia berikan padaku menjadi manusia, hamba Allah yang paling beruntung di dunia karena bisa menjadi teman hidupku, karena dia yang Dia pilihkan untukku, sudah mencintaiku karena besarnya cintanya pada Nya.


ha...ha...ha.. aku tertawa, terpaksa, seperti inilah aku kiranya.