Pages

Sunday, May 3, 2009

Cantik versi nafsu dan hati

"Nafsu mengatakan wanita cantik itu atas dasar rupa, akal mengatakan wanita cantik itu atas dasar ilmu & kecerdasan, dan hati mengatakan wanita cantik itu atas dasar akhlak & kepribadian".
Kalimat di atas, disampaikan seorang kakak tingkat saya, setelah di facebook wall, saya katakan saya "cantik".
hah, cantik? Gdubbrakkk, gak salah? pede amat? kok bisa
yah sedikit banyak saya tahu apa yang kalian pikirkan, percaya diri sekali saya dengan mengatakan, mengkategorikan diri saya ke dalam kategori cantik. Tapi tunggu dulu, ada alasannya, ada asal muasalnya.

Sebelumnya, pada facebook wall, saya katakan saya "tampan", yah memang menurut rekan-rekan di kampus, khususnya yang wanita, katakan saya tampan. Tetapi, tak lama, seorang teman wanita saya protes, menurutnya saya tidak tampan, tetapi saya cantik.

Selang beberapa menit kemudian, Facebook error, mungkin karena 'bejibun' yang mengakses ini situs, dan situs pun saya tutup.

Hari pun berganti, siang pun menjadi malam. Dan malam ini, membuka chat box antara saya dengan kakak tingkat saya, dalam memori chat box-nya, dia berkata seperti yang tertulis di awal cerita saya. Tentang cantik itu seperti apa menurut versi nafsu dan hati, dua makhluk tak kasat mata yang sangat berlawanan.

Kalau dipikir-pikir, dirasa-rasa, dikira-kira, diam, tidak melakukan apa-apa, hanya membaca, mau tertawa, karena tidak lucu, ya saya tidak jadi tertawa, mau menangis, karena tidak sedih, ya saya tidak jadi menangis. Hanya bisa diam, lalu menarik kesimpulan bahwasannya
"saya tidak masuk ke dalam kriteria keduanya, tidak masuk ke dalam kriteria cantik menurut si 'nafsu', tidak juga masuk ke dalam kriteria cantik menurut si hati"

Kok bisa ya???

The music of the night



I have brought you to the seat of sweet music's throne ...
to this kingdom where all must pay homage to music ...
music...

You have come here, for one purpose, and one alone ...
I first heard you sing,
I have needed you with me, to serve me, to sing, for my music ...
my music ...

Night-time sharpens, heightens each sensation ...
Darkness stirs and wakes imagination ...
Silently the senses abandon thier defences ...

Slowly, gently night unfurls its splendour ...
Grasp it, sense it - tremulous and tender ...
Turn your face away from the garish light of day,
turn your thoughts away from cold, unfeeling light -
and listen to the music of the night ...

Close your eyes and surrender to your darkest dreams!
Purge your thoughts of the life you knew before!
Close your eyes, let your spirit start to soar!
And you'll live as you've never lived before ...

Softly, deftly, music shall surround you ...
Feel it, hear it, closing in around you ...
Open up your mind, let your fantasies unwind,
in this darkness which you know you cannot fight -
the darkness of the music of the night.

Let your mind start a journey through a strange, new world!
Leave all thoughts of the world you knew before!
Let your soul
Take you where you long to be!
Only then can you belong to me ...

Floating, falling, sweet intoxication!
Touch me, trust me, savour each sensation!
Let the dream begin,
let your darker side give in to the power of
the music that I write - the power of the music of the night ...

You alone can make my song take flight -
help me make the music of the night ...

Saturday, May 2, 2009

Induk Semang kembali ke sarang

Chapter 4

Sudah 2 hari berlalu sejak malam keakraban itu. Mas endi yang tadinya ingin ikut berbicara, tapi tidak jadi

“mbak sekar saja yang ngomong” begitu katanya.

Tidak ingin begitu memberatkan mas endi untuk urusan asrama sekarwangi ini, meskipun sejatinya, ini memang merupakan tugas mas endi dan istrinya. Tetapi tidak tega rasanya, pikirku, beliau sudah cukup disibukkan dengan memikirkan kemana dan dimana istrinya kini. Mungkin ada rasa malu, tapi tak nampak mas endi tunjukkan itu. Dan bagi veni, putri mas endi, apa dia tahu kenapa ibunya pergi? Apa dia mengerti mengapa ibunya bisa pergi? Kadang orang dewasa, bisa lebih kekanak-kanakan daripada anak-anak yang sesungguhnya.

Kasihan sebenarnya, rasa ibaku bukan pada mas endi, tetapi pada veni. Setiap harinya, mencuci pakaian milik dia dan bapaknya seorang diri, kadang menemukan dia sedang menonton televisi sembari menyantap mie.

