Pages

Saturday, August 15, 2009

Mudahnya mencari uang di dunia

Symphony no 7 in A major…..

Ia berdendang menemani jarum jam yang berdetang 7.30 malam. Mari membuka memori yang ada di kepala tentang kisah beberapa hari yang lalu, kapan tepatnya? Maaf aku tidak tahu, aku sudah lupa.

Mencari uang itu gampang, begitu ujar saya pada seorang teman. Ia kemudian mengomentari dengan berkata “kata siapa? Cari uang itu susah” begitu katanya. Saya pikir, tanggapan yang wajar, karena ia pribadi sudah atau sebenarnya sedang merasakan bagaimana susahnya mencari uang.

“mencari uang itu mudah, yang susah adalah tentang halal atau tidaknya uang yang kita dapatkan” kira-kira begitu saya membalas pesannya.

Bukan tanpa alasan saya katakan mencari uang itu gampang. Asumsi itu bermula bersamaan dengan mentari yang tiba menyapa, pagi itu, hari itu, dan kembali saya katakan, saya lupa kapan tepanya. Pagi yang indah, burung-burung gereja itu sudah terbang melayang, kesana kemari. Ada yang membawa jerami, ranting-ranting kecil, untuk membuat sarang. Ada pula yang sibuk dengan tanggung jawabnya akan keluarganya, memberi makan anak-anaknya. “humph, ibu dimana-mana sama, mau dia hewan atau manusia. Tetap saja, anak yang menjadi prioritas utama”.

Kembali kepada kisah tentang bagaimana mudahnya mencari uang di dunia, di Negara ini, di Indonesia, di propinsi ini, di kampus ini, UNILA.

PAgi yang cerah, “membuka dengan mengucap syukur padanya, melalui doa bangun tidur tentunya. Menghentikan kerja MP3 agar pekerjaan yang lain tidak terbengkalai akibat alunan music yang diputar oleh MP3 putih yang sudah tidak lagi nampak keputihannya.

Saya sudah siap dengan segala konsekuensi tentang dunia, pagi itu, hari itu. Mempercepat aktifitas untuk mengejar kereta pagi menuju perjumpaan dengan Nya melalui sholat dhuha. Bismillah, pintu gerbang asrama dibuka, saya melangkahkan kaki dengan semangat 45.

Tidak boleh kalah dengan burung-burung yang terbang di angkasa. Tidak boleh kalah dengan mentari yang sudah dengan setia menyinari bumi karena perintah Nya. Tidak pula boleh kalah pada manusia-manusia yang lainnya, yang mengabdikan hidupnya pada Dia Yang Maha Memberikan kehidupan pada manusia.

Humph menghela nafas panjang, menulis dalam keperihan, menuangkan kisah dalam kelelahan akibat dari sebuah perjalanan panjang.

Mencari uang itu gampang, begitu akhirnya saya menarik kesimpulan. Pasalnya, ketika saya sedang bersenandung riang di sepanjang papping menuju kampus unila, kampus hijau katanya. Tiba-tiba seorang anak perempuan, anak remaja, belasan tahun umurnya, menghampiri saya.

Anak perempuan tinggi semampai, berambut lurus sampai ke bahu, bertubuh kurus, berkulit hitam. Tanpa basa- basi dia berkata “mbak maaf, bisa minta tolong?” begitu katanya. Saya tertegun sejenak, ini anak siapa? Apa maksudnya? Saya tidak begitu mendengar tujuan ia menghentikan perjalanan saya. Sampai seperti orang tuna rungu (tuli.red) saya berkata “apa?” berkali-kali, sampai akhirnya MP3 itu saya ‘off’ kan sejenak, untuk mendengarkan perkataannya.

Lalu “minta tolong mbak, minta uang bla…. Bla… bla…” dan yang samar-samar terdengar, ia membutuhkan sejumlah uang untuk ongkos pulang, untuk makan. Saya tidak lagi mendengar apa selanjutnya, tidak ada yang saya lakukan selain memandang penuh keheranan. Mengamati wajah hitam manisnya, melihat berisan giginya yang nampak keluar darah dari sela-sela giginya. Eugghh, saya alihkan pandangan, mencoba mengacak-acak tas ransel yang saya bawa, mencari sejumlah uang untuk diberikan padanya.

“dapat, 2ribu rupiah” uang itu saya berikan padanya sembari berkata “lain kali jangan minta-minta lagi ya de, gak boleh. Alhamdulillah ada Rp. 2000” begitu ujar saya padanya. Tanpa ba bi bu, ia menerimanya kemudian pergi, berlalu setelah sebelumnya berkata ‘terima kasih ya mbak”, “ya sama-sama” begitu balas saya padanya.

Sudah ‘lihat’ kan? Sudah tahu bukan, tentang bagaimana mudahnya mencari uang.

Dalam keheranan saya kembali meneruskan perjalanan, masih ada beberapa menit lagi untuk tiba di jurusan fisika Unila tercinta. Sepanjang jalan, papping-papping trotoar itu menemani saya dalam diam. Pikiran ini melayang, menerawang tentang betapa mudahnya mencari uang di negeri ini. Cukup dengan berdandan seadanya, meletakkan mangkuk kecil di hadapannya. Atau dengan cara meminta tolong dengan dalih tidak punya ongkos untuk pulang, atau dengan cara membawa kotak amal, atau mungkin dengan trik membawa anak kecil di dalam dekapan.

Beginilah wajah Indonesia dan tentang bagaimana caranya manusia, warga negera di dalamnya mencari rezeki sebagai sumber penghidupan untuk dia dan keluarganya. Tidak ada yang salah bila sudah menyangkut soal uang, salah-salah itu dikesampingkan.

Di dalam hukumnya mencari uang, yang halal atau pun tidak, tidak menjadi soal. Mencari dengan cara memalukan atau tidak, tidak lagi menjadi urusan. Mengusahakan rezeky dengan terhormat, bukan dengan tangan di bawah pun, sudah lama diabaikan. Diabaikan pula apakah Allah ridho atau sebaliknya dengan usahanya dalam mencari sesuap nasi agar ia dapat terus hidup di dunia ini.

Manusia terkadang lebih menyukai yang kasat mata daripada sebaliknya.....