Pages

Friday, June 1, 2012

Membual

udara dingin wahai tubuh, apakah kamu masih cukup kuat untuk membuka mata mu, menyampaikan pada dunia tentang apa yang sedang bergulat di dalam pikiran mu. Tentang apa yang sedang berkutat di dalam hati sanubari mu. Tentang apa yang sedang bergemuruh di dalam hati mu.

Aku membuka kembali catatan-catatan yang tidak akan pernah usang. Tidak lekang dimakan waktu dan berharap tak akan sirna dipukul oleh keadaan manusia yang berubah-ubah pola pikirnya. Mencoba memaknai kehidupan dari sisi yang berbeda, berbeda dari sisi topografi, dari sisi demografi, dari sisi fisiologi, dari sisi usia ku saat ini.

Sudah seperempat abad, 25 tahun berada di dunia, dan aku katakan aku sepertinya merugi tapi tak ada sesuatu pun yang wajib dan patut aku sesalkan, selain syukur yang terus menerus harus dilontarkan. Mari menyusuri gelapnya malam, menembus angin dingin bumi parahiyangan. Menafikan rasa kantuk yang menyerang, sejenak menenggelamkan diri dalam permainan kata-kata dan alam pikiran, meskipun banyak orang yang meragukan.

Nenek, aku mengenalnya beberapa bulan yang lalu. Pertemuan yang ditakdirkan, tidak pernah diduga, tidak juga aku memiliki rencana atas itu semua. Allah yang tentukan, Allah pula yang gariskan tentang perjumpaan aku dengan wanita tua, mojang priyangan katanya.

Cantik, untuk wanita seumurannya, nenek ini masih cantik, sangat cantik. Mak ucu, mak usu, begitu orang sekitar memanggilnya. Wanita tua yang baik, ia sudah renta dan usianya hampir tidak jauh berbeda dengan ibu kandung ku, dan ibu angkat ku. Sebagian manusia, orang lain akan melihat nenek sebagai nenek yang biasa, seperti nenek lain, seperti wanita tua lain pada umumnya. Tapi, dari sudut pandang aku sebagai anak manusia, dari kaca mata ku sebagai manusia yang menganalisa, nenek bukan lah nenek yang biasa, bukan lah wanita renta yang -such away- saja,. Ada sesuatu yang menarik dari dirinya, ada kisah hidup yang pahit, ada cerita yang harus dipendamnya, ada rasa sakit yang dikubur dalam-dalam olehnya. Dan begitu luas lautan kesabaran itu terbentang, terpancar dari matanya.

Apakah benar seperti itu? ataukah aku yang melebih-lebih kan cerita agar kiranya kamu tertarik untuk membaca ceritaku, kisah-kisah nyata tentang kehidupan manusia.

Beberapa waktu pun berlalu, hampir 1 tahun dan pandanganku tentang nenek berubah, nenek tak seperti apa yang nampak oleh mata. Banyak cerita tentangnya dan yang aku rasakan adalah bahwa nenek menyembunyikan banyak hal, yang kemudian nenek ganti dengan cerita menurut versinya. Secara gamblang anak lelakinya berkata "nenek itu suka berbohong".

Oh Tuhan, keluarga ini semakin memiliki cerita yang luar biasa.

Atau, hampir bisa dipastikan banyak keluarga di kota ini memiliki cerita yang sama? Entahlah, yang pasti, aku tidak ingin cerita ini terjadi di dalam kehidupanku.