Pages

Saturday, August 15, 2009

ME - Nunggu



Macam-macam yang manusia lakukan ketika menunggu. Contohnya ya saya ini, nungguin mbak-mbak dua orang, janjinya sie jam-jam 1.30 siang, ba'da zuhur. Khawatir telat, jadilah pas terima sms langsung aja meluncur. Lha sampai di sana, si mbak-mbaknya terlambat sampai ashar, masya Allah.

Tapi lumayan ada gambar-gambar yang bisa diambil, lumayan buat portofolio. Ngambil gambarnya kagak pakai izin pula.



Saya lupa urutannya seperti apa, yang jelas dari awal temannya si mbak ini sholat sampai selesai sholat, si mbak sibukk aja sama dandanannya. Agak terpana, takjub, and kaget waktu si mbak ini berdandan sedemikian sehingganya. He...3x lucu aja, bis saya sendiri ndak pernah sampai sebegitunya. Whuaaah jadi wanita sebenarnya ternyata ribet juga, jadi lebih baik jadi wanita sederhana saja sepertinya.



Nie dua muslimah ini lagi nungguin sholat ashar sepertinya.... Nah, kalo anak kecil ini lagi nungguin si mbaknya sholat dzuhur, kesian aja mpe melongo begitu. Daripada nganggur, ya udah aja ni anak saya ambil gambarnya.




Awalnya anak-anak ini cerita-cerita tentang kota jakarta, ehhh ujung-ujungnya tertidur juga di musholla.

Setidaknya inilah yang saya lakukan ketika saya harus menunggu selama hampir 2 jam, atau mungkin lebih. Awalnya agak membosankan, tetapi lama kelamaan menjadi hal yang menyenangkan. Ada yang saya amati, ada yang saya kerjakan, ada yang saya pelajari. Seorang teman saya menyarankan saya untuk berjalan-jalan. Ha..3x jalan-jalan bisa menjadi hal yang berbahaya bagi saya, yang seorang wanita.

Mengapa berbahaya?! karena saya wanita, berjalan-jalan di pusat kota, bisa menimbulkan lapar mata. Salah-salah yang ada di depan mata, malah dibeli semua, kan bisa berbahaya untuk psikologi, akidah, dan kantong saya tentunya.

TErima kasih untuk ME-nunggu.

Mudahnya mencari uang di dunia

Symphony no 7 in A major…..

Ia berdendang menemani jarum jam yang berdetang 7.30 malam. Mari membuka memori yang ada di kepala tentang kisah beberapa hari yang lalu, kapan tepatnya? Maaf aku tidak tahu, aku sudah lupa.

Mencari uang itu gampang, begitu ujar saya pada seorang teman. Ia kemudian mengomentari dengan berkata “kata siapa? Cari uang itu susah” begitu katanya. Saya pikir, tanggapan yang wajar, karena ia pribadi sudah atau sebenarnya sedang merasakan bagaimana susahnya mencari uang.

“mencari uang itu mudah, yang susah adalah tentang halal atau tidaknya uang yang kita dapatkan” kira-kira begitu saya membalas pesannya.

Bukan tanpa alasan saya katakan mencari uang itu gampang. Asumsi itu bermula bersamaan dengan mentari yang tiba menyapa, pagi itu, hari itu, dan kembali saya katakan, saya lupa kapan tepanya. Pagi yang indah, burung-burung gereja itu sudah terbang melayang, kesana kemari. Ada yang membawa jerami, ranting-ranting kecil, untuk membuat sarang. Ada pula yang sibuk dengan tanggung jawabnya akan keluarganya, memberi makan anak-anaknya. “humph, ibu dimana-mana sama, mau dia hewan atau manusia. Tetap saja, anak yang menjadi prioritas utama”.

Kembali kepada kisah tentang bagaimana mudahnya mencari uang di dunia, di Negara ini, di Indonesia, di propinsi ini, di kampus ini, UNILA.

PAgi yang cerah, “membuka dengan mengucap syukur padanya, melalui doa bangun tidur tentunya. Menghentikan kerja MP3 agar pekerjaan yang lain tidak terbengkalai akibat alunan music yang diputar oleh MP3 putih yang sudah tidak lagi nampak keputihannya.

