Part One
Saya pikir Alhamdulillah saya tidak marah-marah, saya pikir, Alhamdulillah saya tidak mendengarnya.
Ini bulan puasa, ini bulan ramadhan, ini bulan mulia, ini bulan penuh pengampunan bagi yang bisa memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, dan nampaknya saya belumlah menjadi manusia yang mampu memanfaatkannya dengan sempurna. Beragam macam iklan bertebaran di media masa, untuk menarik simpati pemirsa Indonesia yang sebagian besar beragama muslim, terbanyak di dunia. Mulai dari iklan makanan, minuman berbuka, sampai iklan handphone dan kartu selular yang menawarkan content-content khas ramadhan, untuk memperlancar ibadah, begitu inti dari produk mereka.
Terserah, sah-sah saja sepertinya dan darimana sudut pandang saya hingga mengatakan bahwa tindakan mereka sah-sah saja? Entahlah, saya juga tidak tahu darimana asumsi saya bermula.
Hari ini, lampung panas, ya memang cuaca propinsi ini selalu panas. Hari ke hari, minggu ke minggu sama saja, yang ada rasa gerah, panas, hingga menyebabkan mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki di propinsi ini akan berkata “Lampung panas”, wajar begitu kata hati saya menimpali pendapat seorang kawan saya. Lampung panas, tapi, tidak menjadi landasan bahwa semua orang yang berada di dalamnya harus selalu berada dalam kondisi panas. Dalam keadaan yang tidak mampu mengontrol emosi, hingga sesukanya, semaunya melampiaskan kekesalan kepada sesiapa yang secara administrasi harus berurusan dengan mereka.
Kenapa administrasi????
Karena dari sinilah kisah itu bermula.
Gemuruh terdengar, awan hitam yang menggantung mulai menjatuhkan titik-titik airnya ke bumi, limpahan rahmat dan kasih sayang Allah datang lagi hari ini. Datang melalui air hujan yang ia turunkan, berjuta-juta rasa cemas dan harapan Dia munculkan melalui kilatan petir dan derasnya air hujan. Inilah buah dari rasa panas dan gerah selama seharian yang seakan-akan menjadi tanda awal dari akan turunnya hujan.
Wajah sumatera, garis-garis tegas melintas, tersirat, terbaca dari wajah-wajah masyarakat yang memilih untuk tinggal, diam dan menetap di dalamnya. Menetap hingga melahirkan keturunan, mulai dari anak, cucu hingga cicit mereka.Administrasi, hari ini saya bertanya pada seorang pejabat akademik yang ada di kampus saya. “Pak, kenapa bagian keuangan dan bagian akademik selalu marah-marah?”, begitu pertanyaan saya saat itu. “Entahlah, mungkin karena mereka selalu bertemu dengan mahasiswa” begitu jawab singkat pejabat akademik yang ada di fakultas saya saat itu.
Bersyukur saya tidak mendengarnya, kata-kata pegawai rektorat yang sebenarnya, bila saya mendengarnya mungkin entah seperti apa jadinya emosi saya saat itu. Wanita cantik itu berkata dengan nada yang tidak menyenangkan menurut saya dan beberapa orang teman saya. Katanya “tunggu di luar, setengah jam lagi”, sudah, hanya itu yang ia katakan ketika saya dan beberapa orang teman saya menghampiri ia sembari berkata “permisi mbak, maaf mau mengumpulkan form B”.
Kami pun berlalu pergi, menunggu di luar ruangan akademik rektorat kampus ini, selama lebih dari setengah jam. Ya kami pikir sudah lebih dari tenggat waktu yang wanita itu inginkan.
Part One