Pages

Monday, August 17, 2009

Karena dunia itu -harta, tahta dan wanita-

Hujan deras membasahi bumi lampung yang katanya panas, memang panas karena letak geografisnya, panas pula masyarakat yang berada di dalamnya, tetapi pada dasarnya, semua manusia baik adanya.
Patah hati, lebih tepatnya itu yang dialami oleh seorang teman saya. Patah hatinya pula yang membangunkan saya dari lelapnya tidur menjelang siang sebagai pelengkap dari sebuah pembenaran akan munculnya alasan ‘malas’. Semakin mendukung dengan turunnya hujan yang disertai angin kencang, saya menyukainya, saya mencintai hujan yang Dia turunkan sebagai tanda kasih sayang Nya pada ummat manusia, yang terkadang berkhianat kepada Nya, yang terkadang menduakan cinta Nya.

Handphone tua itu berdering, sebuah pesan masuk. “Lagi apa cep” begitu bunyi pesannya. Saya terbangun, sembari sesekali menahan rasa kantuk yang mendera, yang menggoda kedua kelopak mata saya untuk segera mengatupkannya.

Masih patah hati dia rupanya, serpihan-serpihan perasaannya masih berserakan, hingga menyebabkan dia berkata “ya emang benar, tapi sulit pada kenyataannya. Pelajaran yang saya dapet, gak boleh mencitai wanita terlalu dalam. Karena cinta yang abadi cuma cinta pada Nya. Apa saya pantas mencintai wanita?” begitu isi pesan yang kesekian kalinya.

Whuaaahh ini yang saya tidak suka, manusia melankolie yang tidak pada tempatnya. Akhirnya saya katakan padanya, bahwa bersyukurlah ia karena Allah mau menunjukkan jalan yang terbaik baginya, bayangkan bila mereka sudah menikah kemudian si wanitanya meninggalkan ia hanya karenya “motor thunder merah”. Teman saya, dia masih muda, ya setidaknya saya masih lebih tua beberapa bulan dari dia.

Awalnya saya bertanya apa alasannya mengirimi saya pesan di tengah hujan deras yang sesekali diiringi petir yang menimbulkan ketakutan dan harapan. “BT (boring time.red)” begitu alasan awalnya, saya pikir ia merasa kebosanan karena kekasih hatinya, si wanita yang juga sama manusianya dengan saya, sudah tidak bisa lagi ber-sms-an ria dengannya.

Seperti biasa, reaksi yang biasa, teman saya itu menyangkalnya, sampai pada akhirnya “ia curhat juga”, arrgghhhhh gdUbbbRakkk, teman saya ini masih merasakan sakit agaknya. Maka ketika saya katakan “saya mau ke toko buku, gramedia”, dia mau ikut begitu katanya pada saya. Lalu “hujannya sudah berhenti, ke gramed yuk. Saya lagi butuh banget teman yang bisa nunjukin bahwa dunia gak kecil, hidup masih panjang dan masih banyak wanita di dunia ini”.

Boleh, baiklah insya Allah akan saya coba tunjukkan dunia yang saya lihat, pada dia teman saya yang sedang patah hatinya. Tapi, ketika teman saya itu berkata “naik motor”, ohhh maaf saya menolak ajakannya. Dia bilang “sekali-sekali naik motor cep, bla..bla…bla”, “ya ya ya saya juga sering naik motor, dengan ayah saya, dengan ibu saya” begitu jawab saya. Lalu “ya naik motor saja, saya jemput, kita lewat belakang” begitu balasnya.

Gdubbbrakkkkk, lewat belakang
? Memangnya penerimaan PNS, memangnya penerimaan POLISI, memangnya penerimaan Mahasiswa baru, memangnya penerimaan Bank BUMN, memangnya penerimaan siswa/i baru?. Ternyata teman saya ini tidak paham dengan apa yang saya khawatirkan. “bukan masalah lewat belakang atau depan, karena keduanya sama saja, Allah dapat melihat semuanya. Akhirnya teman saya itu menyerah juga, dia mengikuti gaya hidup saya yang kemana-mana via angkutan umum dan jalan kaki “sekali-sekali mengikuti bagaimana cara saya menikmati hidup”.

Deal, dia setuju, hanya demi apa yang dia sebut dengan “melihat dunia dari sisi yang berbeda”. Humph kasihan kau kawan, nasib mu sama seperti nasib beberapa orang teman lelaki satu angkatan yang lainnya, patah hati, ditinggalkan wanitanya.

Ada yang ditinggalkan karena ternyata lelaki yang lain lebih menjanjikan dari pada dirinya, teman saya. Lebih menjanjikan dengan mobilnya, dengan apartemennya. Ada yang ditinggalkan karena kesatria barunya membawa thunder merah sebagai kendaraan andalan. Ada pula yang ditinggalkan karena “katanya saya terlalu baik cep, jadi dianggap kakak angkat aja, biar gak ada putusnya”. Hhumphh, memutuskan hubungan dengan cara yang halus. Ada juga yang ditinggalkan karena gaya hidupnya yang bagaikan seniman, “tidur malam, bangun siang, wajah awut-awutan, mata masih merah meskipun matahari sudah berada di atas kepala”.

Begitulah bila melabuhkan cinta pada manusia, saya sudah pernah mencoba memberikan pengertian kepada mereka. Tetapi ternyata, pepatah lama memang ada benarnya bahwasannya “pengalaman adalah guru yang terbaik” bagi manusia. YUppp teman-teman saya baru mengetahui kebenarannya, baru menyadari kesalahannya ketika mereka sudah terkena batunya.

Humph, ya beginilah ketika sudah menyangkut rasa,

Beginilah rumitnya wanita, diberikan lelaki baik-baik, maka "Terlalu baik katanya". Beginilah dunia wanita, tidak akan cukup bila hanya dengan mengandalkan cinta, karena cinta tidak akan pernah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan akan -sandang, pangan, papan-, kebutuhan akan yang -primer, sekunder, dan tersier-.

Tidak bisa menyalahkan mereka yang memutuskan teman-teman saya, karena seperti apa yang mbak tingkat saya katakan "hak mereka untuk mencari dan mendapatkan yang lebih baik". Begitulah, saya pada akhirnya hanya dapat menarik nafas panjang, harta, tahta, dan wanita memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan di dunia.

Itulah kenapa saya katakan "dunia itu semu, dunia itu sementara, dan manusia menyukai yang semu dan bersifat sementara itu".