Saya sudah siap dengan segala konsekuensi tentang dunia, pagi itu, hari itu. Mempercepat aktifitas untuk mengejar kereta pagi menuju perjumpaan dengan Nya melalui sholat dhuha. Bismillah, pintu gerbang asrama dibuka, saya melangkahkan kaki dengan semangat 45.

Tidak boleh kalah dengan burung-burung yang terbang di angkasa. Tidak boleh kalah dengan mentari yang sudah dengan setia menyinari bumi karena perintah Nya. Tidak pula boleh kalah pada manusia-manusia yang lainnya, yang mengabdikan hidupnya pada Dia Yang Maha Memberikan kehidupan pada manusia.

Humph menghela nafas panjang, menulis dalam keperihan, menuangkan kisah dalam kelelahan akibat dari sebuah perjalanan panjang.

Mencari uang itu gampang, begitu akhirnya saya menarik kesimpulan. Pasalnya, ketika saya sedang bersenandung riang di sepanjang papping menuju kampus unila, kampus hijau katanya. Tiba-tiba seorang anak perempuan, anak remaja, belasan tahun umurnya, menghampiri saya.

Anak perempuan tinggi semampai, berambut lurus sampai ke bahu, bertubuh kurus, berkulit hitam. Tanpa basa- basi dia berkata “mbak maaf, bisa minta tolong?” begitu katanya. Saya tertegun sejenak, ini anak siapa? Apa maksudnya? Saya tidak begitu mendengar tujuan ia menghentikan perjalanan saya. Sampai seperti orang tuna rungu (tuli.red) saya berkata “apa?” berkali-kali, sampai akhirnya MP3 itu saya ‘off’ kan sejenak, untuk mendengarkan perkataannya.

Lalu “minta tolong mbak, minta uang bla…. Bla… bla…” dan yang samar-samar terdengar, ia membutuhkan sejumlah uang untuk ongkos pulang, untuk makan. Saya tidak lagi mendengar apa selanjutnya, tidak ada yang saya lakukan selain memandang penuh keheranan. Mengamati wajah hitam manisnya, melihat berisan giginya yang nampak keluar darah dari sela-sela giginya. Eugghh, saya alihkan pandangan, mencoba mengacak-acak tas ransel yang saya bawa, mencari sejumlah uang untuk diberikan padanya.

“dapat, 2ribu rupiah” uang itu saya berikan padanya sembari berkata “lain kali jangan minta-minta lagi ya de, gak boleh. Alhamdulillah ada Rp. 2000” begitu ujar saya padanya. Tanpa ba bi bu, ia menerimanya kemudian pergi, berlalu setelah sebelumnya berkata ‘terima kasih ya mbak”, “ya sama-sama” begitu balas saya padanya.

Sudah ‘lihat’ kan? Sudah tahu bukan, tentang bagaimana mudahnya mencari uang.

Dalam keheranan saya kembali meneruskan perjalanan, masih ada beberapa menit lagi untuk tiba di jurusan fisika Unila tercinta. Sepanjang jalan, papping-papping trotoar itu menemani saya dalam diam. Pikiran ini melayang, menerawang tentang betapa mudahnya mencari uang di negeri ini. Cukup dengan berdandan seadanya, meletakkan mangkuk kecil di hadapannya. Atau dengan cara meminta tolong dengan dalih tidak punya ongkos untuk pulang, atau dengan cara membawa kotak amal, atau mungkin dengan trik membawa anak kecil di dalam dekapan.

Beginilah wajah Indonesia dan tentang bagaimana caranya manusia, warga negera di dalamnya mencari rezeki sebagai sumber penghidupan untuk dia dan keluarganya. Tidak ada yang salah bila sudah menyangkut soal uang, salah-salah itu dikesampingkan.

