Pages

Sunday, April 26, 2009

Skak Mat

Kira-kira benar atau tidak penulisannya ya? skak mat, atau shack mat atau scack match? ah ndak terlalu penting agaknya. Saya bangga, ya pagi ini saya subhanallah bangga pada diri saya sendiri. Skak mat, saya menang, tapi, apa memang benar saya sudah menang? atau justru saya sedang menderita kekalahan? wah entahlah, tidak jelas. lalu bagaimana kisah 'skak mat' itu bermula ???

Begini ceritanya, alkisah pada suatu hari sebuah pesan singkat tanpa nama, mampir, nangkring di depan jendela handphone butut yang saya cinta. seperti apa isi lengkapnya? itu dia, karena sms 'tanpa nama', jadilah itu sms saya anggap angin lalu, saya baca lalu hapus begitu saja. tetapi, saya mengingat sedikit intisari dari sms yang saya terima sore itu. isinya kira-kira begini 'sudah selesai mbak muhasabahnya?' begitu si pengirim pesan bertanya.

Karena saya tidak mengenalnya, ya saya bilang saja 'salah sambung mas/mbak', begitu saya membalasnya. Eh, si pengirim membalas 'saya tidak salah sambung', begitu katanya. Nah lho, darimana ini orang tau nomor saya??? pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di kepala, bukan di telinga. Berpikir-berpikir-berpikir, mentok, tidak ketemu juga, hingga akhirnya saya bertanya lagi pada si fulan pengirim pesan, tentang darimana dia bisa tau nomor saya. 'Dari mbak ida', begitu katanya. Haduh, gdubbbbbrakkk, kok bisa mbak ida memberi tanpa seizin saya?? begitu tanya saya di dalam hati.

Lalu, si fulan itu berkata yang intinya bahwa saya ndak boleh marah pada mbak ida yang sudah memberikan nomor saya padanya. "yah mau apa lagi, sebenarnya saya agak malas berinteraksi dengan tetangga sebelah, tapi karena kamu sudah tau nomor saya, jadi apa yang bisa saya bantu?' begitu saya bertanya padanya. Dan tahukah kamu dia menjawab apa 'cuma ingin punya teman, saya di sini sudah 3thn tapi ndak punya teman, dan bla...bla...bla', begitu katanya. 'hah gak punya temen, kagak salah? Ngapain aja 3thn di bandar lampung tapi gak punya teman. 'Gak beres nie orang' saya benar-benar menangkap ada sinyal gak beres dari ini manusia.

Akhirnya, saya katakan, bahwa saya ndak masalah berteman dengan dia. Pesan pun tak lagi nampak di layar kaca, identitas si pengirim pesan saya beri nama sesuai nama ponpesnya, bukan nama si empunya, karena saya agak malas menyimpan namanya.

Satu hari berlalu, sejak si fulan mengirim sms itu. Saya pun sudah bertanya pada mbak ida, perihal benar tidaknya dia memberi nomor saya pada salah satu anak ponpes sebelah, dan ternyata 'nggak, aku tu gak pernah kasih nomor yu' sefta ke orang lain' begitu jawabnya, nah lho, tu orang tau darimana???

Adem ayem saja, sampai tiba-tiba saya menerima pesan sekitar pkl 22.00 malam dari si fulan, yang isinya 'mbak septa', sudah itu saja, tidak lebih tidak kurang, dan at least 'gak penting, ini sms'. Nah ini dia, gak beres juga buntut-buntutnya, gerah, saya tidak suka bila ada yang mengirim pesan tidak penting, dari lelaki pula, malam-malam pula, dan saya tidak kenal pula. Handphone butut tercinta saya wafatkan sementara, untuk kemudian menjelang shubuh saya aktifkan. Serta merta dengan semangat 45 saya membalas pesan dari si fulan, yang intinya saya tidak bisa membantunya, beruntun saling berbalasan, hingga akhirnya saya berkata bahwa kalau dia mau berteman dengan saya, dia harus pandai-pandai menjaga hatinya. '... ikhwan itu agak susah menjaga hati kalau sudah berinteraksi dengan perempuan' begitu pesan saya padanya.

Tak berapa lama, dia membalas dengan berkata '......hatinya tidak dijaga, tapi dikurung....' begitu penggalan pesannya. Lalu 'saya serius' begitu pesan saya 'saya ndak mau nanti-nantinya, kamu bilang suka, atau mau menjadikan saya istri di kemudian hari, karena kalau itu terjadi, saya ndak mau berteman dengan kamu' begitu lanjut saya.

Eng ing Eng, skak mat, pesan saya yang terakhir kali tidak berbalas, si fulan tidak membalas pesan saya. Nah ini dia buntut dari perkenalan melalui pesan sehari yang lalu, ada buntut tidak mengenakkan.

Saya hanya bisa tertegun sejenak, kemudian tersenyum-senyum, lalu tertawa tergelak, ternyata dugaan saya benar adanya, pertemanan itu ada maksudnya. Tertawa senang, skak mat dari saya untuk si dia, saya gembira, karena kalau pak warsito tahu akan hal ini sepertinya dia akan berkata bahwa 'kamu sudah mulai berperasaan', kalau pak nandi tahu akan hal ini, pun sepertinya ia akan berkata 'kamu sudah mulai peka', dan kalau teman saya mukhsin mengetahuinya, saya harap dia akan berkata 'kamu sudah gak lugu lagi cep'.

Setidaknya saya sudah sedikit ada kemajuan, sudah ndak gampang lagi dibohongi untuk hal-hal yang seperti ini, skak mat, pokoknya skak mat, saya menang, saya menang, atau saya sedang menderita kekalahan di dalam kemenangan? Arrrggghh entahlah, yang jelas, untuk saat ini saya menang dan saya senanggggggg.