Pages

Tuesday, August 18, 2009

Ketika kakak bilang ayah sudah tua

Ayah sering melamun begitu katanya, ayah tidak kuat lagi, begitu katanya. Ayah hanya nampak muda di wajah saja, begitu kata kakak perempuan saya pagi ini. HUmmpphh, saya merasakan sedih yang tiba-tiba datang menyergap. Kesedihan akan sebuah perpisahan yang saya rasa tidak lama lagi akan tiba.

Tak dapatkah ayah dan ibu terus bersama-sama dengan saya, kami, selamanya? Ya selamanya, ya selama-lama-lamanya?!.

Ayah lahir pada tahun 1958, sedikit lebih tua dari seorang penyanyi dunia ternama, king of pop begitu kata mereka. King of pop yang meninggal dunia beberapa bulan yang lalu, yang bahkan di akhir hayatnya ia masih harus menderita karena jantung dan otaknya tidak di kubur bersamanya.



Menjadi orang yang jujur itu miskin, menjadi manusia yang idealis itu susah untuk senang, sulit untuk kaya, begitu ujar saya pada kakak perempuan saya. Itu yang dialami ayah saya, untuk membeli bensin dan sebungkus rokok saja, terkadang beliau tidak bisa. Bukan karena ayah tidak memiliki uang untuk membelinya. Tetapi karena keempat anaknya dan seorang istrinya, ibu saya dan nenek saya, ibu dari ayah saya.

Seluruh penghasilannya ia serahkan semuanya demi menghidupi keluarganya. Memutar otak kemudian mencari selah, mencari mata air-mata air rezeki melalui kolam lelenya, melalui kebun tebunya. Apa tidak pernah untung? Siapa bilang? Allah memberikan rezeki pada hamba Nya yang berusaha mendapatkan rezeki yang melimpah yang Dia punya.

Ayah sudah tua, ya semua tahu ayah saya sudah tua. Hanya dari wajahnya, tidak akan nampak bahwa ayah saya sudah tua. Beliau masih seperti lelaki berumur 40 tahunan. Dia ayah saya, dia ayah saya, saya bangga menjadi putrinya. Menjadi putrinya yang katanya “Ade ini sering bohong sama ayah”. Hebatnya beliau, saya sudah sebesar ini masih saja ketahuan kalau berbohong. Hebatnya beliau ketika orang lain tidak percaya, beliau malah berkata “ayah percaya dengan kalian, kalian sudah bisa membedakan mana yang baik, mana yang buruk”.

Luar biasanya beliau dengan segala kekurangannya, luar biasanya beliau dengan masa kecilnya yang pahit menurut saya. Luar biasanya beliau yang tidak pernah menampakkan kemarahan, kesedihan, di hadapan kami anak-anaknya. Luar biasanya beliau yang cukup dengan satu kata saja, ibu saya sudah dapat diam seribu bahasa, menitikkan air mata. Luar biasanya beliau yang hanya dengan tatapan matanya, dapat membungkam kenakalan kami anak-anaknya. Bahkan hingga menginjak usia 23, tatapan matanya ketika amarah itu melanda masihlah menakutkan bagi saya.

Ayah sudah tua, nampak dari garis-garis kerut yang ada di wajahnya. Arrrgghh, berulang kali berkata “ade sayang ayah”belum cukup rupanya. Berulang kali berkata “ayah tampan” masih belum melegakan rasa. Berulang kali berkata “Ade kangen sama ayah” masih belum cukup juga menghilangkan rasa rindu itu padanya, ayah saya yang saya cinta.

Humph, melankoli, melankoli, betapa bersyukurnya Allah menghadirkan saya di tengah-tengah mereka. Menjadi salah satu putri ayah saya yang kemudian melalui gurauannya ayah selalu berkata “Ade ini jelek, siapaaa coba yang mau sama anak ayah ini’. Atau ketika beliau berkata “rangkin 1 nilainya segitu, ayah dulu bahasa inggrisnya lebih gede dari situ nilainya”.

Arrrggghh ayah berbohong, jaman dulu ayah belum ada pelajaran bahasa inggris, lagi pula sekolah ayah tidak sampai setinggi anak-anaknya. Seperti itu lah ayah kiranya, humph menanti kapan kiranya bisa membuat ayah tersenyum bahagia lalu berkata “ayah bangga”. Bukan merasa bangga ketika ayah berkata ‘ayah bangga’ pada anak-anaknya. Tetapi, setidaknya merasa lega ketika beliau mengetahui bahwa perjuangannya, pengorbanannya tidak sia-sia, tidak akan pernah sia-sia.



(Ayah belakangan ini sering sekali menyanyikan lagu ini. Tepatnya sudah dua kali, bersama ibu saya tentunya. Dan setiap kali itu pula ibu menitikkan air mata sembari menatap wajah suaminya. Humphh ada pengalaman berat yang mereka alami bersama, sepertinya. Ya, saya rasa ada sesuatu di dalam lagu itu, sesuatu yang mewakili perasaan ayah dan ibu saya tentunya)

Hujan yang turun membasahi bumi, aku cinta, aku mencintainya, aku menyukainya. Matahari yang setia menyinari bumi dari hari ke hari, aku dapatkan semangat untuk menjalani hari dari dirimu yang selalu mematuhi perintah Nya untuk menyinari bumi ini.

Hummph, berjuta kata-kata tidak akan pernah dapat melukiskan, mewakilkan rasa cinta saya, kami pada mereka berdua, end.

Arrggghhh ade sayang sama ayah.