Pages

Tuesday, February 28, 2012

Remaja dengan biskuit di genggamannya

sore, bandung 2012 di bulan januari

saya baru tahu, kalau mengganti background colour di google akan berdampak pula pada background blogspot saya.

apa kabar ruang rindu?
semoga senantiasa positif saja dirimu, seperti beberapa waktu yang lalu, ketika pertama kali aku mengenalmu.

ketika seorang teman lama, berkata "saya tidak suka meng-update- status saya di jejaring sosial, karena saya tidak ingin mudah dibaca......". apakah berkisah kepada mu termasuk menjadi pribadi yang mudah terbaca? mungkin saja.

saya sedang berpikir untuk memberikan engkau sebuah nama, daripada hanya sekedar sekarw.blogspot.com, menganggapmu sebagai makhluk pendengar setia. Menempati posisi kesekian, setelah orang tua saya (betapa saya mencintai mereka, semoga mereka mengetahuinya).

Dear diary, what if i call you Dy', same with my diary.

apakah saya manusia? masihkah saya seorang manusia?

pertanyaan itu yang terbesit secara tiba-tiba ketika saya melihat seorang anak remaja, sedang duduk tak sempurna, yang saya maksud dengan tidak sempurna, karena dia tidak menjejakkan *maaf pantatnya serta merta ke tanah untuk menopang seluruh berat badannya.

Beberapa hari yang lalu, hmmhh.

agak sedikit sulit rasanya untuk memulai berbagi cerita. mengabarkan setiap detail dari apa yang aku lihat, dari apa yang aku dengar, dan dari apa yang aku rasakan saat itu. Biarkan kali ini aku berbicara dengan menggunakan ke-aku-an ku kepadamu Dy. Bukan sebagai bentuk egois-me ku kepada kamu, si pendengar setia dari masa ke masa.

anak remaja itu hanya tertunduk di dalam duduknya
dia mengunyah setiap potong biskuit kraker yang ada di genggamannya. Mengunyah perlahan, tidak sedang takut akan kehabisan dan tak pula khawatir ada rekannya yang meminta, atau bahkan adik kecilnya yang merengek-rengek berkata "semua untuk saya".

aku tertegun barang sejenak

langkah kaki ku terhenti, *sialnya, kebiasaan buruk ku akan mengamati sesuatu yang aneh menurut pandangan mata dan hati ku.

pakaiannya lusuh, tetapi masih layak pakai. tak nampak lubang disana-sini, tak ada pula tambal sulam yang nampak dari pakaian yang ia kenakan. Dengan kaus putih lengan panjang, dengan bercelana panjang ia nampak terduduk lesu sembari menikmati setiap gigitan dari rezeki yang ia dapatkan hari ini.

,.....rambutnya kusut masai, di sekelilingnya nampak beberapa bungkus makanan ringan. entah ia dapatkan dengan cara membelinya, melalui belas kasihan, atau melalui nalurinya yang kelaparan, yang kemudian membawa kakinya untuk melangkah, yang membimbing kedua tangannya untuk mengais-ngais di tempat sampah.

aku terdiam Dy
aku terdiam beberapa detik lamanya
melihatnya dalam diam
aku tertegun Dy
aku tersentak

aku tinggal di kalangan mahasiswa yang menjadi orang-orang penting di negerinya, Indonesia Dy. Aku berdiam di lingkungan mahasiswa yang hilir mudik dengan kendaraan roda duanya dy, dengan kendaraan roda empatnya. Dan saat itu aku berdiri tepat dua meter dari remaja itu Dy, dua meter pula dari gerobak bubur ayam dan bakso mie kocok yang menjual mienya dengan harga 10ribu rupiah, lebih mahal dari pada pedagang kaki lima lainnya.

aku tersentak ketika kepala ku bertanya
"apakah kamu manusia......"
di dalam diam, hatiku, bibirku, terdiam, aku sempat terpejam

kemudian membawa kedua kaki ku yang semula melangkah ringan, kemudian menjadi berat, tak tertahan, menahankan malu yang kembali meradang.

"aku pun tidak tahu, apakah aku manusia atau bukan" begitu ujar lidahku dy, lidahku berbicara mewakili hati nuraniku.

aku belum mampu berbuat apa-apa
sampai saat ini, aku belum dapat melakukan apa-apa

bahkan untuk seorang remaja berkaus putih lengan panjang
bahkan untuk seorang remaja yang lusuh dan kusut masai
bahkan untuk seorang remaja tanggung yang memakan makanan sisa dari mahasiswa seperti aku Dy

dan aku bahkan hanya bisa terdiam, tindakan terhebat ku adalah ketika aku bertanya pada diriku sendiri tentang "Apakah aku manusia".

dinginnya cuaca hari ini,
membuat aku membalut tubuh kecilku dengan sebuah sweater berwarna hitam seharga 50ribu. Betapa beberapa waktu yang lalu, nominal itu tidak berarti bagiku. tetapi bisa begitu sangat berarti untuk remaja tanggung itu.

hhhhhh, kembali hanya dapat menghela nafas panjang. ketika aku belum menjadi manusia yang apa-apa. Belum dapat seperti pengusaha lain yang memiliki banyak angka nol di dalam rekeningnya Dy. 

aku tinggalkan anak remaja itu, dalam diam
dalam keadaan kepala ku yang menjejali hatiku dengan pertanyaan "Apakah kamu manusia"
aku katakan "aku bukan manusia, aku belum menjadi manusia"

Remaja tanggung, dengan kusut masai, dengan celana lusuhnya, dengan kaos lengan panjang putihnya. yang terduduk, tertunduk malu, memakan (aku tak sanggup meneruskannya Dy). Ketika secara mengejutkan, titik-titik air mata itu jatuh dy. Aku masihlah manusia, manusia yang bersenjatakan air matanya. 

Tetapi, kemudian kepalaku berkata "air matamu tak mampu merubah apa-apa"

remaja itu masa depan Indonesia Dy
teriak ku kepada hati ku, ketika aku belum mampu berbuat apa-apa pada remaja lelaki tanggung itu. 

jangan menjadi gila wahai bujang, jangan menjadi gila. Gila karena dunia, gila karena rasa tidak puas terhadap takdir yang Allah timpakan kepadamu.

aku tutup catatan ini, di titik ini. Di titik dimana aku merasa menjadi manusia yang cacat jiwanya, yang hanya mampu berkata belum dapat berbuat apa-apa. Cacat menjadi manusia yang sombong, berbicara seolah aku banyak tahu tentang segala sesuatu, tetapi pada kenyataannya aku tidak tahu apa-apa.

Bandung, 17.04, di 28 Februari 2012.

bujang, maafkan aku