Pages

Friday, June 5, 2009

Mas pendi pergi

Sore itu, saya hanya dapat menatap dalam diam. MObil pick up itu semakin lama semakin jauh, semakin menghilang dari pandangan, saya terus menatap lekat, sampai ia hilang dari tikungan.

"Mbak pit, mbak pit" begitu ujarnya sedikit agak keras sepertinya. Saya seperti mengenal siapa yang mempunyai suara itu. Entah mengapa, ada rasa senang yang mendalam, senang karena pada akhirnya suara itu kembali terdengar di lingkungan asrama Annisa. Saya pikir, itu suara mas pendi, ya saya tidak salah. Suara itu kepunyaan mas pendi yang sebelumnya menjaga asrama annisa ini. Ada perlu apa dia mencari mbak vivit, pikir kepala saya saat itu, hingga "o ya, seingat saya mas pendi memiliki hutang beberapa puluh ribu pada mbak vit, dan nampaknya malam ini beliau berniat mengembalikannya"

Ada sedikit rasa malu, karena bila memang benar uang itu dikembalikan, maka terpatahkan semua keluh kesah mbak vit tentang kenyataan bahwa mas pendi tidak akan mengembalikan uangnya yang sebenarnya tidak begitu besar nilainya baginya (mbak vit.red) yang sudah berpenghasilan sendiri. "ya mas pendi, kenapa mas?" begitu jawab mbak vit dari arah kamarnya. "ini mbak, ada perlu sedikit", begitu jawab mas pendi. Tak lama "makasih ya mbak" begitu ujar mas pendi kemudian, saya pikir transaksi hutang piutang sudah terselesaikan. "iya mas, makasih juga" begitu ujar mbak vit kemudian.

"Sekalian mau pamit mbak"begitu balas mas pendi, "O ya, mas, maaf kalau ada salah" begitu ujar mbak vit. Percakapan terhenti sampai di situ, segera saya sambar jilbab hitam saya yang tergantung tepat di belakang pintu kamar saya. terburu-buru, dalam tergesa-gesa, tersengal-sengal, untuk kemudian membukan pintu kamar. Berjalan keluar, mencari-cari hanya untuk sekedar melihat wajah mas pendi dan veni anaknya sebelum mereka pergi meninggalkan asrama Annisa ini. Pandangan mata saya tujukan ke seluruh penjuru asrama, dimana saja mata saya bisa menjangkaunya.

Mobil pick up itu masih berada di pelataran parkir asrama, bagian belakangnya sarat dengan perabotan yang mas pendi punya. Melihat kesana kemari ke arah mobil pick up, berharap dapat menjumpai wajah mas pendi atau veni untuk yang terakhir kali di lingkungan asrama ini. Hasilnya nihil, yang ada hanya, mobil itu keluar, menjauhi hingga hilang dari pandangan.

Arrrggghhh, saya menjerit, saya tidak begitu menyukai apa yang namanya perpisahan. Dan mas pendi, pergi begitu saja tanpa ada kata-kata. Tidak itu kata selamat tinggal, tidak itu kata maaf, tidak itu kata terima kasih, tidak juga kata sampai jumpa. Tidak ada kata-kata, tidak sama sekali, kecuali hanya hembusan-hembusan angin malam yang kencang membawa debu-debu beterbangan.

Pucuk-pucuk daun-daun muda yang menghijau, sesaat saya tertawa, menatap lahan luas kampus UNILA, seperti stepa dan savana. Ladang kelapa itu disulap menjadi padang rumput tak bertuan.

Mas pendi pergi tanpa permisi, pergi bersama seorang putrinya yang bernama veni. Tidak nampak induk semang kami mbak yeni, ya karena memang pada kenyataannya, mereka sudah berpisah beberapa bulan yang lalu. Dan sampai saat ini, tidak ada yang mengetahui keberadaan mbak yeni kini.

Ada sebab musababnya mengapa mas pendi pergi, ada pula sebabnya mengapa beberapa waktu yang lalu mbak yeni pergi minggat dari asrama annisa ini. Ada hubungannya dengan perkara kasih yang terkikis, entah terkikis karena waktu, entah terkikis karena lupa pada tujuan mengapa sebuah ikatan perkawinan antara dua orang anak manusia bisa terjalinkan. Mendengar kabar bahwa sang suami memiliki wanita lain di dalam kehidupannya, di dalam hatinya. Sebagai seorang wanita, yang juga memiliki rasa seperti yang mbak yeni punya, saya pikir saya mungkin akan melakukan hal yang sama, tetapi semoga Allah selalu melindunginya dimana pun dia berada.

"Tuhkan bener cep, apa yang pernah ku ceritain sama kamu dulu, kamu sieh gak percaya" begitu ujar seorang teman saya. Ya siapa pula yang akan percaya pada berita yang masih kan belum jelas kebenarannya, tentang halnya si bapak yang mempunyai istri selain ibu penjaga asrama, tentang si ibu dan si bapak penjaga asrama yang terkadang baku hantam, cerca mencerca di malam harinya, dan pada akhirnya "katanya, istrinya yang sekarang sudah punya anak, bla...bla" begitu ujar calon penjaga asrama annisa yang juga merupakan kemenakan mas pendi si penjaga asrama sebelumnya. Dan pada intinya, bapak penjaga asrama berlaku seperti itu, karena pada nyatanya ibu penjaga asrama belum bisa memberikan keturunan padanya, begitu menurut mereka-mereka yang bercerita pada saya.

Waallahu alam, saya tak tahu, tak mengerti, tak ingin ikut campur dalam urusan orang dewasa yang terkadang membuat kepala saya tak berhenti bertanya "mengapa? kenapa?" dan berjuta tanya yang lainnya.

Gadis kecil itu, veni namanya, baru saja beberapa hari yang lalu menyelesaikan ujian kenaikan untuk berganti kostum, menjadi siswi salah satu SLTP yang ada di propinsi ini. Kadang tertegun, berpikir kiranya apa yang ada di dalam alam pikirannya. Dia anak perempuan yang menjadi semakin pendiam semenjak pertengkaran kedua orang tuanya yang nampaknya seringkali terjadi di hadapannya. Diamnya gadis kecil itu semakin menjadi, ketika ibunya pergi meninggalkan asrama annisa ini, dan terakhir kali saya melihatnya, tepat beberapa hari sebelum Mas pendi pergi membawa semua perabotannya keluar dari asrama ini.

Kasihan, hanya itu yang dapat saya katakan, dan semoga gadis kecil itu tetap dapat tumbuh seperti gadis kecil lain dalam hal psikologinya, semoga kiranya Allah selalu melindungi dan menjaga gadis kecil itu hingga ia tumbuh dewasa nantinya