Pages

Thursday, March 5, 2009

Takabur di 2 Februari

Selamat datang pagi di 2 februari di tahun 2009 ini, tidak terasa, sudah tanggal 2 februari pula, dan hari ini, sudah tanggal 3, terbangun sembari lamat-lamat mendengar ‘innalillahi wa innailaihi raji’un, telah berpulang ke rahmatullah…’ ya ada lagi yang habis masa mukimnya di dunia ini, pagi ini.

Mari kembali ke tanggal 2, dimana kekonyolan dirasa, dimana rasa malu itu akhirnya muncul juga, dimana sepertinya rasa takabur menguasai selama beberapa menit lamanya.

Seperti biasa, dengan percaya diri menghadapi hari, membaca doa bangun tidur di dalam hati, dan ‘selamat datang pagi’, senyum lebar, ku persembahkan pada mu sang mentari yang masih juga enggan untuk unjuk gigi karena hujan yang selalu mengguyur kota ini ‘alhamdulillah’.

Meluruskan niat, ingin menemui dosen pembimbing pagi-pagi sekali, tetapi sebelumnya, mengambil hasil legalisir tes TOEFL di kantor balai bahasa, kampus UNILA.

Selesai, bersiap-siap, cucian kemarin, terpaksa ditinggalkan, khawatir sampai di kampus terlalu siang. Mp3 berwarna putih itu saya fungsikan, melantunlah lagu-lagu yang membuat saya menjadi overload dengan semangat, dan overload dengan rasa percaya yang ada di dalam diri, dan saya lupa bahwa saya sudah lupa.

Sepatu kets putih itu sudah mentereng dengan keren, di kedua kaki yang Allah berikan ini. Dimulai dari kaki kanan lalu kaki kiri, kemudian ‘bismilah’, doa keluar rumah yang sejak TK ‘mungkin, saya sudah lupa kapan saya menghapalnya’ – saya lafalkan.

Tap-tap-tap, hmmh, sial saya lupa, masya Allah saya lupa.

Seperti biasa, senyam-senyum sendirian, yang kadang aneh, tidak jelas, bahkan gila menurut sebagian orang. Memasuki areal kampus UNILA, melewati rumah dinas rektor UNILA, itu satpam-satpam bertampang, berwajah garang, tetapi tontonannya dari pagi mungkin juga sampai petang menjelang, ‘sinetron’ menjadi pilihan, kadang geli hati, kadang ‘ya satpam juga manusia, wajah boleh Rambo, tapi hati, tetap betaria sonata’.

Tap-tap-tap, begitu derap langkah kaki, dan saya masih lupa, umm mungkin karena kebanyakan dosa, astaghfirullah.

Sampai mendekati kantor balai bahasa, ada sebuah pintu kecil, yang harus membuat mata awas, khawatir tersandung, lalu tersangkut parit yang ada di depanya. ‘ah selamat, tidak terjadi apa-apa’, masih dengan semangat dan percaya diri yang overdosis sepertinya, berjalan dengan senangnya, seolah-olah dunia milik saya saja, yang lain ‘menumpang agaknya’. Tak lama, gdebukkkkk he…3x saya terjatuh, ‘astaghfirullah’, malu, ya tidak juga, karena jatuhnya tidak tersungkur, dan tidak banyak pula orang yang melihat, semua punya urusan nampaknya. Tidak ada masalah dengan jatuhnya, tapi masalah pada kaki saya, kaki saya terkilir, hikz….3x saya hanya mampu beristighfar melalui bibir.

Menguatkan diri, memaksa kaki untuk melangkah pergi dari TKP pagi ini, sakit, ya tentu sakit, hanya bisa tersenyum, mengulum senyum, ‘astaghfirullah’, ya awalnya begitu, saya baru sadar saya sudah takabur, sudah berlebihan, sudah terlampau percaya diri, pointnya adalah ‘saya takabur’, dan sepertinya Allah menegur saya karena Dia tidak menyukainya.

Sakit? Tentu, tapi mau bagaimana lagi, tersenyum entah pula meringis menahan sakit, Alhamdulillah setidaknya Allah masih mau mengingatkan, Alhamdulillah sekedar terkilir, bagaimana kiranya kaki ini patah, ‘wah-wah, masya Allah kalau sampai begitu jadinya’.

Hasil legalisir saya bawa, ada sebuah lirik lagu ‘lihat cara dia berjalan, oh mengagumkan….’ Tetapi ini sebaliknya. Saya hanya bisa tersenyum sendiri sembari menahan sakitnya kaki ini, mendekati wilayah nongkrong bocah – bocah fisika, mereka bertanya ‘kaki kamu kenapa cep?’, ‘terkilir’ begitu jawab saya, sembari cengar-cengir tidak karuan. Yah setidaknya Alhamdulillah Allah masih mau mengingatkan, dan sampai pagi tanggal 3 Februari, he…3x kaki ini masih sulit untuk diajak berjalan, ‘sakit’, begitu ujarnya pada saya tuannya.
‘… jangan melampaui batas, … jangan berlebihan…’