Pages

Showing posts with label politik. Show all posts
Showing posts with label politik. Show all posts

Saturday, November 27, 2010

800 juta itu recehan katanya

ketika anggota Badan Kehormatan bilang begini :

"Kenapa yang receh-receh kita pergi cuma habiskan Rp 800 juta dipermasalahkan. Padahal banyak manfaatnya," ujar Wakil Ketua BK DPR, Nudirman Munir, dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/11).

sumber detik.com

Speechless manakala uang 800 juta dianggap receh menurut salah satu anggota BK DPR. Receh? tapi kalau diberikan pengungsi MERAPI, MENTAWAI, atau wasior, apakah 800 juta itu masih tetap receh???.

Kadang mereka mengeluarkan pernyataan tanpa pikir panjang. Bagaimana mereka bisa hidup di atas penderitaan rakyat INdonesia yang lainnya.

Tuesday, August 31, 2010

Ini kesalahan negeri Malaysia hingga menyulut Nasionalisme anak Bangsa

Berikut ini fakta yang sudah terjadi hingga menyulut kemarahan rakyat Indonesia karena menyinggung martabat dan merendahkan harga diri sebagai negara berdaulat.

== Malaysia mengirimkan teroris-teroris bom ke Indonesia
Azahari dan Noordin M Top adalah orang Malaysia yang beroperasi teror di Indonesia. Bersyukur keduanya sudah tewas ditembak.

Doktor Azahari bin Husin lahir di Melaka, 14 September 1957, tewas di Batu Jatim, 9 November 2005. Dia adalah seorang insinyur Malaysia yang diduga kuat merupakan otak di belakang Bom Bali 2002 dan Bom Bali 2005 serta serangan-serangan lainnya bersama dengan Noordin Mohammed Top

==Malaysia merebut Sipadan – Ligitan
Bila mengingat kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan menyakitkan karena kedua pulau itu posisi strategis di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²)

Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional

Selasa 17 Desember 2002 Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia dengan 16 hakim dan Indonesia cuma 1 hakim. Sehingga Pulau Sipadan-Ligitan syah milik Malaysia.

== Menginjak-injak harga diri Indonesia lewat kasus Ambalat
Setelah menguasai Sipadan dan Ligitan, Malaysia ingin lagi menarik garis pantai dari kedua pulau itu untuk mengklaim Blok Ambalat di Kaltim yang kaya akan minyak bumi. Padahal Malaysia bukan negera kepulauan dan sudah semestinya wilayah Blok Ambalat adalah milik Indonesia.

Kasus ini memanas lagi tahun 2005, ketika 17 pekerja Indonesia ditangkap oleh kapal perang Malaysia di Karang Unarang. Dan Angkatan Laut Malaysia mengejar nelayan Indonesia dan mengusir keluar dari Ambalat. Malaysia dan Indonesia memberikan hak menambang ke Shell, Unocal dan ENI.

==Berada di belakang layar terjadinya Illegal logging di Indonesia.

Di Kalimantan telah ditemukan banyak jalan tersembunyi untuk mengangkut kayu ilegal dari Kalimantan. Bahkan pertambangan juga digerogoti dari jalur terowongan untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.

==Tidak peduli dengan nasib TKI yang dianiaya majikan

Berapa banyak TKI yang tidak digaji, dianiaya, disuntik gila dan diusir setelah dimanfaatkan tenaganya. Jika majikan Malaysia ke meja hijau atas kasus itu maka ujung-ujungnya bebas alias dinyatakan tidak bersalah atas kasus penganiayaan.

Jumlah TKI di Malaysia tercatat 1,8 juta orang. Yang tidak tercatat lebih banyak lagi. Dan mereka sebagian besar masih memiliki nasionalisme tinggi untuk membela Indonesia.

Banyak para TKI mengembangkan kebudayaan asli daerahnya masing-masing sebagai hiburan rindu kampung kebanggan nasionalisme. Kemudian Malaysia memfasilitasi mereka untuk dikembangkan menjadi budaya dan akhirnya memanfaatkan dan mengklaimnya.