Hampir dua bulan sudah berlalu, tidak ada yang tahu dimana mbak eni berada kini, tidak pula terdengar kabar dari keluarganya yang berada di kampung sana, aku lupa dimana kampung mbak eni berada. Entah apa alasan yang memicu kepergiannya malam itu, yang jelas sampai saat ini kami tidak tahu dimana keberadaan induk semang kami itu kini.

Dan keesokan paginya, setelah malam keakraban diadakan, aku menemukan pengumuman yang terpasang di lantai 1 gedung B

“…..kalau mau naik ke lantai 2 – 3, sendalnya dilepas,….. gak ada yang bisa disuruh-suruh di sini”

Ingin sekali tertawa geli, pasalnya, setahuku gedung B asrama sekarwangi, agak sulit untuk diatur bila sudah menyangkut hal kebersihan.

Sebulan kemudian berlalu, induk semang sudah kembali ke sarang, dalam kelelahan dan kepayahan nampaknya. Dengan wajah pucat pasi, dengan rambut kusut masai, dengan tubuh kurus seperti habis dimakan pikiran. Induk semang sudah pulang, pulang dalam kekalahan, seperti menelan kekalahan yang pahit dan menyakitkan, bukan pulang dengan wajah senang penuh kemenangan.

Tak nampak ia keluar dari kamarnya selama beberapa hari semenjak kepulangannya, selain hanya berdiam diri di kamar. Entah apa yang ia kerjakan, tidak itu membersihkan lingkungan asrama yang sudah nampak berdebu di mana-mana, tidak juga nampak bercengkrama dengan anak-anak penghuni asrama annisa. Ia hanya diam, entah karena apa, dan ketika salah seorang anak asrama bertanya perihal kepergiannya yang entah kemana, induk semang hanya berkata ‘pulang kampung mbak’, ya ia hanya menjawab singkat dengan senyum sekenanya, pulang kampung katanya.

Aku menjabat tangannya, tidak ingin terlalu banyak membebaninya dengan tanya selain

‘apa kabarnya mbak?’

‘baik’ begitu katanya

Induk semang ku sudah kembali ke sarang, nampak genderang penyambutan itu sudah ditabuh, bertalu-talu. Hampir seluruh penghuni asrama jadi tahu, tetangga kiri-kanan, yang merasa mengenal induk semangku itu, berlomba-lomba menjadi orang yang sok tahu, perihal kepergian dan kembalinya induk semangku itu.

Genderang itu terus saja berbunyi, bertalu-talu, entah siapa pula yang menabuhnya, perlahan berita kembalinya sang induk semang, menjadi sesuatu yang nampak seperti layak untuk diperbincangkan, menjadi konsumsi publik, menjadi berita-berita picisan, menjadi makanan lezat dan nikmat bagi wanita-wanita penggila gossip kelas asrama maupun kelas ibu-ibu yang berada di sekitar asrama. Induk semangku itu, sudah layaknya selebritis kelas ibu-ibu penjaga asrama.

Masih berjalan dalam diam, meninggalkan perkara kembalinya sang induk semang kembali ke sarang, ke dalam lingkungan asrama. Dan bulan itu, tak lagi nampak suram, gambaran terang sang bulan nampak terlihat jelas dari balik kaca kamar mandi asrama. Sang bulan separuh, sabit, sudah nampak terang benderang, cantik, tanpa cacat namun tidak begitu bila dilihat dari dekat, lekat.

--Selesai--

Makanya jangan makan daging babiiii

Jakarta, Kompas - Penyebaran virus influenza tipe A atau H1N1 yang sebelumnya dikenal sebagai ”flu babi” telah sampai pada tahap penularan antarmanusia. Untuk mencegah terjadinya pandemi, pengendalian virus harus difokuskan pada manusia sebagai sumber penularan.

Menurut guru besar Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Agus Sjahrurachman, dalam diskusi, Jumat (1/5) di Jakarta, kewaspadaan pandemi influenza telah memasuki fase lima yang ditandai penularan dari manusia ke manusia setidaknya di dua negara dalam satu kawasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Hal ini berarti sumber penularan adalah manusia melalui udara. ”Ini berbeda dengan flu burung di mana hewan sebagai sumber penularan dan faktor lingkungan jadi penting. Pada kasus penyebaran virus influenza A, unsur manusia yang berperan penting dalam penyebaran virus itu,” ujarnya.

Salah kaprah

Pengamat masalah veteriner, dr drh Mangku Sitepu, menilai telah terjadi salah kaprah dalam penanganan wabah raya influenza A. Karena disebut sebagai flu babi, pemusnahan ternak babi dan penutupan peternakan babi terjadi di banyak tempat dan mengakibatkan kerugian ekonomi sangat besar.

