Saya masih saja berjalan dengan si eneng, berjalan dalam diam sembari pikiran ini melayang-layang. Apa yang saya cari di pasar tradisional ini tidak saya dapatkan, tetapi si eneng yang tidak punya keperluan selain menemani saya, akhirnya membeli sesuatu yang tidak ia rencanakan.
Beginilah kiranya wanita, begitu lemah dengan sembilan nafsu yang ada padanya. Saya tidak menemukan apa yang saya cari, memang selalu begini kiranya bila saya dengan sengaja meluangkan waktu untuk mencari, tetapi pada akhirnya kepala ini berkata ”tak apalah, berarti pada yang dicari belum menjadi rezeki di hari ini”.
Akhirnya, kaki ini benar-benar tidak tahan lagi. Ia semakin meronta, kelelahan, nampaknya timbunan asam laktat sudah semakin meningkat. Saya heran berikut kagum pada mereka, wanita-wanita yang betah berjalan, berlama-lama sampai berjam-jam demi apa yang namanya berbelanja.
Hari sudah semakin senja, saya pun memutuskan mengajak si enang untuk segera pulang, sudah benar-benar tidak tahan. Toko-toko sudah mulai menutup gerainya, memasukkan barang-barang dagangannya, hampir pkl 17.00 WIB saya melirik penunjuk waktu di handphone yang saya punya.
Kami pun melangkahkan kaki untuk mendapatkan angkutan umum tujuan rajabasa, karena memang bukan di sekitar pasar jalur operasinya. Lama berjalan akhirnya ’hh lega’ duduk diam dia dalam metromini, sembari menikmati hembusan angin dari jendela yang terbuka.
-bersambung-