Minoritas, kadang menjadi bagian dari sesuatu yang minoritas, maka ketika si minoritas mencoba naik, keluar, ingin nampak ia dipermukaan, mereka yang mayoritas, mulai memasang lampu sorot yang menyilaukan.
Tatapan-tatapan tajam dari mata-mata si mayoritas, dirasa begitu menghujam, ingin mundur, ingin kembali berada di dalam, tak ingin lagi muncul ke permukaan. Tapi, sesuatu itu membuat si minoritas bertahan
Mari berbicara tentang si minoritas.
Partai Keadilan Sejahtera, sejarah tentang partai ini, saya tidak begitu mengerti, tidak begitu mengamati. Saya bukan kader, terus terang saya bukan kader dari partai ini. Suka politik pun saya tidak, menyentuhnya pun saya enggan, politik kampus saja sudah cukup membuat saya gerah, jengah.
Beberapa waktu belakangan ini, menjelang PEMILU tahun 2009 ini, partai yang satu ini sedikit menjadi sorotan, ada isu-isu yang mengatakan partai ini ingin menegakkan syariat islam di negeri yang majemuk ini, entahlah wallahu alam saya tidak tahu.
Mengapa harus berbicara tentang partai kali ini, saya tidak suka politik, sangat, tapi saya lebih tidak suka lagi dengan seseorang, sekelompok orang yang menyudutkan. Saya tidak suka dengan mayoritas yang semakin lama semakin nampak melampaui batas.
Menjadi mayoritas, menjadi berbeda tidak semudah yang dikira, rasakan sendiri bila kamu pernah mengalaminya.
sudah cukup berbasa-basi yang tidak jelas juntrungannya. Beberapa waktu lalu, seorang kader PKS tertangkap di sebuah panti pijat, bisa diterka, bisa diduga, ramai-ramai orang membicarakannya, di media massa, baik elektronik mau pun media cetak. Ada yang bersikap datar, ada pula yang kecewa, itu wajar, saya katakan wajar, entah, tapi sikap seperti itu wajar.
Tetapi ada beberapa yang menurut kepala saya tidak wajar. Ada yang mengumpat, ada pula yang menghujat, ada yang langsung tertuju pada pribadi, pada pelaku, ada yang secara luar biasa mengeneralisir bahwa partai tempat dia bernaung, ndak jauh berbeda.
Ini yang membuat kepala saya menjadi tidak jelas rasanya.
Ingin saya berkali-kali berkata, 'dia juga manusia', 'mereka juga manusia', dan 'kamu yang membaca ini juga manusia'. Kita tidak pernah akan tahu kapan kiranya kita akan berbuat salah, dan ketika kesalahan itu menimpa kita, maka kita pun ingin orang lain memahami bahwasannya 'kita ini manusia, saya ini manusia'.
Masya Allah, manusia, Allah Yang Maha Mulia saja, mau memaafkan kesalahan manusia, hamba Nya, sebanyak apa pun kesalahan mereka, selama tidak menyekutukannya. Tetapi, manusia terkadang suka bertindak melampaui batas, melebihi Tuhannya.
Tatapan-tatapan tajam dari mata-mata si mayoritas, dirasa begitu menghujam, ingin mundur, ingin kembali berada di dalam, tak ingin lagi muncul ke permukaan. Tapi, sesuatu itu membuat si minoritas bertahan
Mari berbicara tentang si minoritas.
Partai Keadilan Sejahtera, sejarah tentang partai ini, saya tidak begitu mengerti, tidak begitu mengamati. Saya bukan kader, terus terang saya bukan kader dari partai ini. Suka politik pun saya tidak, menyentuhnya pun saya enggan, politik kampus saja sudah cukup membuat saya gerah, jengah.
Beberapa waktu belakangan ini, menjelang PEMILU tahun 2009 ini, partai yang satu ini sedikit menjadi sorotan, ada isu-isu yang mengatakan partai ini ingin menegakkan syariat islam di negeri yang majemuk ini, entahlah wallahu alam saya tidak tahu.
Mengapa harus berbicara tentang partai kali ini, saya tidak suka politik, sangat, tapi saya lebih tidak suka lagi dengan seseorang, sekelompok orang yang menyudutkan. Saya tidak suka dengan mayoritas yang semakin lama semakin nampak melampaui batas.
Menjadi mayoritas, menjadi berbeda tidak semudah yang dikira, rasakan sendiri bila kamu pernah mengalaminya.
sudah cukup berbasa-basi yang tidak jelas juntrungannya. Beberapa waktu lalu, seorang kader PKS tertangkap di sebuah panti pijat, bisa diterka, bisa diduga, ramai-ramai orang membicarakannya, di media massa, baik elektronik mau pun media cetak. Ada yang bersikap datar, ada pula yang kecewa, itu wajar, saya katakan wajar, entah, tapi sikap seperti itu wajar.
Tetapi ada beberapa yang menurut kepala saya tidak wajar. Ada yang mengumpat, ada pula yang menghujat, ada yang langsung tertuju pada pribadi, pada pelaku, ada yang secara luar biasa mengeneralisir bahwa partai tempat dia bernaung, ndak jauh berbeda.
Ini yang membuat kepala saya menjadi tidak jelas rasanya.
Ingin saya berkali-kali berkata, 'dia juga manusia', 'mereka juga manusia', dan 'kamu yang membaca ini juga manusia'. Kita tidak pernah akan tahu kapan kiranya kita akan berbuat salah, dan ketika kesalahan itu menimpa kita, maka kita pun ingin orang lain memahami bahwasannya 'kita ini manusia, saya ini manusia'.
Masya Allah, manusia, Allah Yang Maha Mulia saja, mau memaafkan kesalahan manusia, hamba Nya, sebanyak apa pun kesalahan mereka, selama tidak menyekutukannya. Tetapi, manusia terkadang suka bertindak melampaui batas, melebihi Tuhannya.