Di dalam hukumnya mencari uang, yang halal atau pun tidak, tidak menjadi soal. Mencari dengan cara memalukan atau tidak, tidak lagi menjadi urusan. Mengusahakan rezeky dengan terhormat, bukan dengan tangan di bawah pun, sudah lama diabaikan. Diabaikan pula apakah Allah ridho atau sebaliknya dengan usahanya dalam mencari sesuap nasi agar ia dapat terus hidup di dunia ini.

Manusia terkadang lebih menyukai yang kasat mata daripada sebaliknya.....


Tuesday, August 11, 2009

none of them

Menjumpaimu tidak lagi dapat seperti dulu wahai TUhanku, aku sudah layaknya manusia yang kehilangn arah, nahkoda yang kehilangan kompas sebagai bahanacuan dalam menentukan kemana kapal itu akan ia layarkan.

Arrggh aku menjerit ya RAbb
Arrgghh aku berteriak di kegelapan malam
Di dalam remang-remang cahaya rembulan yang semakin lama semakin hilang dari pandangan, bulan itu mati, bulan itu sudah mati, dan tak ada lagi rembulan esok hari

Dunia tidak menyenangkan
Amat sangat tidak menyenangkan mana kala hati tak lagi merasakan tentram
Aku tidak sedang berpuisi kepada Mu yang Maha menciptakan puisi, kepada Engkau yang sudah menciptakan kata-kata ini di kepala.
Aku curahkan apa yang ada di dalam hatiku
Di dalam akal pikiranku
Betapa hatiku merindukanmu Tuhanku

Maafkan hati bila ia sudah khianat
Maafkan diri bila ia sudah pula pada siapa ia seharusnya menghamba.
Aku menangis ya RAbb, dan bahkan air mata itu pun enggan untuk turun karena rasa muak yang mendalam pada si empunya tubuh yang mengandalkan air mata hanya agar supaya hatinya merasa lega.

Aku menangisi Mu wahai Tuhanku
Dzat yang Maha yang tak kasat mata namun dapat di rasa dan lebih dekat dari urat nadi manusia, urat nadiku hamba Mu yang tak jua tersadar untuk menghamba pada Engkau yang maha memiliki segala.

Aku hampir gila,
Kusut masai, hancur sudah, luluh lantaklah semua yang ada, tak berguna segala apa yang sudah aku genggam erat karena pada akhirnya hanya membuat aku lupa untuk kemudian terjerat pada dunia, pada simpati manusia.

Aku muak, aku bosan, aku hampir gila dibuatnya
Aku menangis karenanya
Pintu-pintu itu terlampau membingungkanku
Aku mohon pada Mu dengan segenap jiwa ragaku yang kesemuanya adalah milikmu
Aku mohon tunjukkan padaku pintu mana yang harus aku tuju
Dan ketika aku membukanya aku bisa menjumpaimu
Menatap wajah Mu
Merasakan damainya bersama Mu, berada di dekat Mu
Terlampau bermimpikah aku

Aku membencimu wahai makhluk yang bernama ‘berlebihan’
Aku muak dengan mu wahai makhluk yang bernama ‘khianat’
Aku ingin membunuhmu wahai penyakit hati yang sudah menyakiti hati dan perasaanku
aku mengantuk wahai Tuhanku yang menciptakan rasa kantuk
aku lelah wahai Tuhanku yang menciptakan rasa lelah itu

aku mohon ya Allah
sampai di titik se ekstrem apapun engkau mengujiku
aku mohon, jangan lepaskan aku dari genggamanmu
aku mohon, jangan biarkan aku tersesat dalam gelapnya jalan kehidupan yang semakin lama semakin pekat dirasa.

Saturday, August 8, 2009

Selamat tinggal atau sampai jumpa???

Sedih hati rasanya, tidak ingin mengingatnya. Sudah berapa kali aku sampaikan pada mu wahai hati bahwasannya perpisahan itu pasti terjadi.

Sebuah persembahan untuk seorang teman atau mungkin beberapa orang teman yang mungkin hanya sekejap mata kita bersua, tetapi sua sesaat yang penuh dengan makna.

terima kasih untuk mu, kalian yang menemani ketika tamparan keras itu hinggap dan membangunkan manusia ini dari tidur yang panjang, akan angan-angan yang menyedihkan karena mengiba, karena mengemis kasih pada sesama makhluk yang juga memerlukan kasih dari Sang Maha Pemilik Kasih.


loneliness, no more loneliness, no more sadness and sorrow anymore..

