"rasa-rasanya saya ingin berlari", begitu kata wanita itu.
"berlari? maksudnya?" saya tak mengerti.
"ya berlari, berlari menghindar" katanya "saya mau ganti nomor Handphone cep, ini nomor saya" dan dia pun menunjukkan barisan-barisan angka sebanyak 12 digit pada saya.
"Kenapa harus ganti nomor? Apa ada yang ingin kamu sampaikan pada saya? sampaikan saja, insya Allah saya akan mendengarkan". Ia tersenyum sinis, ia tersenyum pahit lalu "mendengarkan? bercerita? saya sudah lupa bagaimana caranya bercerita. Saya sudah terlalu sering mendengarkan keluhan manusia, saya bosan cep. Dan karena itu semua, saya lupa bagaimana caranya bercerita" Ia menundukkan wajahnya, menatap barisan-barisan ubin yang tertata rapi. Entah apa yang dilihatnya, yang saya tahu, dia mencoba mengalihkan pandangannya dari saya.
"Mungkin kamu bisa mulai dengan apa yang sedang terjadi padamu saat ini. Misalnya tentang kenapa kamu harus berlari atau lebih tepatnya menghindari masalah"
"Ummm" dia diam agak lama, menekuri lantai untuk kemudian "ada yang menghubungi saya cep, tadinya saya pikir dia kakek saya. Ternyata bukan cep humphhh" dia menghela nafas panjang, sedikit berat menceritakan dan saya hanya duduk diam, mendengarkan.
"Kamu ingat, saya pernah bercerita tentang mereka yang melamar saya cep?" saya mengangguk. "Beberapa dari mereka mulai menghubungi saya lagi cep. Dulu saya punya alasan menolak mereka dengan berkata -saya masih sekolah-, sekarang alasan itu sudah tidak ada lagi cep. Saya bingung cep, semua cara sudah saya coba, semuanya cep, semuanya dan kamu tahu itu semua. Tapi, tetap saja cep, saya tidak bisa berbuat apa-apa cep. Mungkin kamu anggap saya berlebihan, tapi buat saya ini menyiksa cep, ini benar-benar mengganggu kehidupan saya" ia kemudian terdiam, menundukkan wajahnya, matanya mulai berkaca-kaca.
Seberapa berat yang ia rasakan sebenarnya?
"Bagaimana dengan temanmu yang pernah kamu ceritakan dulu, yang pernah berkata -misalkan- itu"
"Dia? Humphh, belajarlah dari pengalaman orang lain cep, jangan pernah berharap pada manusia" dia menghela nafas panjang, "Dia punya kehidupan sendiri cep, saya tidak pernah akan bisa masuk. Kalimat yang dulu dia sampaikan pada saya, nampak seperti gurauan cep, sepertinya kalimat itu begitu sepele baginya. Sepertinya kalimat itu dianggapnya hanya angin lalu".
"Saya sudah lelah cep, saya sudah menyerah padanya, saya sudah bosan menunggu. Biar dia lakukan apa yang dia mau lakukan, Hasbunallah wa ni'malwakil cep. Karena kebodohan saya beberapa waktu yang lalu, akhirnya ia berhasil masuk ke dalam kehidupan saya. Dia hanya menimbulkan luka cep, dia tidak pernah berniat menyembuhkannya" wanita itu kembali terdiam. "Lagi pula, dia orang baik cep, dan orang baik akan bertemu dengan orang yang baik pula. Saya masih jauh dari baik cep, makanya tidak bisa bertemu di satu titik". "Dan kamu tau cep, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Pintu hati saya hanya untuk Nya, kembali hanya untuk Nya, tidak ada lagi benda asing yang boleh masuk" begitu tambahnya.
Matahari pagi semakin meninggi, alunan lagu silk road serasa menyayat hati. Saya tidak bisa merasa kasihan pada wanita itu, karena pada dasarnya ia memang tidak memerlukan belas kasihan itu.
"Kamu tau cep, wanita itu mau menikah bukan karena nafsunya, tapi karena fitnah yang selalu membuntutinya"
Ia kemudian berdiri, lalu beranjak pergi. "Tunggu dulu, apa maksud dari kalimatmu itu?"
"Sudah sampai jumpa, terima kasih sudah mendengarkan, terima kasih sudah membuat saya kembali merasakan seperti apa rasanya bercerita, Assalammu'alaikum" begitu katanya dari kejauhan.
Wanita itu berlalu pergi, semakin lama semakin hilang dari pandangan. Ia berlalu pergi tanpa menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Ia berlalu pergi meninggalkan saya dalam kebingungan.