==Melakukan pelanggaran batas wilayah Indonesia–Malaysia di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Bila orang Malaysia ditangkap karena melakukan pencurian ikan di Indonesia, selalu beralasan mereka merasa masih di wilayah Malaysia.

Sudah begitu, polisi Malaysia juga sering mengawal aktivitas illegal fishing tersebut. Jika sudah berlasan perbatasan, ujung-ujungnya nelayan tersebut dilepas.

==Polisi Diraja Malaysia memukuli wasit Indonesia.
Agustus 2007 wasit karate Indonesia dipukuli 4 polisi Malaysia tanpa sebab hingga akhirnya Indonesia menarik diri dari kejuaraan karate tersebut sebagai bentuk protes.

==Mematenkan (melakukan klaim hak paten) Batik Parang asal Yogyakarta dan berbagai hasil kebudayaan daerah baik kesenian maupun makanan atau kerajinan sudah banyak diklaim oleh Malaysia. Alasannya satu, karya tersebut belum dipatenkan oleh Indonesia.
Sekarang Batik sudah diakui dunia internasional sebagai milik syah Indonesia.

==Mencoba melakukan klaim hak paten terhadap Angklung (alat musik khas Jawa Barat). Belum lagi reog Ponorogo, Kuda Lumping dan sebagainya yang diakui juga milik Malaysia karena di sana memang juga ada berkembang untuk kesenian rakyat.

==Blog Malaysia Menghina Indonesia
Dalam blog yang mengatasnamakan orang Malaysia ini menghina Indonesia dengan menyebut Indon yaitu orang rendahan. Dan fakta di Malaysia memang para TKI sering diremehkan dengan sebutan seperti itu.

Rakyat Indonesia masih terus meluapkan emosi dan kemarahan atas perlakuan tersebut karena terijak martabat dan harga diri sebagai bangsa berdaulat dan bermartabat. Rakyat juga tahu bahwa Malaysia adalah negara persemakmuran Inggris bersama Australia dan Singapura juga. Namun Indonesia adalah bangsa pejuang yang tidak takut dengan senjata apapun karena yakin kebenaran dan keadilan akan ditegakkan. Rakyat masih menunggu dan melihat langkah pemerintah dalam menyikapi berbagai perlakuan Malaysia atas Indonesia. (berbagai sumber)

Wednesday, August 11, 2010

Kasian oh kasian




Orang bilang, saya selalu berkisah soal politik, atau soal negeri yang sepertinya atau memang mungkin saya cintai ini.

Mungkin saya Lebay tapi saya bukan Alay seperti yang seorang penyanyi sering lantunkan di televisi. Mungkin saja karena saya terlampau peduli atau sekedar ingin cari sensasi seperti 'keong racun' yang sedang ngetop saat ini.

Ini tentang negeri ini, menjelang bulan ramadhan, ah gak penting itu bulan 'mungkin begitu menurut sebagian orang'. Tapi menurut saya, ramadhan penting sekali buat manusia seperti saya yang hina dan sepertinya banyak membuat dosa.

Lets start, baca berita si pak ustad ditangkap lagi, ya saya pikir semua tahu ustad mana yang saya maksud. Alasannya karena dia dianggap mendalangi aksi terorisme, ck ck ck. Si pak ustad ditangkap saat sedang dalam perjalanan. Ya manusia bisa saja sudah tua, lanjut usia, rambutnya putih semua, atau jalannya terbungkuk-bungkuk karena tidak kuasa lagi menahan massa tubuhnya.

Malangnya, bukannya hanya pak ustad yang ditangkap, istrinya pun dibawa turut serta. Ya si ibu ustad mah, mungkin seneng aja, kan bisa sama suami tercinta. Tapi anaknya??? yang bungsu menangis, tak kuasa menahan air mata di hadapan media masa, kasihannya.

