Chapter 3
Masih sedia mengamatinya, bocah kecil itu bergeser semakin ke kanan, mencoba menutupi dirinya dengan besarnya pohon pisang yang juga tinggi menjulang. Bocah itu cukup lama untuk sekedar duduk diam di dalam aktifitasnya.
‘bocah kecil itu membuang hajatnya’ begitu kataku padanya, pada sang mentari senja
‘ya, kamu benar. Hajat besar sepertinya, karena dari tadi belum beranjak juga ia dari tempatnya’ ujar sang mentari
‘ya, mungkin kamu benar’ balasku
‘lihat itu, ia bergeser semakin ke kanan’ ujar sang mentari padaku
‘mungkin mencari kenyamanan’ jawabku sekenanya
‘kenyamanan? Maksudnya?’ tanda tak mengerti
Ah susah juga bercakap-cakap denganmu mentari,
‘maksudku, mungkin ia tidak mau ada orang lain yang melihatnya melakukan buang hajat itu, atau ia mencari tempat yang lebih aman, agar terhindar dari binatang-binatang yang akan menjadi pengganggu bagi aktifitasnya itu. Seperti ular mungkin’ jelasku
‘bisa jadi’ jawabnya, entah ia setuju atau tidak dengan penjelasanku itu, aku tak tahu
Lalu
‘ha…ha…ha’ kami pun kembali tertawa
Lama, akhirnya bocah lelaki itu menyudahi hajatnya, tanpa ba bi bu, tanpa air, tanpa daun, tanpa batu yang ganjil dalam jumlahnya. Pergi begitu saja tanpa membersihkan apa yang sudah ia lakukan, saya terdiam menahankan keheranan, bocah lelaki itu pun hilang dari pandangan.
‘kamu tau, ada sesuatu yang aku dapatkan dari bocah lelaki itu’ kataku padanya
‘ia sudah memberikan sebuah pelajaran berharga padaku yang sudah lebih tua jauh beberapa tahun darinya’ tambahku
‘oh, begitu? lalu apa itu?’ tanya sang mentari padaku
Menghela nafas panjang, kemudian ‘ingat dengan tingkah lakunya yang mencari tempat tersembunyi di belakang batang pohon pisang?’ aku mencoba menjelaskan.
‘ya, aku ingat. Lalu kenapa? Itu wajar saja bukan?’ ia kembali bertanya
‘ia bersembunyi agar tidak ada orang yang tahu apa yang sedang ia lakukan, karena bisa jadi ia merasa malu. Tapi, sebenarnya dia tidak tahu, bahwa kamu dan aku melihat apa yang ia lakukan itu’ jawabku
‘ya kamu benar, lalu dimana pelajarannya, karena sepertinya semua nampak biasa saja’ sang mentari nampaknya masih belum juga mengerti
‘ada, ada pelajaran di sana. Bocah kecil itu mengingatkan aku akan sesuatu, bahwasannya Allah selalu melihatku, kamu dan semua hamba-hamba Nya, dalam keadaan apapun itu, kapanpun itu, dimanapun itu. Menurut bocah itu, dengan bersembunyi di balik pohon pisang ia akan aman, tapi ternyata kamu dan aku melihat apa yang ia lakukan. Sama halnya dengan aku, manusia, terkadang melakukan sesuatu hingga lupa bahwa Allah melihat apa yang aku lakukan itu. Manusia lain memang mungkin saja tidak tahu akan hal itu, akan hal yang kita lakukan, tapi Dia tidak begitu. Benar bukan?’ jelasku padanya
Ia tersenyum kemudian berkata ‘ya kamu benar’
‘Baiklah, aku sudah menemanimu sepanjang senja, tepat seperti yang kamu minta. Saatnya untuk menutup hari ini dengan kegelapan, dengan dihiasi bintang-bintang dan pancaran sinar rembulan. Aku sudah harus pergi, kamu dan manusia-manusia yang lainnya sudah harus beristirahat dengan gelap dan sunyinya malam yang menenangkan’ begitu katanya
‘ya, aku mengerti. Kamu pun sudah harus menyinari bagian lain dari bumi ini’ balasku
‘yup, kamu benar, sampai jumpa wahai manusia’ begitu kata sang mentari padaku senja itu
‘Sampai jumpa esok pagi, wahai mentari’ ujarku
‘Dan aku harap, akan ada lagi, hikmah dan pelajaran yang bisa kamu dapatkan dari apa yang sudah Dia berikan, dari apa yang sudah Dia tebarkan, dari apa yang sudah Dia ciptakan, anugerahkan. Assalammu’alaikum’ katanya
‘alaikumsalam’ jawabku
‘oh ya, satu hal, kamu tidak perlu berlari, karena insya Allah aku menanti’ begitu kata sang mentari itu padaku.
Ia tersenyum untuk kemudian tenggelam di ufuk barat, meninggalkan berkas-berkas sinar keemasan yang semakin lama semakin menghilang dari pandangan.
Dan adzan maghrib pun berkumandang.