"berlari? maksudnya?" saya tak mengerti.
"ya berlari, berlari menghindar" katanya "saya mau ganti nomor Handphone cep, ini nomor saya" dan dia pun menunjukkan barisan-barisan angka sebanyak 12 digit pada saya.
"Kenapa harus ganti nomor? Apa ada yang ingin kamu sampaikan pada saya? sampaikan saja, insya Allah saya akan mendengarkan". Ia tersenyum sinis, ia tersenyum pahit lalu "mendengarkan? bercerita? saya sudah lupa bagaimana caranya bercerita. Saya sudah terlalu sering mendengarkan keluhan manusia, saya bosan cep. Dan karena itu semua, saya lupa bagaimana caranya bercerita" Ia menundukkan wajahnya, menatap barisan-barisan ubin yang tertata rapi. Entah apa yang dilihatnya, yang saya tahu, dia mencoba mengalihkan pandangannya dari saya.
"Mungkin kamu bisa mulai dengan apa yang sedang terjadi padamu saat ini. Misalnya tentang kenapa kamu harus berlari atau lebih tepatnya menghindari masalah"
"Ummm" dia diam agak lama, menekuri lantai untuk kemudian "ada yang menghubungi saya cep, tadinya saya pikir dia kakek saya. Ternyata bukan cep humphhh" dia menghela nafas panjang, sedikit berat menceritakan dan saya hanya duduk diam, mendengarkan.
"Kamu ingat, saya pernah bercerita tentang mereka yang melamar saya cep?" saya mengangguk. "Beberapa dari mereka mulai menghubungi saya lagi cep. Dulu saya punya alasan menolak mereka dengan berkata -saya masih sekolah-, sekarang alasan itu sudah tidak ada lagi cep. Saya bingung cep, semua cara sudah saya coba, semuanya cep, semuanya dan kamu tahu itu semua. Tapi, tetap saja cep, saya tidak bisa berbuat apa-apa cep. Mungkin kamu anggap saya berlebihan, tapi buat saya ini menyiksa cep, ini benar-benar mengganggu kehidupan saya" ia kemudian terdiam, menundukkan wajahnya, matanya mulai berkaca-kaca.
Seberapa berat yang ia rasakan sebenarnya?
"Bagaimana dengan temanmu yang pernah kamu ceritakan dulu, yang pernah berkata -misalkan- itu"
"Dia? Humphh, belajarlah dari pengalaman orang lain cep, jangan pernah berharap pada manusia" dia menghela nafas panjang, "Dia punya kehidupan sendiri cep, saya tidak pernah akan bisa masuk. Kalimat yang dulu dia sampaikan pada saya, nampak seperti gurauan cep, sepertinya kalimat itu begitu sepele baginya. Sepertinya kalimat itu dianggapnya hanya angin lalu".
"Saya sudah lelah cep, saya sudah menyerah padanya, saya sudah bosan menunggu. Biar dia lakukan apa yang dia mau lakukan, Hasbunallah wa ni'malwakil cep. Karena kebodohan saya beberapa waktu yang lalu, akhirnya ia berhasil masuk ke dalam kehidupan saya. Dia hanya menimbulkan luka cep, dia tidak pernah berniat menyembuhkannya" wanita itu kembali terdiam. "Lagi pula, dia orang baik cep, dan orang baik akan bertemu dengan orang yang baik pula. Saya masih jauh dari baik cep, makanya tidak bisa bertemu di satu titik". "Dan kamu tau cep, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Pintu hati saya hanya untuk Nya, kembali hanya untuk Nya, tidak ada lagi benda asing yang boleh masuk" begitu tambahnya.
Matahari pagi semakin meninggi, alunan lagu silk road serasa menyayat hati. Saya tidak bisa merasa kasihan pada wanita itu, karena pada dasarnya ia memang tidak memerlukan belas kasihan itu.
"Kamu tau cep, wanita itu mau menikah bukan karena nafsunya, tapi karena fitnah yang selalu membuntutinya"
Ia kemudian berdiri, lalu beranjak pergi. "Tunggu dulu, apa maksud dari kalimatmu itu?"
"Sudah sampai jumpa, terima kasih sudah mendengarkan, terima kasih sudah membuat saya kembali merasakan seperti apa rasanya bercerita, Assalammu'alaikum" begitu katanya dari kejauhan.
Wanita itu berlalu pergi, semakin lama semakin hilang dari pandangan. Ia berlalu pergi tanpa menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Ia berlalu pergi meninggalkan saya dalam kebingungan.