Jarak dan waktu itu akan terasa semakin panjang

i love you, aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, aku menyayangi mu seperti halnya aku menyayangi saudaraku, diriku. Dahulu itu, tak begitu tahu seperti apa cinta itu, yang aku tahu cinta antara ibu kepada anaknya, cinta ayah kepada putrinya, cinta saudara kepada saudara yang lainnya melalui pertengkaran-pertengkaran kecil yang sekarang nampak konyol bila mengingatnya.

Aku mencintaimu karena Tuhan ku Rabb ku yang menciptakan aku dan kamu.

Whuahhhh, Whoammm, Arrgghhhh ck..3x sedih rasanya.

semua ini palsu, dunia itu palsu, dunia itu semu.

Bandar lampung 8 Agustus 2009, sudah lebih dari satu tahun aku mengenalmu, beberapa hari lagi insya Allah bila Dia memanjangkan usia aku akan berlari dengan kereta angin tercepat abad ini, aku akan terbang dengan pesawat terhebat yang mampu melesak jauh ke angkasa melebihi kecepatan cahaya. Kita akan berjumpa, insya Allah kita akan berjumpa meski tak kan lama, hanya sekejap saja, beberapa jam saja.

Aku, kamu, dan dia akan kembali tenggelam dalam derai tawa dan gurauan penuh makna. Tenggelam dalam gelak tawa yang belakangan akan menuai air mata. Humphhh berlebihan, hiperbolik, terlalu banyak menggunakan frasa-frasa tak bermakna, tapi tak mengapa, tak mengapa, karena inilah cara saya mengekspresikan bahwa betapa saya sebegitu, sedemikian sehingganya mencinta karena Nya, ternyata seperti ini lah rasanya.

Arggggghhh, payah, kamu payah cep.

Wednesday, July 29, 2009

Aku berlari mengejar lelaki paruh baya itu

Aku berlari mengejar lelaki paruh baya itu, lalu terhenti. Menanti, temanku yang satu ini sedang sibuk dengan urusannya dengan petugas dan mesin photo copy-nya.
Mari berkisah dalam gelapnya malam, dalam temaram lampu penerangan. Bulan sabit, tak begitu nampak jelas kilau cahayanya di angkasa, namun cukup terang untuk menerangi bintang-bintang yang ada di sekitarnya.
“cep, nginep aja yuk di tempat mbak”, tidak, aku menolaknya serta merta. Pertama karena tidak begitu suka dengan yang namanya menginap di tempat orang, kedua karena memang banyak pekerjaan yang harus aku lakukan, dan itu akan lebih nyaman bila melakukannya di kamar tempat aku tinggal selama beberapa tahun terakhir.

Mari hentikan menggunakan kata aku yang semakin lama semakin mengganggu. Saya kotak sampah, ya saya kotak sampak. Wanita yang usianya lebih tua dari saya, yang saya panggil dia dengan sebutan kehormatan ‘mbak’ itu, mengajak saya untuk menginap di kamarnya, di kostan-kostan tempat dimana dia tinggal selama beberapa tahun belakangan. Untuk apa? Untuk curhat tentunya. Hhhh maka saya katakan padanya, saya ini sudah seperti kotak sampah rasanya. Di sini, di sana, di tempat liqo sekali pun, sama saja, menutup mulut rapat-rapat untuk mereka-mereka yang datang, diam-diam mendekat lalu berkata ‘cep mbak mau cerita, mau curhat’, ya selalu seperti itu pada akhirnya.

Dan topik permasalahannya adalah tentang jodoh, selalu, selalu itu. Atau tentang masalah dalam keluarganya, hahhhhhhh saya introvert, dan terkadang keadaan membuat saya semakin menjadi introvert sejati.

