Pages

Wednesday, February 11, 2009

Dilema

Lelah, ya saya lelah, kaki ini pun lelah. Duduk lama di dalam metromini, membuat saya tidak sadar bahwa saya akan segera sampai di tujuan, jalan kopi. Mencoba meregangkan syaraf-syaraf yang terlelap dalam istirahat, mata ini tertumpu pada sebuah stiker bertuliskan ’jauh dekat Rp 2.500 rupiah’. Padahal berdasarkan keputusan PerDa, tarif angkutan untuk mahasiswa dan pelajar hanya Rp 2.000 rupiah saja


Kembali, dilema, antara ingin memperjuangkan hak saya atas uang Rp 500 rupiah saja dan keinginan untuk memakmurkan mereka agar kiranya propinsi ini tak lagi mendapat peringkat propinsi termiskin di negeri Indonesia tercinta.


Pikiran yang ada di kepala terus saja berkompromi, berdiskusi dengan hati. Terjadi perdebatan sengit antara pikiran yang mengedepankan logika dengan hati yang mempertahankan nurani di dalam diri. Dan pada akhirnya, hati dapat mengalahkan pikiran dengan menggunakan nurani.


Lama menimbang-nimbang antara Rp 2.000 rupiah dengan Rp 2.500 rupiah, ’Gila !!!’ dan akhirnya, saya menyerah, ’yah hitung-hitung sedekah’ begitu hati nurani berkata untuk menentramkan pikiran yang ada di kepala. Saya bayarkan pada si abang Rp 10.000 rupiah, ”untuk dua orang bang” begitu ujar saya padasi abang kernet metromini yang saya dan eneng tumpangi.


Saya pun segera turun dari angkutan, eneng tetap di dalam, melanjutkan perjalanan karena memang tempat saya dan eneng tinggal, agak berjauhan. Beginilah kehidupan ’argggh entahlah....’ sebentar lagi adzan maghrib menggema, membeli nasi bungkus di warung makan pak adib, warungnya mahasiswa. Tidak ada kenaikan harga yang berarti yang membebani kantong ini, meskipun semua serba naik, sana-sini.


Meneruskan perjalanan, melangkahkan kaki hingga sampai di asrma Annisa yang sudah hampir 5 tahun saya diami kini. Matahari sudah terbenam, beginilah hari ini dan kembali kepala ini mengajak pikiran untuk berdamai dengan hati hingga terciptalah kata-kata melankoli yang menggelitik hati.


Sejatinya, banyak pelajaran yang dapat diambil bila mau melihat meskipun hanya sekejap.


Teman-teman dewi menggelandang


Dan pagi ini, hari minggu, saya melihat teman-teman dewi menggelandang. Mereka tidur di depan sebuah warung internet, kasihan dan sayangnya hanya kata-kata kasihan yang dapat saya ucapkan. Padahal sampai kapan pun, kata-kata ’kasihan’ itu tidak akan dapat memberi perubahan. Maka, pada akhirnya hati dan pikiran ini berkata bahwasannya kaya bukan menjadi suatu pilihan melainkan menjadi sebuah keharusan.


’Tapi bagaimana caranya?’ Begitu kata pikiran pada hati ini. ’biar Allah yang tunjukkan’ begitulah hati berkata pada pikiran yang ada di kepala.


-end-