Sebuah artikel mengatakan, Polwan yang membawa istri pak ustad berkata bahwa -si pak ustad jahat- padahal tu pak ustad belum tentu apa dakwaan yang ditimpakan kepadanya. Tapi, inilah dunia, manusia bisa seenak jidat, jeplak sesuai isi kepalanya. Ya, seperti apa yang pernah saya baca dari wall seseorang, intinya 'selama tidak merugikan orang lain, suka-suka saya mau bicara apa', lalu saya bilang dalam hati 'jadi ingat kisah seorang penumpang kapal yang membolongi lantai kamarnya, dengan berkata 'suka-suka saya, saya sudah bayar'. Pikir punya pikir, kalau semua penumpang seperti dia, maka bisa tenggelam itu kapal tentunya.
Back to topic, this is Indonesia. Dimana menurut sebagian orang, bernilai atau tidaknya seorang wanita dilihat dari -Perawan atau tidaknya ia-, entahlah no comment untuk ini.

Ini Indonesia, pak ustad ditangkap, isu terorisme diangkat ke permukaan. Tapi, kemanakah 'si CENTURY? kemanakah si 'REKENING GENDUT kepolisian', mereka seperti hilang tertiup angin. Ya ini Indonesia, semua fakta bisa diputarbalikkan sesukanya. Asalkan kamu punya uang, asal kamu punya kuasa, itu mah gampang saja.


Saya tidak mendeskreditkan bangsa tempat saya bernaung, karena saya bangga bisa lahir dan besar bersama mereka yang tinggal di negara ini, Indonesia. Kapan kiranya negara ini bisa maju, atau paling tidak menjadi bangsa yang jujur pada diri sendiri, bertanggungjawab atas semua kesalahan, alaaaahhh jadi gak esensial pada akhir dari 'posting' an saya kali ini.

Sabar ya pak ustad, yah kalau memang dirimu benar "Allah selalu bersama hamba-hamba Nya yang sabar", buat pak polisi yang punya rekening gendut mah, yahh gak tau mau titip pesen apa, cuma kasian sama anak istrinya, menelan uang haram sepanjang hidupnya, kasian, sungguh kasian. Kasian oh kasian..........

Wednesday, July 15, 2009

Saya yang sok tahu

chapter 3

Saya tidak tahu pasti apa yang ada di dalam pikiran mereka, yang saya tahu yang ada di dalam kepala saya adalah “mengapa mereka semua ingin menjadi pemimpin, ingin menjadi presiden???”, betapa berat beban menjadi seorang pemimpin, hingga bila ia salah di dalam langkahnya, maka NERAKA lah tempatnya. Bila memang sejatinya mereka pro pada rakyatnya, mereka benar-benar memikirkan rakyatnya, mengapa tidak dengan legowo berkata “silahkan, saya percayakan negeri ini untuk saudara pimpin, insya Allah kami mendukung sepenuhnya selama saudara masih memegang syariat Nya, selama saudara benar-benar tulus ingin bekerja dan mengabdi untuk rakyat Indonesia”.

Tidak ada yang dengan legowonya berkeinginan untuk percaya kepada saudaranya untuk menjadi pemimpin, belum ada yang bersedia menjadikan saudaranya sebagai pemimpinnya. Semua ingin bersuara, semua ingin menjadi presiden, seperti halnya semua ingin menjadi anggota legislative, mulai dari artis, tukang sate, tukang somay, sampai tukang becak. Apa salah? Tidak, tidak ada yang salah, semua memang mempunyai hak, tapi “segala urusan bila tidak diserahkan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.

Saya pikir, sampai beberapa hari kedepan, penghitungan akan terus dilakukan, entah itu manual entah itu dengan menggunakan system quick count. Akan sangat bijak bagi kita bila berpendapat bahwasannya siapapun yang menang nantinya, mari bekerja bersama, mari turut mensukseskan program-program yang digulirkan ia bersama kabinetnya, dan mari berkata siapapun yang menjadi pemimpin negeri ini nantinya, insya Allah itulah yang terbaik yang Allah putuskan bagi nasib bangsa ini kedepannya.

Ada hikmah, ada pelajaran dari debat, sindiran, kritikan, atau bahkan celaan dan sanggahan yang mereka sampaikan melalui media massa, elektronik, cetak. Baik yang disampaikan secara resmi, terbuka, blak-blakkan, mau pun yang disampaikan secara tersembunyi melalui permainan kata-kata.