Malam ini, menemani ‘si mbak’ makan malam, ya karena saya juga pada kenyataannya kelaparan. Berhenti sejenak untuk mengambil hasil phoo copy-an dan saya hanya menunggu sembari duduk dalam diam ditemani angin malam yang bertiup kencang.

Tak lama, lelaki paruh baya itu berlalu di hadapan saya. Mata ini rasa tak ingin melepaskan pandangan dari melihatnya. Ia lelaki paruh baya yang unik menurut saya. Perjumpaan yang pertama kali dengannya ketika saya sedang duduk bersama ibu penjual roti bakar. Lelaki paruh baya itu sibuk mencari-cari barang-barang plastik yang bisa ia jual, yang mungkin bisa ia jadikan alat tukar untuk mencari makan.

Ada sedikit rasa iba, melihat postur tubuhnya yang nampak sudah renta. Tetapi, malam hari dengan cuaca yang tak menentu, ia keluar menarik gerobaknya, padahal beberapa hari belakangan ini angin bertiup sangat kencang, dan saya tahu angin malam tidak baik untuk kesehatan.

Berlagak peduli, saya menghampirinya lalu berkata ‘bapak mau itu, kalau mau nanti saya pesankan’ begitu ujar saya padanya. Normalnya saya pikir ia akan berkata ‘iya nak, terima kasih’. Tapi ternyata ‘terima kasih nak, tapi nggak usah, bapak sudah kenyang’ begitu katanya. Lalu mulailah saya memaksa dengan berkata ‘ndak apa pak, buat bekal’, tetapi kembali dia berkata, bersikukuh dengan keputusannya ‘nggak usah nak, terima kasih, tapi bapak sudah kenyang, untuk kamu saja’. Lelaki paruh baya itu pun pergi meninggalkan, lambat laun semakin lama semakin hilang dari pandangan.
Heran, baru kali ini ada yang menolak, biasanya yang ditawarkan akan berkata ‘iya’ dalam artian menerima. Tapi baru kali ini saya temui, lelaki paruh baya itu menolaknya.
Beberapa hari berlalu, lama sudah tak berjumpa dengan lelaki paruh baya itu. Sampai malam ini saya melihatnya, maka serta merta phonecell saya keluarkan, modus malam saya aktifkan. Lelaki paruh baya itu masih tetap dengan aktifitasnya beberapa hari yang lalu, mengais-ngais tempat sampah, mengambil botol-botol plastic yang ada, lalu memasukkannya ke dalam gerobak yang ia bawa.

Berpacu dengan waktu, lelaki paruh baya itu sudah beranjak pergi. Gerak saya terlalu lamban, dan ketika kamera handphone sudah siap untuk dipergunakan, lelaki paruh baya itu sudah hilang dari pandangan. Ingin mengejarnya, tetapi si mbak yang bersama saya, belum juga selesai dengan aktifitas photocopy-nya, jadilah saya menunggu dalam rasa penasaran dan tanda tanya yang besar tentang kemana si lelaki paruh baya berada.

Photo copy selesai, bergegas saya beranjak tanpa mempedulikan si mbak yang setengah berlari untuk mengimbangi cara saya berjalan. Kamera handphone sudah saya posisikan standby, dengan modus malam berharap agar hasil gambar yang saya dapatkan tidak mengecewakan.

Angin malam semakin kencang bertiup, kiri kanan jalan semakin ramai saja menurut penglihatan dan pengamatan saya. Manusia-manusia lesehan sudah bertebaran, ada yang makan jagung, ada yang melahap nasi goreng, ada pula yang membeli durian yang besarnya tidak seberapa tetapi sudah pasti mahal dalam harga karena ini belum tiba musimnya. Lelaki paruh baya itu tidak juga saya temukan, bahkan dengan setengah berlari sekalipun, lelaki paruh baya itu sudah luput dari pandangan.

Ia lelaki paruh baya, mungkin menurut sebagian orang lelaki paruh baya itu tidak jauh berbeda dengan lelaki paruh baya lainnya, tapi tidak menurut saya. Ia berbeda, jelas-jelas berbeda, sangat jelas berbeda, dan insya Allah dia memang berbeda.