Pages

Monday, September 15, 2008

Malam Pertama

Semua pasti ada awal mulanya bukan.

Hari ini indah, membuka hari dengan meregangkan semua persendian diri ini. Mari sedikit membuka memori ke beberapa tahun yang lalu, tahun pertama, di malam pertama.

Malam itu akhirnya tiba juga, deg-deg-an? tidak juga. Berdebar-debar? ah berlebihan agaknya jadi pada intinya adalah biasa-biasa saja. Selepas membersihkan diri, menyegerakan berbuka selepas adzan maghrib menggema, karena menganut pemikiran bahwa akan mengantuk bila makan terlalu banyak sebelum sholat tarawih, maka saya hanya mengisi perut saya seadanya atau lebih tepatnya tidak diisi, karena hanya menenggak segelas air putih saja.

Lama, akhirnya adzan isya berkumandang, menyegerakan membasuh diri dengan air wudhu meskipun sebenarnya belum ada yang membatalkan wudhu saya. Bergegas menuju masjid yang berada tidak jauh dari asrama Annisa no 20 A, berjalan kaki beberapa meter, beramai-ramai dengan anak-anak asrama. Ini kali pertama saya sholat tarawih di bulan ramadhan di tahun ini, karena di hari malam pertama ramadhan, saya menunaikan sholat tarawih di kamar saja.

Singkat saja dalam berkata-kata di dalam bercerita, akhirnya saya dan teman-teman asrama sampailah di masjid Darul Fatah. Nama masjid ini, sama dengan nama ponpes yang mengasuhnya. Ramai, seperti biasa ada anak-anak kecil yang berlarian kesana-kemari, ada remaja-remaja putri yang sama mahasiswanya dengan saya, tak ketinggalan warga sekitar masjid yang tak luput dari pandangan mata.

Ibadah sholat isya pun dimulai, malam pertama bagi saya, benar-benar menentramkan. Sampai salam diucapkan, sholat isya selesai ditegakkan. Anak-anak kecil itu masih saja ramai, seorang pak ustadz terdengar setengah berteriak, memanggil atau lebih tepatnya memarahi anak-anak lelaki yang menyulut petasan pada saat sholat isya dilaksanakan, jantung ini pun sempat berdegup kencang manakalan itu petasan, melolong kencang tanpa permisi, tanpa kompromi, Alhamdulillahnya pada saat itu petasan berbunyi, bibir ini terkatup, kalau tidak, bisa-bisa latah saya merusak sholat isya yang saya jalankan.

Tidak ada ceramah hari ini, entah mengapa, menurut sang imam, akan dilanjutkan langsung dengan sholat tarawih, sekali sholat 2 rakaat.

Saya tidak tahu benar-benar tidak tahu menahu, kalau pun saya tahu, tentu tidak seminim itu persiapan saya untuk menghadapinya.

Rakaat pertama, sholat tarawih dimulai, awal tenang dirasa, merasa nyaman, 'beginilah kiranya nuansa ramadhan seharusnya'. Hmm, lama mulai tidak khusyuk dirasa, kepala ini mulai berkunang-kunang, kaki ini tidak mampu lagi menopang, lalu 'gdubrakkk', hhh saya terjatuh, tidak sadarkan diri untuk beberapa saatnya dan saya baru sadar bahwa saat itu saya 'pingsan'.

Kali pertama seumur hidup saya, saya pingsan karena sholat tarawih yang baru mulai dua rakaat saja. Usut punya usut, mengapa sholat tarawih begitu lama, ternyata ponpes ada rencana menghatamkan satu juz setiap malamnya, dan malam pertama itu adalah malam uji coba. Beberapa detik terduduk dalam diam, saya pun langsung bangkit meneruskan sholat yang sempat saya tinggalkan dalam ketidaksadaran dan dalam kekeliruan.

Sholat tarawih pun selesai, salah seorang dari anak asrama angkatan 2000 jurusan kimia, menemui si umi yang notabenenya suaminya adalah pemimpin ponpes yang juga ikut menunaikan sholat tarawih bersama kami. Si mbak bertanya mengapa 1 juz semalam, si mbak berkata pula , bahwa 'banyak warga yang awam dan orang-orang tua yang ikut sholat di masjid ini', si mbak juga berkata bahwa ada yang pingsan.

Si Umi memberikan pernyataan, bahwa yang tidak kuat ya jangan sholat di sini, si umi pun berkata bahwa yang pingsan pasti jilbabnya pendek. Si mbak menjawab 'justru yang pingsan yang jilbabnya lebar umi, malah mengajar di TPA sini' begitu ujar si mbak pada si umi. Si umi tetap kukuh pada jawaban, si mbak meradang dalam kesal dan mengutarakannya pada kami selepas sholat tarawih dijalankan.

Hmmh, tinggalkan si mbak yang masih protes dengan jawaban si umi. Berpikir, ya saat itu saya berpikir, 'kalau tau bakal 1 juz, pastilah saya sudah isi perut saya dengan amunisi, bukan hanya dengan segelas air'. Saya tidak ingat pasti seperti apa rasanya pingsan, yang pasti malunya hingga hari ini masih saya rasakan, pasalnya esok harinya di kampus, teman-teman pada bertanya 'apa benar saya pingsan pada saat sholat tarawih dijalankan'.... 'ohh tidak', siapa pula yang membantu dengan sukarela menyebarkan itu berita hingga anak-anak kampus pada tahu semua, entah yang satu jurusan entah pula yang berbeda jurusan, entah yang satu fakultas entah pula yang beda fakultas, mereka pada tahu semua.

11 September 2008, tadi malam, kembali saya jalankan sholat tarawih di masjid itu, masih dengan 1 Juz nya, dengan jamaah seadanya, santri-santri dan jamaah-jamaah yang entah darimana datangnya. Sepi, ya tentu sepi, karena warga sekitar lebih memilih pindah ke masjid lain yang tak berjauhan letaknya dengan masjid Darul Fatah.

Dan saat menuliskan kisah ini, saya baru ingat bahwasannya salah satu yang membatalkan wudhu adalah bila seorang itu dalam keadaan pingsan. Konyol, kenapa? karena pada hari dimana saya pingsan, saya tidak kembali mengambil wudhu, tetapi sekonyong-konyong langsung mengikuti sholat tarawih untuk rakaat yang berikutnya.

Mau tertawa rasanya, katanya 'cecep? pingsan?', begitu kata mereka bila melihat saya.