Berjangkitnya serangan influenza A mendorong pemerintah melarang sementara impor hewan babi dan produk turunannya yang belum diolah. Tindakan itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 16/M- Dag/PER/5/2009 dan berlaku mulai 1 Mei 2009.

Menperdag Mari Elka Pangestu di Jakarta kemarin mengatakan, keputusan ini merupakan tindak lanjut sidang kabinet terbatas, rapat koordinasi, dan Keputusan Menteri Pertanian No 1977/Kpts/PD.620/4/2009.

Menurut staf Divisi Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, dr Leonard Nainggolan, ”Yang terpenting adalah memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk orang yang datang dari luar negeri, khususnya di bandara internasional.”

Kemarin di Semarang, Jawa Tengah, Menhub Jusman Safeii Djamal mengimbau warga negara Indonesia tidak berkunjung ke Meksiko dan negara lain yang sudah punya kasus flu babi.

Alat diagnosa

Universitas Diponegoro menyiapkan alat diagnosa dan deteksi dini sebagai langkah antisipasi penyebaran flu babi. ”Kami telah memiliki beberapa peralatan untuk mendeteksi gejala influenza A,” kata Rektor Undip Susilo Wibowo, Jumat di Semarang. Alat deteksi itu antara lain polymerase chain reaction (PCR) yang berfungsi menggandakan DNA.

Menurut Susilo, dengan mengambil sampel dari pasien terduga dan menelitinya dengan alat ini, penanganan tepat terhadap pasien dapat dilakukan.

Sementara itu, pengelola RSUD Abdul Moeloek menemukan sekitar 1.000 dari 6.200 obat oseltamivir cadangan untuk antisipasi penderita influenza A

dalam kondisi kedaluwarsa. Pihak rumah sakit mencoba mendapatkan obat baru untuk menggantikan obat yang kedaluwarsa itu.

Dari Bali, Menkeu sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pihaknya memastikan seluruh peserta Sidang Tahunan ADB akan diperiksa saat memasuki Denpasar.
Qs 2 Al Baqarah 173

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Qs Al An 'am 144

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Hmm, Alhamdulillah saya lahir dalam keadaan muslim ho...3x

Friday, May 1, 2009

Anak sekecil itu

Chapter 3

Kepergian mbak eni tidak begitu berpengaruh pada asrama kami, sepertinya. Tetapi tidak begitu bagi mas endi dan seorang putrinya, veni. Anak itu sudah mulai menginjak masa remaja, sewaktu kali mencoba mengajaknya bercakap-cakap, aku baru sadar, dia sudah mau masuk kelas 1 SMP.

“lagi ngapain ven? Main masak-masakan ya?

Gadis kecil itu hanya mengangguk saja, membelakangiku, sembari sibuk dengan acara pura-pura masak-memasaknya.

Ada sedikit rasa iba yang kutujukan pada gadis kecil ini. Anak sekecil itu sudah harus ditinggal ibunya yang pergi entah kemana. Anak seumur dia, sudah harus mendengarkan pertengkaran ayah dan ibunya yang terjadi hampir di setiap malamnya. Mungkin ia tidak begitu mengerti, tetapi aku yakin lambat laun itu akan mempengaruhi psikologinya yang masih rentan karena usianya yang masih tergolong anak-anak menurutku.

“kalau tengah malem berantem, gak lama tu, kedengeran suara anak kecil nangis ‘kar”

Begitu ujar reni pada ku, beberapa waktu yang lalu, sudah hampir setengah tahun yang lalu dia bercerita tentang hal itu. Tapi aku hanya menganggap angin lalu, pikirku saat itu, pertengkaran itu bukan urusanku.

Lambat laun, kepergian mbak eni, sedikit demi sedikit mulai memberi dampak pada asrama sekarwangi 1 ini. Jadwal dinyalakannya mesin air, sudah tidak teratur lagi, asrama semakin lama, semakin tidak terawat saja. Meskipun, pada kenyataannya, pada saat mbak eni masih ada di sini, ia pun bisa dihitung dengan jari kapan membersihkan gedung dan lingkungan di sekitar asrama ini.

Suatu kali, petugas yang biasa mengambil sampah dari asrama ini, mulai mengeluhkan keterlambatan kami dalam membayar retribusi. Mas endi yang merasa tidak tahu menahu, menyerahkan pada salah seorang anak asrama, yang juga adikku.

“saya itu capek mas, sudah nagih uang sampah baik-baik, malah dimarah-marahin lagi. Saya gak mau lagi ngurusin uang sampah, biar diganti orang lain aja”

Adikku itu pergi begitu saja, meninggalkan masalah yang belum sempat kami bicarakan solusinya.

