Pages

Saturday, July 18, 2009

Sombong yang pertama

Sebuah kontemplasi bagi cacat diri
Kedua


Saya introvert, ya saya baru menyadari bahwa saya introvert dari seorang teman saya yang berkata bahwa “dari cerita kamu, saya bisa ambil kesimpulan bahwa kamu itu sudah merasa nyaman dengan kesendirian, itulah kenapa ketika ada orang lain yang mencoba untuk masuk, kamu menjadi begitu sulit untuk menerimanya”, ya saya pikir memang begitu, saya pikir sepertinya saya memang seperti itu. Entah mengapa, sendiri itu menyenangkan.

Pada saat saya duduk di bangku Taman Kanak-kanak, sepulang sekolah, saya selalu sibuk dengan urusan saya sendiri, tak perlu berganti seragam, begitu sampai ke rumah, tas sekolah saya tinggalkan, saya keluar bermain, sendirian, entah, sepertinya saat itu saya punya dunia sendiri, dan tidak ingin ada orang lain yang masuk, kemudian mengganggu kesenangan saya saat itu.

Sekolah dasar negeri 3 kotabumi, pagi itu, pemimpin upacara berkata “pembacaan undang-undang dasar 1945”, saya maju, karena memang itu tugas saya pada saat itu. Dag dig dug bercampur rasa bangga, gugup bercampur rasa ujub, sombong sekali rasanya saya pada saat itu merasa senang tampil di muka, merasa riang ketika saya berbiaca lantang, semua mata tertuju pada saya, benar-benar sombong.

“undang-undang dasar 1945, pembukaan, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu, segala bentuk penjajahan harus di hapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan. Dan perjuangan Indonesia, telah sampailah ke depan pintu gerbang kemerdekaan, dengan selamat, santausa..bla..bla…bla” saya lupa apa lagi berikutnya.

Ini sombong yang pertama
-bersambung-