Akan sangat bijak, bila dia yang terpiih nantinya, mau dengan lapang hati memanajemen sindiran, kritikan dari lawannya dengan beranggapan “mungkin memang seperti itulah saya, maka saya harus berubah, karena ternyata sikap yang seperti itu merugikan Negara, mempersulit rakyat Indonesia” atau jika memang dia tidak seperti itu adanya, maka alangkah bijaknya bila ia beranggapan bahwa “berarti sikap seperti itu tidak disukai oleh bangsa ini, maka insya Allah akan saya hindari”.

Akan sangat bijak bila kiranya, ia yang nantinya menjadi pemimpin bagi bangsa ini mau dengan berlapang dada, merealisasikan setiap program kerja yang rencananya akan digulirkan oleh masing-masing lawannya bila nantinya mereka menjadi salah satu pemenangnya.

Merebahkan diri sejenak, tubuh ini kembali mengalami disfungsi, ahh beberapa hari ini, disfungsi itu selalu datang dan pergi silih berganti. Saya manusia yang pandai bicara, pandai melihat keluar, ke sekeliling yang ada, yang dapat dijangkau oleh pandangan mata, yang dapat dirasa, diraba, hingga dapat didengar oleh telinga.

Tetapi saya buta, buta mata, hati, pendengaran dan buta akan rasa, karena sejatinya, cacat manusia yang lainnya begitu mudah dicari, begitu mudah ditelusuri, begitu mudah dicermati, tetapi cacat diri sendiri seperti tak nampak, berlagak sempurna padahal justru sebaliknya. Saya kosong, penuh dengan cacat dan carut marut di dalamnya, saya nampak bergerak tetapi sejatinya saya diam, hingga akhirnya diam itu = m.a.t.i, kalau bukan karena kemurahan hati Sang Maha yang sudah menciptakan diri ini.
-selesai-

Monday, July 13, 2009

Semua demi apa yang namanya DEMOCRACY

Kontemplasi 8 Juli 2009
chapter 2


"mari merenung sejenak"

Berapa banyak kertas yang dihabiskan, berapa banyak plastik dan kain yang akhirnya hanya menjadi tumpukan, onggokan, dan berapa banyak cat warna yang habis hanya untuk pudar sia-sia dimakan cuaca yang semakin tidak menentu saja. Hingga, berapa banyak lagi pohon-pohon yang harus ditebang karena kebutuhan manusia akan kertas yang semakin meningkat setiap harinya.

Berangkat dari rasa muak, karena sikap berlebihan tim sukses masing-masing pasangan dalam mengiklankan, dalam berjanji, maka saya bingung hingga akhirnya saya putuskan, kali ini saya tidak akan memilih sepertinya. Tetapi ini lah saya kini, manusia dengan noda biru tua di jari kelingkingnya, noda itu saya dapatkan tepat setelah saya memilih satu dari tiga calon presiden yang ada di dalam kertas, di dalam bilik suara.

Quick count, manusia bersifat tergesa-gesa, dan karena sifat ketergesa-gesaan itu pulalah akal dan pikirannya berkata, “mengapa tidak membuat sebuah inovasi dengan menggunakan system penghitungan cepat untuk mendapatkan hasil yang paling tidak mendekati akurat”, maka terlahirlah system quick count ke dunia.

Salah satu capres dipastikan menang dan pilpres nampaknya benar-benar akan menjadi satu putaran. Bangsa ini benar-benar membutuhkan orang dewasa yang berpikiran dewasa, sejatinya bagi yang menang semakin merendah ia, hatinya. Laksana padi yang semakin padat berisi bulirnya, maka semakin merunduklah ia karena isinya. Seperti itu pula harapannya pada manusia, seperti itu pula seharusnya yang terjadi pada capres yang diprediksikan unggul oleh media. Dan bagi yang kalah, seyogyanya menerima kekalahan dengan lapang dada.