Masih sedia mengamatinya, bocah kecil itu bergeser semakin ke kanan, mencoba menutupi dirinya dengan besarnya pohon pisang yang juga tinggi menjulang. Bocah itu cukup lama untuk sekedar duduk diam di dalam aktifitasnya.
‘bocah kecil itu membuang hajatnya’ begitu kataku padanya, pada sang mentari senja
‘ya, kamu benar. Hajat besar sepertinya, karena dari tadi belum beranjak juga ia dari tempatnya’ ujar sang mentari
‘ya, mungkin kamu benar’ balasku
‘lihat itu, ia bergeser semakin ke kanan’ ujar sang mentari padaku
‘mungkin mencari kenyamanan’ jawabku sekenanya
‘kenyamanan? Maksudnya?’ tanda tak mengerti
Ah susah juga bercakap-cakap denganmu mentari,
‘maksudku, mungkin ia tidak mau ada orang lain yang melihatnya melakukan buang hajat itu, atau ia mencari tempat yang lebih aman, agar terhindar dari binatang-binatang yang akan menjadi pengganggu bagi aktifitasnya itu. Seperti ular mungkin’ jelasku
‘bisa jadi’ jawabnya, entah ia setuju atau tidak dengan penjelasanku itu, aku tak tahu
Lalu
‘ha…ha…ha’ kami pun kembali tertawa
Lama, akhirnya bocah lelaki itu menyudahi hajatnya, tanpa ba bi bu, tanpa air, tanpa daun, tanpa batu yang ganjil dalam jumlahnya. Pergi begitu saja tanpa membersihkan apa yang sudah ia lakukan, saya terdiam menahankan keheranan, bocah lelaki itu pun hilang dari pandangan.
‘kamu tau, ada sesuatu yang aku dapatkan dari bocah lelaki itu’ kataku padanya
‘ia sudah memberikan sebuah pelajaran berharga padaku yang sudah lebih tua jauh beberapa tahun darinya’ tambahku
‘oh, begitu? lalu apa itu?’ tanya sang mentari padaku
Menghela nafas panjang, kemudian ‘ingat dengan tingkah lakunya yang mencari tempat tersembunyi di belakang batang pohon pisang?’ aku mencoba menjelaskan.
‘ya, aku ingat. Lalu kenapa? Itu wajar saja bukan?’ ia kembali bertanya
‘ia bersembunyi agar tidak ada orang yang tahu apa yang sedang ia lakukan, karena bisa jadi ia merasa malu. Tapi, sebenarnya dia tidak tahu, bahwa kamu dan aku melihat apa yang ia lakukan itu’ jawabku
‘ya kamu benar, lalu dimana pelajarannya, karena sepertinya semua nampak biasa saja’ sang mentari nampaknya masih belum juga mengerti
‘ada, ada pelajaran di sana. Bocah kecil itu mengingatkan aku akan sesuatu, bahwasannya Allah selalu melihatku, kamu dan semua hamba-hamba Nya, dalam keadaan apapun itu, kapanpun itu, dimanapun itu. Menurut bocah itu, dengan bersembunyi di balik pohon pisang ia akan aman, tapi ternyata kamu dan aku melihat apa yang ia lakukan. Sama halnya dengan aku, manusia, terkadang melakukan sesuatu hingga lupa bahwa Allah melihat apa yang aku lakukan itu. Manusia lain memang mungkin saja tidak tahu akan hal itu, akan hal yang kita lakukan, tapi Dia tidak begitu. Benar bukan?’ jelasku padanya
Ia tersenyum kemudian berkata ‘ya kamu benar’
‘Baiklah, aku sudah menemanimu sepanjang senja, tepat seperti yang kamu minta. Saatnya untuk menutup hari ini dengan kegelapan, dengan dihiasi bintang-bintang dan pancaran sinar rembulan. Aku sudah harus pergi, kamu dan manusia-manusia yang lainnya sudah harus beristirahat dengan gelap dan sunyinya malam yang menenangkan’ begitu katanya
‘ya, aku mengerti. Kamu pun sudah harus menyinari bagian lain dari bumi ini’ balasku
‘yup, kamu benar, sampai jumpa wahai manusia’ begitu kata sang mentari padaku senja itu
‘Sampai jumpa esok pagi, wahai mentari’ ujarku
‘Dan aku harap, akan ada lagi, hikmah dan pelajaran yang bisa kamu dapatkan dari apa yang sudah Dia berikan, dari apa yang sudah Dia tebarkan, dari apa yang sudah Dia ciptakan, anugerahkan. Assalammu’alaikum’ katanya
‘alaikumsalam’ jawabku
‘oh ya, satu hal, kamu tidak perlu berlari, karena insya Allah aku menanti’ begitu kata sang mentari itu padaku.
Ia tersenyum untuk kemudian tenggelam di ufuk barat, meninggalkan berkas-berkas sinar keemasan yang semakin lama semakin menghilang dari pandangan.
Dan adzan maghrib pun berkumandang.
-selesai-