‘kalau memang kamu anggap saya ikhwan, maka kamu bisa pegang omongan saya’
‘…. Dia bukan ikhwan’
‘….memang sih, dia bukan ikhwan, tapi hanif’
‘kata si fulanah, nanti kalau mau menikah, saya disarankan menikah dengan ikhwan’
‘dia ikhwan bukan?’
Atau
‘dia akhwat bukan?’
‘calon suaminya nya ikhwan bukan?
Atau
‘calon istrinya akhwat bukan?’
Ada sedikit salah kaprah sepertinya dalam penggunaan kata dan dalam hal pemahaman mengartikannya. Sepertinya di Indonesia mengalami apa yang namanya pendiskriditan makna untuk urusan kata ‘ikhwan dan akhwat’
Di dalam paradigma berpikir saya, selama beberapa tahun berada di lingkungan mahasiswa, terbiasa mendengar penggunaan kata-kata ‘ikhwan dan akhwat’. Dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa arab, ikhwan berarti pria atau lelaki, sedangkan akhwat berarti wanita atau perempuan, ya sepertinya begitulah makna yang sesungguhnya.
Namun, seiring dengan perjalanan karirnya, kedua kata ini, semakin lama, nampak semakin bergeser dari makna sesungguhnya, atau mungkin terjadi penambahan makna berdasarkan kesepakatan tertentu.
Kata ikhwan yang awal mula hanya bermakna lelaki atau pria, semakin lama semakin berubah makna menjadi ‘lelaki yang baik agama’, begitu juga dengan kata akhwat, berubah atau mungkin mendapat tambahan makna menjadi ‘wanita atau perempuan yang baik agama’.
Tidak setuju sebenarnya, karena mindset berpikir masyarakat kampus dibentuk atau terbentuk sedemikian rupa sehingga bahwa ikhwan bukan lagi bermakna lelaki saja, tetapi lelaki yang baik agamanya, begitu juga dengan akhwat.
Sehingga menimbulkan kesan bahwasannya tidak semua lelaki dapat dipanggil dengan sebutan ikhwan. Bila lelaki tersebut aktif pada lembaga tertentu, lembaga dakwah misalnya, kemudian celana cantung, dengan janggut didagunya, dilengkapi dengan titik hitam di dahinya, dan mendalami ilmu agama (tarbiyah.red) maka orang-orang akan menjuluki dia dengan sebutan ikhwan.
Sama halnya dengan akhwat, bila seorang wanita mengenakan pakaian takwa, dengan kerudung lebar, berbaju longgar, mengenakan blus sebagai bawahan bukan celana, kemudian dia aktif di lembaga semisal lembaga dakwah lalu ia mendalami ilmu agama (tarbiyah.red), maka wanita muslim ini akan dipanggil dengan sebutan akhwat
Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah)
QS. An Nahl 120
Berdasarkan catatan kaki, hanif bermakna seseorang yang selalu berpegang kepada kebenaran dan tidak pernah meninggalkannya.
Jadi, sepertinya, seorang lelaki muslim yang baik agamanya dan seorang wanita muslim yang baik agamanya, sepertinya baiknya dikatakan hanif, seperti halnya nabi Ibrahim a.s. Allah tidak pernah menyebutkan kata-kata ikhwan dan akwat yang menunjukkan baik atau tidaknya agama seorang hamba Nya, bahkan nabi Ibrahim a.s dikatakan hanif, begitu juga nabi Muhammad saw, nampaknya tidak pernah menggunakan istilah ikhwan dan akhwat kepada para sahabatnya.
wallahu alam