Bukan dengan mengumbar “bla…bla…bla.. menang” atau “bla….bla..bla… terjadi kecurangan”, yang satu takabur, yang satu sibuk mencari kesalahan, mencari kambing hitam, hingga yang saya khawatirkan karena ia dilengkapi dengan 9 perasaan dan 1 logika, maka ia akan berkata “pemilu harus diulang”, maka saya akan berkata “masya Allah, demi Allah, semakin gila manusia”, mereka katakan proses demokrasi, ada juga yang katakan “untuk belajar berdemokrasi, tak mengapa banyak dana dihabiskan”.

Baiklah, Ok, saya marah, “astaghfirullah, sontoloyo, gila, edan, mual rasanya”. Demokrasi ??? demokrasi macam apa yang ada di kepalamu, demokrasi macam apa, bila rakyat di luar sana menggelandang, busung lapar, gizi buruk. Demokrasi macam apa hingga hampir semua anggaran Negara dikucurkan ke sana, untuk dana kampanye, bilik suara, kertas suara, dan segala macam tetek bengek lainnya.

-bersambung-

Friday, June 19, 2009

Saya heran

Saya tidak ingin gunakan kata aku, karena 'aku' begitu terasa aneh di telinga saya. Saya tidak suka menghadapi kata "TAPI" lebih baik dia, kamu, mereka berkata "KALAU MENURUT SAYA..."

Posting note di sebuah situs jejaring yang sedang membuat demam orang-orang indonesia karenanya, ya situs apalagi kalau bukan facebook. Judulnya "debat capres, buang-buang waktu"

Sungguh luar biasa, itu judul seperti gula yang menarik semut-semut pekerja. Seperti madu yang menarik lebah-lebah pemburu. Berbagai macam komentar sampai di note yang saya buat. Ada yang katakan setuju, ada yang katakan tidak setuju, ada juga yang ujung-ujungnya menghakimi saya dengan memberi gelar skeptis. Siallll, note itu ada bukan karena saya ingin mempengaruhi sesiapa yang membaca, note itu ada bukan karena saya ingin memaksakan kehendak akan berpendapat pada mereka yang menjadi teman dalam jaringan saya. Tapi, itu hanya suara yang ada di dalam kepala, itu hanya suara hati yang meluncur begitu saja, agar saya bisa tetap waras ketika saya berada pada jalur kiri dan mulai merugikan bangsa ini (semoga saja tidak).

Ada yang katakan saya skeptis dalam pendapatnya (gara-gara note itu), yah mungkin saya skeptis. Awalnya tidak terima, rasa amarah itu membuncah, tertahan, bahkan ketika kewajiban saya pada Nya saya tunaikan, bahkan hingga salam itu saya ucapkan. Rasa kesal, jengkel, marah itu bercampur aduk. Tidak terima digolongkan skeptis oleh manusia yang mengenal saya tidak lebih dari 3 hari lamanya. Yah setidaknya itulah awalnya yang saya rasa, hingga rasa kesal itu memancing untuk segera membuka laptop lalu membalas pendapatnya, dengan sanggahan yang serupa. Tetapi, satu sisi dari diri ini mengayunkan lengan kiri saya untuk meraihnya, membukanya, lalu membacanya. Hingga akhirnya, tenanglah saya, tentramlah hati dan kepala setelah membaca kalam Nya.

Berpikir jernih, heran, saya heran, aku heran.

Betapa komentar yang ada, yang datang, yang menanggapi dengan panjang lebar, nampak mereka-mereka begitu mengerti dengan dunia perpolitikan yang ada di negeri ini. Bicara itu mudah, amat sangat mudah, seperti halnya saya. Tetapi menjalankannya, tidak banyak yang bisa, mau bertahan untuk menjalankan apa yang ia katakan, termasuk saya. Berpendapat itu mudah, amat sangat mudah. Entah apa yang memancing mereka untuk begitu tertarik menanggapi note saya tentang debat capres malam itu, hari itu. Apa karena politik itu soal ideologi, apa karena politik itu soal ke-aku-an yang ada di dalam diri manusia itu sendiri? Entahlah.

