Pages

Monday, July 20, 2009

Beda bangsa jepang dengan bangsa kita


Malam semakin larut, kalimat ini seperti lirik sebuah lagu. Tapi mari tinggalkan lirik lagu yang saya tak tahu apa judul, siapa pula pelantun lagu itu.

kejadian beberapa hari ini benar-benar tidak menarik tetapi menarik, tidak menyenangkan tetapi menyenangkan. Diam karena kebosanan tetapi tidak kebosanan, liburan benar-benar tidak menyenangkan tetapi menyenangkan bagi manusia yang biasa bergerak tanpa henti setiap hari. Dari pagi hingga petang menjelang. Bingung, bingung, bingung, biuuunggg....

Liburan, pesta pora bagi alam pikiran, bagi syaraf-syaraf penstimulus tawa dan pengundang ketegangan. Serial Naruto, sinchan, bleach, avatar menjadi teman pengusir kebosanan di asrama annisa tercinta yang sepi bukan alang kepalang.

Perbedaan antara bangsa Jepang dengan bangsa kita. Mengenal serial komik inuyasha yang difilmkan?? mengenal pula serial naruto? kyo samurai deeper? atau mungkin bleach yang selalu tayang setiap hari minggu di stasion televisi yang menjadi pemutar setia sinetron inayah dan kanjeng dosonya????

Lihat bagaimana bangsa jepang dengan apik mengemas setan-setan, hantu-hantunya, dan budayanya ke dalam sebuah serial komik yang kemudian karena alur ceritanya yang luar biasa, berubahlah itu komik-komik menjadi animasi bergerak yang menghasilkan efek luar biasa, hingga penggemarnya sampai ke seluruh dunia (mungkin), itulah serial Inuyasha, itulah serial Bleach dengan dewa kematianya, itulah serial Kyo dengan samurainya, itulah serial Naruto dengan rasenggannya.

Bukan rasa takut yang timbul, bukan pula kesan "norak dan tidak mendidik" yang nampak, tapi justru sebaliknya. Silahkan search di "mbah google", saksikan bagaimana masyarakat dunia "menggandrungi" tokoh-tokoh yang dilahirkan oleh penulisnya ke dunia, hingga Jepang terkenal sebagai negara MANGA di dunia.

Berbeda dengan kita, serial hantu, film-film horor, yang dibumbui kesan porno, dengan tali sling untuk aksi terbang yang terlihat di layar kaca, benar-benar "no comment" rasanya. Entah kita yang kurang pandai mengemasnya, atau karena kita yang hanya ingin meraup keuntungan darinya tanpa mempedulikan nilai estetika, budaya, moral, dan paling penting AGAMAaaa dan parahnya, sebagian dari kita menyukainya.

Hasil yang ada, Anak-anak masih tetap saja takut pada hantu-hantu hasil cerita kakek, nenek, ayah, ibu, orang-orang dewasa di sekitarnya, yang dengan mudahnya menggunakan senjata "hantu" untuk menakut-nakuti dengan alasan untuk mendidik katanya. Tetapi, yang ada justru sebaliknya, proses mendidik yang salah, mereka diajarkan bukan takut pada Tuhannya tetapi pada makhluk yang sama lemahnya dengan makhluk ciptaan Nya yang lainnya.



Tanah air ku Indonesia
Negeri Elok damba ku cinta
....
Tanah air ku tidak ku lupakan
yang masyur permai di kata orang
...
Indonesia, indonesia
tapi saya tetap cinta