Chapter 2
Bulan itu, tak lagi nampak suram, gambaran terang sang bulan nampak terlihat jelas dari balik kaca kamar mandi asrama. Sang bulan separuh, sabit, sudah nampak terang benderang, cantik, tanpa cacat namun tidak begitu bila dilihat dari dekat, lekat.
Bulan, dalam diam, aku dan dia saling melemparkan pandangan, tidak ada yang mau memulai membuka sebuah percakapan.
Pikirku ‘apakah malam ini akan menjadi sebuah dialog atau hanya akan berakhir menjadi sebuah monolog, antara aku dan sesuatu yang ada di dalam diriku’
Tak lama, ia menggeliat, menguap, namun ia tetap nampak cantik, tetap nampak anggun dengan apa yang tengah ia lakukan di hadapanku. Begitu nyaman ia melakukan itu di hadapanku, seolah-olah aku tidak sedang berdiri di situ, seolah-olah aku tidak sedang berada di situ.
‘maaf, sudah lama aku tidak berlaku seperti ini’ begitu katanya padaku
Awal yang lumayan dari sebuah percakapan antara aku dan dia yang sudah lama tidak saling bertegur sapa.
‘aku mengenalmu wahai manusia, kamu yang sering kali berjalan sendiri itu bukan?’
Aku mengangguk dalam diam, tak percaya kiranya, akhirnya ia mau berbicara, berkata-kata
‘kamu, yang terkadang suka berbicara sendiri itu bukan?’
Aku kembali mengangguk dalam diam
‘kamu yang suka sekali memandangi saudaraku sang mentari, di saat ia terbit dan tenggelam bukan?’
Aku kembali mengangguk dalam diam
‘kamu juga yang sejak dahulu di bangku SMA yang selalu memandangiku dalam diam bukan? Ya seperti saat ini, kamu masih tetap saja diam, meskipun sesekali kamu mengangguk, tapi tetap saja kamu mengangguk dalam diam’ begitu katanya padaku.
‘ya itu aku, itu aku, darimana kamu tahu akan hal itu? Oh ya aku lupa, kamu berada di atas sana, sudah pasti kamu bisa tahu segala sesuatu tentang aku dan manusia yang lainnya’ begitu balasku
‘hi…3x’ iya tertawa terkekeh, menampakkan barisan giginya yang rapih, putih bersih, ia nampak semakin cantik di mataku.
‘dasar manusia, kamu salah, aku tidak tahu, sama sekali aku tidak tahu akan kamu, sampai Dia yang Menciptakan kamu dan aku yang menceritakannya padaku’ begitu jawabnya padaku
‘oh, aku pikir’ terhenti sampai di situ
‘lalu, bagaimana kabarmu wahai manusia? Ceritakan padaku tentang kamu’ begitu ia bertanya
‘aku?’ sembari menunjuk kepada diriku
‘aku, Alhamdulillah baik-baik saja kiranya. Cerita tentang aku? Ah lupakan, tidak ada yang menarik tentang diriku. Ceritakan saja padaku tentang kamu.’ Begitu jawabku
‘ho…3x’ iya tertawa, menggelegar, menggetarkan
‘tentang aku? Tentang bagaimana terjadinya aku? Atau tentang apanya dari diriku yang ingin kamu tahu? Aku rasa, kamu sudah banyak tahu tentang aku. Sampai tentang permainan yang menyenangkan antara aku dan saudaraku, yang kalian manusia menyebutnya dengan istilah gerhana, bagus juga, kami berdua menyukainya’ begitu katanya.
‘ohhh, ya gerhana itu begitu memukau mataku’ begitu jawabku
‘Dia Yang Ciptakan itu, kami berdua hanya mengikuti perintah Nya saja, tidak lebih, dan seharusnya kalian manusia bisa semakin menyadari seperti apa kuasa Nya’ begitu katanya
‘ya, harusnya semakin bersyukur, harusnya’ jawabku
‘jadi, kamu tidak ingin bercerita tentang sesuatu?’ begitu tanyanya padaku
‘tidak, tidak ada, bagaimana kalau kamu saja yang bercerita. Tidak tentang dirimu pun tidak mengapa, bagaimana kalau pendapatmu tentang dunia, atau tentang manusia yang ada di dunia?’ begitu tawarku padanya
-bersambung-
Bulan itu, tak lagi nampak suram, gambaran terang sang bulan nampak terlihat jelas dari balik kaca kamar mandi asrama. Sang bulan separuh, sabit, sudah nampak terang benderang, cantik, tanpa cacat namun tidak begitu bila dilihat dari dekat, lekat.
