Mereka yang mulai mengepakkan sayapnya, pergi melanglang buana meninggalkan sarangnya. Sedih, ada rasa, entah rasa apa yang menggumpal di dalam segumpal darah yang berada di dalam tubuh saya. Rasa itu sesak, rasa tidak menyenangkan, rasa ingin menangis, rasa ingin mengulang semua kejadian yang belum tentu bisa sama seperti kejadian aslinya.
Odorenai warutsu menemani, petikan gitarnya yang membuat hati semakin menjadi melankolie, sedih tak tentu arah. Ingin menangis tapi tidak ada tempat yang bisa menjadi labuhan air mata kecuali di atas sejadah tua ketika sepertiga malam itu tiba.
Kampus unila, mungkin saya anomaly, bisa jadi saya menjadi mahasiswa yang aneh sendiri. Malam menjelang, ketika melalui sebuah jejaring seorang lelaki bertanya tentang perasaan saya ketika sudah mengalami apa yang namanya “wisuda”. Maka, saya katakan “sedih”, entah dia jujur atau tidak dengan perkataannya, tapi nampaknya ia sedikit terkejut dengan jawaban saya. “ya sedih” begitu lanjut saya, sedih karena tidak lagi bisa bimbingan dengan dosen yang sudah membimbing saya sejak tahun 2005 sampai akhir 2009. Saya yang selalu merepotkan beliau, mungkin terkadang membuat kesal karena ulah saya yang menurutnya manja dan tergesa-gesa.
Sedih karena hilanglah gelar mahasiswa itu dari diri saya, ada sedikit rasa kebebasan yang tercerabut dari akarnya, meskipun kebebasan yang lainnya sudah saya dapatkan. Kerana terlepaslah beban yang mungkin selama ini menggelayut di dalam benak dosen dan kedua orang tua saya.
Sudah 5 tahun UNILA mempersilahkan saya untuk diam, tinggal, dan berkembang di dalamnya. Sudah 5 tahun pula jurusan fisika mempersilahkan saya untuk mengacak-acak pola pikir saya tentang ilmu fisika yang menyenangkan. Meskipun terkadang, saya tidak mengerti dengan apa yang dosen saya sampaikan.
Fisika matematik, medan elektromagnetik, fisika kuantum, fisika inti, fisika statistik mata kuliah-mata kuliah yang secara tidak sadar membuat bergidik anak-anak fisika di UNILA. Terkadang menimbulkan istilah “bunuh diri” bagi mahasiswa yang mengambil mereka dalam satu semester secara bersamaan.
Dan “ArrrggghhhHHhhh” kenapa saya begitu lemah untuk urusan hati, kenapa saya begitu rapuh hingga perpisahan itu dirasa begitu menyiksa, mendera jiwa, dan saya kembali dengan sikap hiperbolik saya.
Mereka teman-teman saya, teman-teman dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri mereka. Beberapa dari kita mungkin menjadi amat sangat menyebalkan bagi teman-teman yang lainnya terlebih lagi saya.
Air mata itu teredam, obat hati memang benar-benar saya butuhkan. Helaan nafas berat itu saya hembuskan, demi Dia Yang Maha Menciptakan kita semua, teman-teman. Demi DIa pula yang sudah mempertemukan kita di kampus hijau UNILA, di jurusan Fisika, saya katakan terima kasih untuk semua. Saya menyayangi, mencintai kalian semua seperti halnya saya mencintai diri saya sendiri, hanya karena Nya.
Saya membutuhkan obat hati melebihi dosis yang Allah berikan pada teman-teman saya yang lainnya. Rasa melankolie yang saya punya, terkadang melampaui ambang batas, terkadang melampaui kadar yang diizinkan hadir dalam diri setiap anak manusia. Maka ketika melankoli itu tiba, tuts-tuts keybord menjadi teman setia untuk menumpahkan semua rasa yang ada.
“Hummmphh” dan ketika video dari seorang teman saya putarkan di dalam DVD room laptop saya, whuahhhhh rasa sesak semakin melesak jauh ke dalam dada. Perasaan tidak menentu mencuat begitu saja, Masya Allah, subhanallah untuknya, untuk sebuah karya yang ia peruntukkan bagi saya, temannya, seseorang yang menurutnya pernah menempati posisi khusus di dalam hatinya.
Ingin memecahkan suasana dengan berliter-liter air mata, ingin menumpahkan kata-kata melankolie penggugah jiwa sebagai wujud terima kasih saya padanya. Tapi, biar Allah yang membalaskannya, karena insya Allah perhitungan Allah jauh, amat sangat jauh berbeda dengan perhitungan yang saya punya.
Ingin memberikan sesuatu yang berharga dan dapat dikenang selamanya, tapi tak mampu, mungkin belum mampu, atau memang tidak pernah ada hal seperti itu, tidak akan pernah ada pula sesuatu yang dapat menggantikan apa yang sudah mereka berikan pada saya.