Pages

Saturday, April 25, 2009

Aku dan dia mengamati dalam diam

Chapter 2

Duduk dalam diam
, di belakang asrama sembari bercengkrama dengan sang mentari. Melihat burung layang-layang hilir mudik beterbangan, melintasi birunya langit. Kadang ku lihat satu ekor saja yang bergaya di atas langit sana, kadang berkelompok. Mereka menukik, melakukan manuver-manuver yang cukup berbahaya bila itu dilakukan oleh seorang pilot yang nyatanya seorang manusia. Burung-burung yang berada di atas sana merupakan pesawat terbang tercanggih yang pernah ada di jagat raya.

‘sore ini indah bukan?’
Begitu katanya, sang mentari mencoba memecah kesunyian

‘ya indah, kamu lihat burung-burung itu? kataku

‘ya mereka teman-teman kecilku, ada apa dengan mereka’ tanya sang mentari padaku

‘ada sesuatu yang aku pelajari dari mereka setiap harinya. Meskipun terkadang hal-hal yang sama, sama seperti hari-hari yang lainnya’ ujarku padanya

‘pelajaran? Apa itu?’ mentari pun bertanya

‘pelajaran bahwa betapa harus bersyukurnya aku, dapat melihat mereka terbang melayang dengan menggunakan mata yang aku punya, yang Dia berikan. Dia baik bukan?’

‘tidak, Dia tidak baik tetapi Maha baik’ begitu tambahnya

‘ya kamu benar’ jawabku padanya

Kembali tenggelam dalam kesunyian, mengamati burung-burung yang beterbangan, daun-daun yang bergerak, air-air yang beriak-riak kecil tertiup angin kencang di saat malam semakin menjelang.

‘kamu harus segera pergi bukan? Sebentar lagi malam menjelang’ tanya ku pada mentari senja itu

‘ya, kamu benar’ jawabnya dengan singkat

Ada sebuah kebun yang berada tak jauh dari belakang asrama 20 meter sepertinya, terlindung oleh tembok tinggi, tidak akan terlihat seperti apa isi di dalamnya bila dilihat dari ketinggian 2 meter saja, tapi tidak bila dilihat dari lantai dua. Seperti apa kebun itu, apa dan siapa saja yang berada di sana, dan sedang melakukan apa, dapat dilihat dengan jelas dari lantai dua tempat ku berada.

Tak lama, saat-saat dimana mentari semakin beranjak pergi. Seorang anak kecil berseragam putih merah, entah apa yang ia lakukan, tidak aku tidak juga mentari tahu akan hal itu.

‘kamu lihat anak kecil itu?’ tanyaku padanya

‘ya, ada apa dengannya?’ jawabnya

‘menurutmu, dia akan melakukan apa di hari yang semakin senja ini?’ aku kembali melontarkan tanya

‘umm, mungkin menggembala kambing untuk kembali ke kandangnya? Menurutmu?’ ia berbalik bertanya

‘sepertinya tidak, sudah beberapa hari terakhir ini, aku tidak pernah melihat kambing-kambing itu lagi’ jawabku

‘lalu?’ tanyanya seolah tak mengerti arah pembicaraanku saat itu

‘entahlah, kita lihat saja’ begitu ujarku padanya

Aku dan dia mengamati dalam diam, gerak-gerik anak kecil itu tidak nampak mencurigakan. Lama, semakin jauh dia berjalan, untuk kemudian menghampiri sebuah pohon pisang.
Aku dan dia saling memandang dalam diam, ada apa dengan pohon pisang? Tak lama, bocah kecil itu membuka celana seragamnya, untuk kemudian duduk berjongkok di belakang pohon pisang yang tadi dihampirinya. Dan anak kecil itu pun memulai aktifitasnya, dengan khusyuk masyuk.

Diam, saling pandang, untuk kemudian, senyum itu aku sunggingkan, menahan sesuatu yang seharusnya aku keluarkan. Tak lama, kami pun tertawa tergelak tidak tertahan. Ternyata bocah kecil itu tidak ada urusan dengan si pohon pisang, melainkan dengan hajat yang sebenarnya ingin ia tunaikan.

‘ha…ha….ha…..’ kami pun tertawa

-bersambung-