Saya heran, mengapa begitu sedikit yang tertarik untuk mengomentari lahan hutan yang rusak di negeri ini. Mengapa bisa dihitung dengan jari yang tertarik untuk mengomentari gizi buruk, busung lapar yang ada di negeri ini. Mengapa pula masih banyak saja sampah-sampah berserakan karena rasa malas untuk membuang sampah pada tempatnya? Mengapa pula masih banyak yang belum mau menutup auratnya, padahal bicara politik bisa sebegitu sedemikian sehingga hebatnya. Mengapa pula masih banyak dari kita yang menunda-nunda kewajiban pada Sang Penciptanya, dan mengapa pula masih banyak pengendara motor yang menyalahi peraturannya, dan masih banyak lagi mengapa-mengapa yang lainnya.

Pada kenyataannya, kita, manusia Indonesia, terkadang begitu pandai dalam berbicara, berpendapat, melihat, mengamati, tetapi untuk sekedar 'looking into inside', bisa dihitung dengan jari manusia yang mau sadar untuk mengoreksi diri sendiri. Bisa dihitung dengan jari manusia yang memilih untuk banyak berbuat dari pada sekedar berpendapat sedemikian sehingga terlihat hebat, padahal kita masih nol, nonsense, omong kosong.

Saya orang Indonesia

Thursday, June 18, 2009

Calon2 pemimpin di negeri dongeng ini

Debat capres, kt temen sie,ZeeruuuUU, tapi kt cep, buang2 waktu.

Saling tuding, semua saling klaim, semua saling obral, yg lebih parah, ketika salah satu capres sbegitu sdemikian shingga 'mnegatifkan' lawannya.

hhh, padahal swasembada beras, gara2 pak petani dg keringat dan pupuk mahalnya.

padahal pancang suramadu, bapak2 kuli yg menegakkannya
padahal perdamaian, juru bicara yg mendiplomasikannya.....
poinnya, semua yang terjadi, semua prestasi yang ada, bukan karena satu orang saja, bukan kerja satu orang semata.

Manusia indonesia dialihkan, anggota DPR melenggang senang dengan CINCIN emas di jari jemari mereka.
Tersenyum dengan bangga, memakai LENCANA mematut diri di layar kaca tualet seharga jutaan rupiah sepertinya.
Gila, mata manusia dialihkan dari tingkah polah anggota DPR lama dan baru, 5 miliar, begitu ujar koran lokal.
Alokas 5 miliar untuk CINCIN emas bagi anggota DPR lama, dan LENCANA emas bagi anggota DPR baru.
Hahhh, sementara busung lapar mengancam di mana-mana.
Sementara angka pengangguran bertambah lagi
Sementara angka kemiskinan tidak berubah ke arah turun, melainkan naik yang signifikan

Timpang
Pitza Hut didirikan
termasuk ke dalam propinsi termiskin, sudah disandangkan
Timpang
enam daerah di lampung raih penghargaan program peningkatan produksi beras
tetapi, busung lapar pun tersebar di empat daerah yang menerima penghargaan.

bersedekahlah kamu baik dalam keadaan terang-terangan maupun bersembunyi, diam-diam.
Mengapa baru janjikan laptop ketika PilPres akan diadakan bulan juli tahun ini.
Mengapa tidak bersedekah ketika Aceh sedang tertimpa musibah
Ketika Yogya dilanda gempa bumi yang luar biasa

Mengapa baru menjanjikan melindungi negeri dari intervensi negara asing, tepat ketika diri mencalonkan diri menjadi salah satu kandidat di negeri ini.

Mengapa semua mengaku berjasa pada perdamaian ambon, poso, aceh.
Mengapa semua mengklaim keberhasilan tanpa mau mengakui kesalahan, kecerobohan akan rusaknya lahan gambut, rusaknya lahan resapan air, rusaknya hutan yang ada di negeri ini.

Mengapa tidak ada yang mengklaim bertanggung jawab pada banjir yang setia melanda negeri ini, apa lagi kota jakarta yang katanya ibukota negeri kita.

Mengapa pula tidak ada yang mengklaim bertanggung jawab atas jebolnya situ gintung beberapa waktu yang lalu.