Bulan, dalam diam, aku dan dia saling melemparkan pandangan, tidak ada yang mau memulai membuka sebuah percakapan.
Pikirku ‘apakah malam ini akan menjadi sebuah dialog atau hanya akan berakhir menjadi sebuah monolog, antara aku dan sesuatu yang ada di dalam diriku’
Tak lama, ia menggeliat, menguap, namun ia tetap nampak cantik, tetap nampak anggun dengan apa yang tengah ia lakukan di hadapanku. Begitu nyaman ia melakukan itu di hadapanku, seolah-olah aku tidak sedang berdiri di situ, seolah-olah aku tidak sedang berada di situ.
‘maaf, sudah lama aku tidak berlaku seperti ini’ begitu katanya padaku
Awal yang lumayan dari sebuah percakapan antara aku dan dia yang sudah lama tidak saling bertegur sapa.
‘aku mengenalmu wahai manusia, kamu yang sering kali berjalan sendiri itu bukan?’
Aku mengangguk dalam diam, tak percaya kiranya, akhirnya ia mau berbicara, berkata-kata
‘kamu, yang terkadang suka berbicara sendiri itu bukan?’
Aku kembali mengangguk dalam diam
‘kamu yang suka sekali memandangi saudaraku sang mentari, di saat ia terbit dan tenggelam bukan?’
Aku kembali mengangguk dalam diam
‘kamu juga yang sejak dahulu di bangku SMA yang selalu memandangiku dalam diam bukan? Ya seperti saat ini, kamu masih tetap saja diam, meskipun sesekali kamu mengangguk, tapi tetap saja kamu mengangguk dalam diam’ begitu katanya padaku.
‘ya itu aku, itu aku, darimana kamu tahu akan hal itu? Oh ya aku lupa, kamu berada di atas sana, sudah pasti kamu bisa tahu segala sesuatu tentang aku dan manusia yang lainnya’ begitu balasku
‘hi…3x’ iya tertawa terkekeh, menampakkan barisan giginya yang rapih, putih bersih, ia nampak semakin cantik di mataku.
‘dasar manusia, kamu salah, aku tidak tahu, sama sekali aku tidak tahu akan kamu, sampai Dia yang Menciptakan kamu dan aku yang menceritakannya padaku’ begitu jawabnya padaku
‘oh, aku pikir’ terhenti sampai di situ
‘lalu, bagaimana kabarmu wahai manusia? Ceritakan padaku tentang kamu’ begitu ia bertanya
‘aku?’ sembari menunjuk kepada diriku
‘aku, Alhamdulillah baik-baik saja kiranya. Cerita tentang aku? Ah lupakan, tidak ada yang menarik tentang diriku. Ceritakan saja padaku tentang kamu.’ Begitu jawabku
‘ho…3x’ iya tertawa, menggelegar, menggetarkan
‘tentang aku? Tentang bagaimana terjadinya aku? Atau tentang apanya dari diriku yang ingin kamu tahu? Aku rasa, kamu sudah banyak tahu tentang aku. Sampai tentang permainan yang menyenangkan antara aku dan saudaraku, yang kalian manusia menyebutnya dengan istilah gerhana, bagus juga, kami berdua menyukainya’ begitu katanya.
‘ohhh, ya gerhana itu begitu memukau mataku’ begitu jawabku
‘Dia Yang Ciptakan itu, kami berdua hanya mengikuti perintah Nya saja, tidak lebih, dan seharusnya kalian manusia bisa semakin menyadari seperti apa kuasa Nya’ begitu katanya
‘ya, harusnya semakin bersyukur, harusnya’ jawabku
‘jadi, kamu tidak ingin bercerita tentang sesuatu?’ begitu tanyanya padaku
‘tidak, tidak ada, bagaimana kalau kamu saja yang bercerita. Tidak tentang dirimu pun tidak mengapa, bagaimana kalau pendapatmu tentang dunia, atau tentang manusia yang ada di dunia?’ begitu tawarku padanya
-bersambung-