Pages

Friday, April 10, 2009

arrrrghhh berpikir

-CHAPTER 4-

Kereta terus melaju kencang
, meliuk-liuk mengikuti jalur rel yang berliku-liku, kami pun terombang-ambing, begitu cepat, nampaknya masinis kereta ingin lekas mengantar penumpang ke tempat tujuan.

Gerbong kereta ini tidak begitu ramai, tidak terlihat penumpang yang berdiri, kecuali mereka yang memang ingin berdiri, ya seperti saya ini. Saya merasa bosan, lalu tak lama seorang pemuda, pedagang asongan sepertinya, menghampiri saya, ia masih muda dengan postur tubuh tinggi berisi, kalau saya tidak salah ingat saat itu ia mengenakan kaus kerah bergaris dengan celana jeans dan tak lupa sendal merk sejuta ummat yang orang Indonesia sepakat untuk menamainya dengan nama sendal jepit.

Ia bertanya darimana saya berasal, saya hanya menjawab sekenanya, sedang malas untuk berkata-kata. Pemuda ini berkulit putih, orang asli sini nampaknya begitu perkiraan saya. Wajahnya dipenuhi dengan bintang-bintang gemerlap yang membuat wajahnya menjadi nampak kemerah-merahan, dan untuk bintang-bintang itu orang indonesia sekali lagi sepakat untuk menamainya dengan istilah jerawat.

Ia pun menawari saya barang dagangan yang dibawanya sembari berkata ”pop mie mbak?”, lalu ”tidak, terima kasih” jawab saya. Ia membawa kardus berisi pop mie bersamanya, tidak banyak, kira-kira 9 buah jumlahnya.

Seperti biasa, saya adalah orang yang paling tidak bisa diam dari berkata-kata, maka pemuda tanggung itu pun menjadi sasaran saya. Saya tertarik padanya, maka saya pun bertanya hal ikhwal tentangnya, mulai dari berapa umurnya dan ia katakan bahwa dia berumur 19 tahun, ’masih muda’ begitu dosen saya Pak Dzakwan biasa berkelakar pada mahasiswanya yang terpaksa mengulang mata kuliah yang beliau asuh ’menyebalkan’.

Pemuda itu seumuran dengan adik lelaki saya, lalu saya kembali bertanya apakah ia masih bersekolah atau tidak, lalu katanya ”nggak ada biayanya mbak”....... saya terdiam, kepala ini arrrggghh berpikir ’pendidikan di negeri ini begini ini wajahnya, buram, sekolah tidak ditakdirkan untuk orang-orang miskin nampaknya’ Lama saya terdiam, tidak ingin bertanya terlalu jauh tentang hal yang mungkin akan membuatnya menghela nafas panjang dan berat.

Dasar memang tidak bisa diam ini kepala, pasalnya kepala saya mulai berpikir tentang hal-hal konyol, alam tolol yang ada di kepala terketuk manakala melihatnya duduk kelelahan setelah menjual barang dagangannya yang sedari tadi belum juga ada yang membeli. Saya pun bertanya ”berapa harganya de?”, katanya ”Rp. 5000 rupiah mbak”.... hmm mahal juga, lalu ia menambahkan ”ini bukan punya saya mbak, tapi ngambil punya orang, nah Rp 500 rupiah dipotong dari pop mie yang saya jual” kecil sekali pendapatannya. Keringat masih mengucur di dahinya, saya tawarkan air mineral yang saya bawa padanya dan dia menolaknya.

Tak lama, kepala ini mengimplementasikan hasil pikiran konyol yang sudah terlebih dahulu di rapatkan di dalam kepala. Saya pun berkata pada seorang teman yang baru saya kenal ”gimana kalau kita taruhan?”, dan teman saya itu mengernyitkan dahinya tanda tidak mengerti, lalu ”iya taruhan” saya mengulangi apa yang saya katakan ”siapa yang paling banyak menjual pop mie, dia yang menang”.... hmmm sayang teman saya itu menolak apa yang saya tawarkan, tapi tetap saja saya ingin
mencoba.

---nyambung.......