Pages

Monday, September 14, 2009

Balita-balita yang tersiksa

Mengapa harus mengajak balita?

Pasar belumlah menjadi tempat “cuci mata” yang menyenangkan bagi anak-anak kecil seusia mereka. Apa yang hendak dilihat? Apa pula yang dapat mereka nikmati selain panasnya cuaca hari ini.

Bagi ibu-ibu, remaja-remaja putri, dan bagi wanita-wanita dewasa, mungkin “mencuci mata” dengan melihat beraneka rupa pakaian, mulai dari atasan hingga bawahan, mulai dari yang dipakai di luar, hingga yang dipakai di dalam, bisa menjadi hiburan. Tapi, lain halnya bagi anak-anak mereka, belumlah menarik melirik pakaian-pakaian orang dewasa, selain daripada asesoris lucu berwarna-warni, selain daripada mainan dan rupa-rupa boneka, dan itu semua tidak ada di pasar kecuali di mal-mal yang memang menyediakan ruang bebas bagi anak-anak seumuran mereka.

Ramadhan menjadi sebuah euphoria, setiap tahunnya sepertinya, meskipun itu hanya bagi sebagian orang saja. Kemajuan yang manusia tampakkan mulai terlihat mana kala waktu sholat wajib itu tiba, manakala waktu sholat tarawih itu sampai pada saatnya. Manusia-manusia yang memilih untuk sholat di masjid, mulai dapat dihitung dengan jari, shaf-shaf yang semula sesak, padat, oleh orang muda, paruh baya, hingga orang tua. Kini hanya orang-orang lanjut usia yang tersisa, dan anak-anak kecil pun turut meramaikan suasana, demi mengisi buku wajib dari guru agama yang ditugaskan pada mereka.

Beginilah kiranya, setiap tahunnya. Ramadhan itu sebentar lagi akan berlalu, berlalu dengan hitungan jari. Bagi saya yang hanya mendapatkan tak sampai 15 hari, begitu menyakitkan dirasa, karena khawatir tahun depan usia tak sampai lagi untuk kembali menikmatinya.

Apa makna dari kemenangan itu sebenarnya? Saya masih ragu dengan pemahaman yang kepala saya berikan tentang apa hakekat kemenangan itu sesungguhnya. Apakah saya sudah menang? Atau justru sebenarnya menelan kekalahan pahit dan hanya hati yang merasakan betapa pahitnya kekalahan itu.

Akal pikiran tak begitu dapat merasakan, karena buta mata, buta hati sesungguhnya. Akibat terlampau senang, akibat terlena dengan dunia yang nilainya lebih buruk daripada bangkai kambing kecil yang tuli umpama yang Rasullah sampaikan kepada para sahabatnya.

Tak akan pernah bisa yang haram dicampurkan dengan yang halal, tak akan pernah bisa. Bagaimana bisa pula manusia katakan cinta pada RAbbnya sedang di sisi lain dia menduakannya dengan kekasihnya, sedang di sisi lain dia katakan cinta pada manusia, wanitanya, lelakinya, sedang di sisi lain dia katakan cinta pada hartanya, fisiknya, jabatannya, bagaimana bisa, bagaimana bisa, bagaimana bisa.

Bodohnya saya, karena saya juga manusia, saya pun masuk ke dalamnya.

-SELESAI-