Thursday, March 5, 2009

Tuesday, September 2, 2008

Warga Negara yang Baik

Assalammu'alaikum
Bismillahhirrahmanirrahim

Whuaahh, besok perhelatan akbar di propinsi Lampung diadakan. Mengapa menggunakan salam pada awal membuka sebuah tulisan? yah karena sedang ingin saja. Mengapa pula dengan tumbennya, tidak ada angin, tidak ada hujan, saya menggunakan 'Bismillah' pun pada awal membuka? kembali saya katakan, 'sedang ingin saja'

Tema atau judul, yah terserahlah. Kali ini, tentang warga negera yang baik. Mau jadi warga negara yang baik saya, susahnya bukan main. Mengapa? begini kisahnya bermula.....

Ceritanya, di propinsi saya, lampung, propinsi yang panasnya kadang sampai luar biasa, tapi tidak sampai sepanas cuaca di semarang. Duh jadi melantur, besok, tepatnya tanggal 3 september 2008, pemilihan kepala daerah tingkat Gubernur akan dilangsungkan.

Semua pada sibuk, ada yang sibuk pasang-pasang tanda 'tempat pemilihan suara', ada yang sibuk bertanya 'besok pilih siapa', ada juga yang sibuk seperti saya yang gak jelas sibuknya apa. Kepala Laboratorium saya bertanya "besok nyolok gak?", 'hah nyolok? nyolok apaan', lama kemudian si bapak melanjutkan "besok milih gak?" .....'oh ternyata itu yang beliau maksudkan'. saya jawab saja tidak, beliau pun bertanya "kenapa?", "habis, gak ada kartu hak pilih sih pak".... si bapak tersenyum, lalu "yah sudah, lagi pula gak ada yang bisa dipilih" begitu beliau menambahkan.

Bla..bla..bla.. beliau pun pergi karena suara adzan sudah terdengar dari kejauhan, dari masjid Al wasi'i.

Hmm, sudah lebih dari 4 tahun saya berada di propinsi ini, di pusat kota dari propinsi Lampung. Tapi, KTP pun saya tidak punya, ingin membuat, tapi banyak embel-embelnya, pakai surat keterangan pindah dari lurah lah, pakai kartu keluarga lah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kadang berpikir, 'kira-kira, di luar negeri seperti ini nggak ya?'. Padahal, saya mahasiswa di salah satu universitas yang ada di kota ini, harusnya dengan Kartu Tanda Mahasiswa yang saya punya, saya sudah bisa mengantongi Kartu Tanda Penduduk di daerah ini.

Imbas dari tidak adanya KTP berujung pada, yah saya tidak bisa memilih. Ujung-ujungnya, kepala saya yang cerdasnya luar biasa ini kembali berkata "mau jadi warga negara yang baik saya, bukan main susahnya". Lho kok? ya iya, salah satu kriteria warga negara yang baik itu, selain mentaati peraturan yang ada, adalah menggunakan hak pilihnya pada saat pemilihan berlangsung, entah itu pemilihan Presiden, Gubernur, bahkan Bupati sekalipun.

Mau jadi warga negara yang baik saja, begini susahnya. Memang, pak Presiden instruksikan 'gunakan hak pilih', tapi boro-boro mau digunakan, nama saja tidak terdata. Ada juga sih yang bilang, perkirakan, kebanyakan mahasiswa yang tidak terdata itu karena unsur yang disengaja. yah tapi sudahlah, jadi buruk sangka saja, apalagi sebagian sangkaan itu tidak baik ujung-ujungnya.

Pada akhirnya, besok, tanggal 3 september, saya tidak ikut memilih, sebenarnya sayang sih, habis lumayankan satu suara. Tapi, apa mau dikata, paling diam saja di dalam kamar asrama, otak-atik yang bisa diotak-atik, membaca apa yang bisa dibaca, dan menunggu hasil penghitungan suara sembari berdoa bahwasannya.......

'siapa pun yang menang pada perhitungan hasil akhir nantinya, semoga itu yang terbaik yang Allah pilihkan untuk memimpin Propinsi ini kedepannya'.