Pages

Wednesday, July 15, 2009

Saya yang sok tahu

chapter 3

Saya tidak tahu pasti apa yang ada di dalam pikiran mereka, yang saya tahu yang ada di dalam kepala saya adalah “mengapa mereka semua ingin menjadi pemimpin, ingin menjadi presiden???”, betapa berat beban menjadi seorang pemimpin, hingga bila ia salah di dalam langkahnya, maka NERAKA lah tempatnya. Bila memang sejatinya mereka pro pada rakyatnya, mereka benar-benar memikirkan rakyatnya, mengapa tidak dengan legowo berkata “silahkan, saya percayakan negeri ini untuk saudara pimpin, insya Allah kami mendukung sepenuhnya selama saudara masih memegang syariat Nya, selama saudara benar-benar tulus ingin bekerja dan mengabdi untuk rakyat Indonesia”.

Tidak ada yang dengan legowonya berkeinginan untuk percaya kepada saudaranya untuk menjadi pemimpin, belum ada yang bersedia menjadikan saudaranya sebagai pemimpinnya. Semua ingin bersuara, semua ingin menjadi presiden, seperti halnya semua ingin menjadi anggota legislative, mulai dari artis, tukang sate, tukang somay, sampai tukang becak. Apa salah? Tidak, tidak ada yang salah, semua memang mempunyai hak, tapi “segala urusan bila tidak diserahkan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.

Saya pikir, sampai beberapa hari kedepan, penghitungan akan terus dilakukan, entah itu manual entah itu dengan menggunakan system quick count. Akan sangat bijak bagi kita bila berpendapat bahwasannya siapapun yang menang nantinya, mari bekerja bersama, mari turut mensukseskan program-program yang digulirkan ia bersama kabinetnya, dan mari berkata siapapun yang menjadi pemimpin negeri ini nantinya, insya Allah itulah yang terbaik yang Allah putuskan bagi nasib bangsa ini kedepannya.

Ada hikmah, ada pelajaran dari debat, sindiran, kritikan, atau bahkan celaan dan sanggahan yang mereka sampaikan melalui media massa, elektronik, cetak. Baik yang disampaikan secara resmi, terbuka, blak-blakkan, mau pun yang disampaikan secara tersembunyi melalui permainan kata-kata.

Akan sangat bijak, bila dia yang terpiih nantinya, mau dengan lapang hati memanajemen sindiran, kritikan dari lawannya dengan beranggapan “mungkin memang seperti itulah saya, maka saya harus berubah, karena ternyata sikap yang seperti itu merugikan Negara, mempersulit rakyat Indonesia” atau jika memang dia tidak seperti itu adanya, maka alangkah bijaknya bila ia beranggapan bahwa “berarti sikap seperti itu tidak disukai oleh bangsa ini, maka insya Allah akan saya hindari”.

Akan sangat bijak bila kiranya, ia yang nantinya menjadi pemimpin bagi bangsa ini mau dengan berlapang dada, merealisasikan setiap program kerja yang rencananya akan digulirkan oleh masing-masing lawannya bila nantinya mereka menjadi salah satu pemenangnya.

Merebahkan diri sejenak, tubuh ini kembali mengalami disfungsi, ahh beberapa hari ini, disfungsi itu selalu datang dan pergi silih berganti. Saya manusia yang pandai bicara, pandai melihat keluar, ke sekeliling yang ada, yang dapat dijangkau oleh pandangan mata, yang dapat dirasa, diraba, hingga dapat didengar oleh telinga.

Tetapi saya buta, buta mata, hati, pendengaran dan buta akan rasa, karena sejatinya, cacat manusia yang lainnya begitu mudah dicari, begitu mudah ditelusuri, begitu mudah dicermati, tetapi cacat diri sendiri seperti tak nampak, berlagak sempurna padahal justru sebaliknya. Saya kosong, penuh dengan cacat dan carut marut di dalamnya, saya nampak bergerak tetapi sejatinya saya diam, hingga akhirnya diam itu = m.a.t.i, kalau bukan karena kemurahan hati Sang Maha yang sudah menciptakan diri ini.
-selesai-