Malam itu, petugas retribusi sampah mendatangi asrama ini, mas endi pun mau tidak mau memanggil adikku itu. Entah seperti apa kejadiannya, yang aku tahu petugas retribusi itu, mengeluh dengan menggunakan emosi.

“ya sudah mas, nanti kita adakan makrab (malam keakraban) saja” Aku mencoba menengahi.

Tak sempat aku bertemu dengan petugas retribusi itu, adikku pergi meniggalkan aku, mas endi dan dua orang anak asrama yang lainnya.

“kamu berdua yang urus ya de, nanti insya Allah di makrab kita bicarakan semua” Begitu ujarku pada kedua anak asrama itu.

“saya mah ikut aja mbak sekar, habis saya juga gak ngerti” ujar mas endi pada kami saat itu.

Wajar kalau mas endi tidak tahu menahu, karena memang yang mengurusi asrama dan segala tetek bengek lainnya, mbak eni semuanya.

Beberapa hari kemudian, malam keakraban pun jadi dilaksanakan. Memang tidak banyak yang datang, tetapi aku rasa cukup mewakili ke 40 kamar yang ada di asrama ini. Mencoba memberi pemahaman pada adik-adik yang datang. Mengapa adik-adik, ya karena memang bisa dikatakan, di asrama ini aku sudah tergolong lebih tua dibandingkan mereka. Aku menghuni asrama ini sejak taun 2003, sedang mereka 2005 sampai 2008 tahun lalu.

Memang bukan hanya aku yang dituakan di asrama ini, ada beberapa orang lagi, hanya saja pada saat itu, mereka ada yang datang terlambat, ada pula yang memilih untuk tidak datang.

Masalah retribusi sampah sudah terselesaikan, semua penghuni setuju bahwasannya uang retribusi per kamar akan dibayarkan lunas langsung pada mas endi. Masing-masing kamar, wajib menyerahkan Rp. 12.000 rupiah setiap tahunnya.

“ada lagi yang mau komplain? Tentang jam malam mungkin? Atau tentang kenapa pada saat listrik padam, tamu-tamu tidak boleh datang”

“umm saya mau komplain mbak. Asramanya sekarang kotor” Begitu ujar salah seorang penghuni asrama.

“oh iya, memang kotor sekali de. Mbak juga ndak betah. Gini aja, kira-kira, tega nggak membiarkan mas endi membersihkan 3 gedung asrama? Kira-kira tega nggak, melihat mas endi naik turun tangga, dari lantai satu sampai lantai 3?”

Mereka hanya diam, tidak ada yang menjawab, tidak juga ada yang menanggapi.

“ya sudah, begini saja. Kita kan tahu, mbak eni sedang pergi. Jadi untuk urusan kebersihan asrama, baiknya kita tanggung sama-sama. Mulai dari buang sampah jangan sembarangan, kalau misalkan ada yang nyapu lantai, kotorannya jangan disapukan ke tangga, tapi disekop, trus masukin ke kotak sampah. Gimana? Setuju ya? Asrama ini rumah kedua buat kita semua yang ada di sini, jadi kebersihannya jadi tanggungan kita bersama” begitu jawabku

Seperti pidato singkat, agak khawatir kalau adik-adik itu akan semakin keras memprotes apa yang terjadi pada asrama ini. Tetapi, Alhamdulillah mereka mau mengerti. Masalah pun terselesaikan, tidak ada yang keberatan menyangkut kebersihan asrama dan siapa yang bertanggungjawab dalam membersihkannya. Tidak juga ada yang merasa keberatan dengan jam bertamu yang diterapkan, lambat-laun, penghuni asrama ini sudah merasa nyaman dan terbiasa dengan peraturan yang ada, hingga akhirnya seorang penghuni berkata di saat terakhir malam keakraban saat itu.

“asrama ini, sudah kondusif mbak, nggak masalah kok dengan jam bertamunya, cuma itu mbak, suara knalpot motor yang bertamu itu lho mbak, mengganggu. Kalau motor cewek sih, gak apa, tapi tu kan motor cowok” begitu jelasnya

“iya, mbak ngerti, mbak juga keganggu de, padahal mbak ada di lantai 2, apalagi kalian yang tinggal di lantai 1, pasti berisik banget. Gini aja, coba diingatkan baik-baik yang punya motor, ya kalau masih ndak mau juga. Ya sudah mau bagaimana lagi, harusnya yang punya teman itu, yang sudah kasih tau temennya bagaimana adab bertamu di asrama ini”

-bersambung-