Pages

Tuesday, August 10, 2010

cerita pagi tentang Oknum Polisi

Bukan bermaksud menyudutkan sebenernya.

Kejadiannya tanggal 9 Agustus kemarin, tepatnya hari senin. Sekarang sudah hari selasa tanggal 10, habis urus-urus dokumen, penting gak penting sie. Niatnya habis selesai, trus naik angkot jurusan teluk - tanjung karang, ngeburu mau masuk kerja. Karena sudah sering izin dengan alasan sakit. Emang lagi sakit sie, tapi kalo orang liat mana tau kalo saya lagi sakit.

Oke, stop basa-basi, kita langsung masuk ke inti.

Ceritanya, karena mau buru-buru, pas dapet sopir angkot yang agak-agak ajeb-ajeb, kalo bawa mobil seenak jidat, gak mikirin penumpang yang di belakang spot jantung gara-gara aksi ngerEm mendadaknya yang gak tanggung-tanggung. Pagi itu, rupanya ada aksi tilang menilang beberapa aparat kepolisian, saya lebih suka bilang tu polisi "OKNUM - OKNUM" gak penting.

Pikir-pikir kirain yang kena apes cuma kendaraan bermotor aja yang jadi sasaran empuk tu para oknum berperut gendut gak penting. Gak taunya, mobil angkot yang saya tumpangi kena dampaknya juga. Di 'STOP' gitu loh, disuruh berenti, si sopir langsung aja keluarin surat jalannnya, supaya gak kena tilang.

Naaa semua kelengkapan sudah dikeluarkan sama itu sopir yang kadang agak-agak gak beres. Tapiiii, tetep aja itu oknum POLISI minta si sopir keluar. Ya udah dehhhh, semua penumpang di dalem angkot udah nyambung sama apa yang tu oknum polisi mau. Si sopir angkot pun turun membawa surat-surat beserta segepok uang ribuan.

Lama, saya amati si sopir dibawa ke tempat yang agak tertutup dari pengamatan saya. Isssh amit-amit dah, saya pikir tu polisi pasti minta uang damai. Saya coba amati wajah tu pak polisi, umurnya paling belum ada 35 tahun, perutnya sudah buncit, entah karena makmur atau karena udah kebanyakan 'nelen' uang hasil tilangan. Pikir-pikir, mau saya ambil gambarnya pak polisi yang jadi oknum itu, tapi kamera Hp saya gak memungkinkan.

Tak lama, selang beberapa menit, pak sopir udah kembali lagi. Saya langsung tanya, "ngasih berapa bang?", "Sepuluh ribu" gitu kata pak sopirnya. "biar aja mbak, biar kembung perutnya pas mati nanti" begitu tambah pak sopir. Singkat, cepat, tanpa ba bi bu, saya langsung kirim pesan pada ayah saya, saya ceritakan apa yang saya lihat, apa yang saya alami pagi itu. Akhir pesan saya bilang "amit-amit 'yah, cuma buat uang 10ribu, ishhhh bikin malu".

Ayah saya seorang polisi, kadang ada rasa malu menjadi anak seorang polisi, harapan saya ayah saya bukan salah satu dari sekian banyak oknum kepolisian yang memberi makan keluarganya di rumah dengan 'uang HARAM'. Entah kenapa begitu banyak orang yang bangga menjadi 'POLISI atau PNS'. Di propinsi tempat saya tinggal, profesi POLISI dan PNS sudah lagi tak punya harga diri, beberapa dari mereka mengikuti tes hanya sekedar formalitas, sisanya diselesaikan dengan mengeluarkan uang yang tidak sedikit jumlahnya 'sampai ratusan juta', "NYOGOK" istilahnya.

Bukan main, bukan main, bukan main-main saya tidak dapat berkata apa-apa. Menjijikkan melihat tingkah polah beberapa oknum polisi hari itu. Jangan heran kalau hampir semua lapisan masyarakat "MENGUMPAT, mendoakan" itu para oknum POLISI. Ck ck ck ck, "masih bangga jadi POLISI?? masih bangga jadi PNS?????". Ya silahkan berbangga diri dengan profesi yang kalian geluti, selama ditempuh dengan cara yang halal. Tapi, kalau ditempuh dengan cara mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta untuk mendapatkannya, maka saya katakan "profesi kalian bukan apa-apa, kalian sudah tidak lagi punya harga diri"

NB : pas ketik ini posting 'masih EMOSI' sama tu oknum POLISI